แชร์

Bab 5. Diketahui

ผู้เขียน: DLaksana
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-06-19 12:48:48

Sementara itu, Rani yang di kamar pun berganti pakaian memakai baju yang menurutnya sopan. Ia keluar untuk menyapa keluarga sang suami. Tidak ada rasa penyesalan sedikit pun di hati Rani setelah apa yang terjadi di beberapa menit yang lalu.

Lagi pula itu sudah menjadi kebiasaannya. Membuat ia merasa hal itu biasa saja.

“Selamat pagi semua,” sapa Rani tersenyum. Namun, sayangnya tidak ada satu pun yang merespons.

Galvin yang tersenyum tipis, akhirnya menarik tangan istri keduanya untuk duduk di sebelahnya yang kosong.

“Duduklah, setelah sarapan kita langsung pulang ke rumah,” titahnya kepada Rani yang mengangguk pelan.

Rani hanya menurut. Ia tak mempermasalahkan sikap keluarga dari suaminya itu.

“Maksudmu pulang apa, Mas?” tanya Siska menimpali.

“Kita kembali ke rumah, lagi pula sekarang sudah ada Rani yang menemani kamu,” sahut Galvin.

Siska mendecih. “Aku tak sudi ditemani orang kaya dia!” tunjuknya mengarah pada Rani. “Jangankan tinggal serumah, dekat saja aku merasa jijik!” imbuhnya sinis.

“Siska! Jaga bicaramu!” bentak Galvin tidak terima.

“Kamu bentak aku, Mas? Padahal apa yang aku katakan memang benar! Aku jijik sama dia!” sungut Siska meradang.

“Galvin! Apa pantas bicara seperti itu kepada istrimu! Hanya demi membela wanita seperti dia!” Helena ikut angkat bicara.

“Sudah, Mah. Jangan ikut campur.” Frans memenangkan istrinya yang terlihat emosi. “Cepat, habiskan makanannya,” sambungnya lagi.

Helena hanya bisa membuang napas kasar. Ia tidak suka Galvin bersikap kasar kepada menantu kesayangannya itu. Apalagi ia belum sepenuhnya menerima kehadiran Rani di keluarganya.

Rani semakin tidak selera untuk menghabiskan makanannya. Belum juga habis, ia lebih memilih untuk beranjak dari kursinya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya lagi.

“Rani!” Galvin memanggil. Namun, Rani menghiraukan.

Siska sendiri ia tersenyum miring saat melihat tingkah istri kedua suaminya itu.

“Tidak ku sangka seleramu sangat rendah, Mas!” sindirnya dengan melipat kedua tangannya di atas d*da.

“Apa maksudmu?” Galvin memandang ke arah Siska tak mengerti.

“Aku sudah tahu asal usul wanita itu. Jika kedua orang tuamu tahu. Apa kata mereka nanti?” Siska berkata dengan nada mengejek.

Tentu saja, wajah Galvin berubah tak biasa. Ia sudah menduga jika istrinya memang cerdas dalam segala hal.

“Tolong, rahasiakan. Aku tidak mau membuat Rani sedih jika asal usulnya diketahui oleh siapa pun. Aku mohon!” pinta Galvin berharap Siska mau mengabulkan permintaannya.

Bukan apa-apa, mendengar permohonan Galvin yang memelas. Membuat hati Siska merasa terbagi oleh wanita itu.

Kedua mata Siska mengembun, tetapi ia masih tetap berekspresi tertawa.

“Kenapa kamu selalu menjaga wibawa wanita itu, Mas? Padahal di sini aku yang paling terluka?” Siska akhirnya mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Galvin paham apa yang dikatakan istrinya itu. Ia mengaku salah, tetapi ia tak bisa berbuat apa pun karena semua terjadi begitu cepat.

“Maafkan aku, Sayang. Tolong, kamu pahami. Yang aku lakukan ini semua demi keluarga kecil kita. Bersabarlah, sampai anak yang dikandung Rani dilahirkan. Aku dan Rani akan berpisah,” terang Galvin dengan berat.

Siska mendecih, ia tidak bisa percaya begitu saja. Apalagi yang ia tangkap Rani bukan wanita yang gampang dibohongi. Ada sisi lain yang belum ia ketahui dari wanita itu.

“Cepat bereskan barang-barang. Kita pulang ke rumah hari ini juga,” sambung Galvin dengan beranjak dari kursi untuk ke kamar Rani.

Siska semakin geram. Ia sebenarnya malas pulang ke rumah apalagi harus serumah dengan madu suaminya.

“Lihat aja, akan kubuat dia tidak betah tinggal di rumahku!” gumam Siska kesal.

***

Galvin kini masuk ke kamar Rani setelah mengetuk pintu. Ia duduk di pinggir ranjang dengan perasaan bersalah.

“Kamu kenapa tidak menghabiskan makanannya?” tanya Galvin berbasa basi.

“Tidak selera.” Rani menjawab singkat.

“Maaf, sudah membuatmu tak selera makan,” ucap Galvin merasa salah.

Rani melihat ke arah suaminya yang menunduk. “Tidak perlu meminta maaf, aku tidak apa kok. Oh, ya, kapan kita akan pergi dari rumah ini?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

“Sekarang, kamu bersiap-siap. Kita akan pulang bersama dengan istri pertamaku,” sahut Galvin tersenyum tipis.

Rani hanya mengangguk pelan. “Its okay, tak masalah. Ya, sudah aku akan membereskan barang-barangku, Tuan,” ucapnya tersenyum.

“Baiklah, aku tunggu di ruang tamu.”

Setelah kepergian Galvin. Rani langsung membereskan barang-barangnya yang masih berantakan.

Galvin yang kini berjalan ke ruang tengah, di sana ia melihat istri pertamanya sedang berbincang bersama kedua orang tuanya di sofa.

“Ingat, Galvin. Meski Ibu tidak berada di satu atap dengan kalian. Jika sampai Ibu mendengar kamu membuat Siska menangis atau tertekan olehmu, kamu langsung berurusan denganku!” ancam Helena serius.

“Ibu tenang saja, aku akan mencoba bersikap adil kepada Siska maupun Rani,” jawab Galvin terus terang.

“Ayah, percaya sama kamu,” ucap Frans kepada putra sulungnya.

Galvin tersenyum mendengar ucapan ayahnya yang bijaksana.

Tidak lama, Rani kini muncul ke ruang tengah dengan membawa koper miliknya. Ia pamit kepada kedua orang tua suaminya itu. Meski sikap Helena masih acuh, tetapi Rani beruntung Frans masih bisa menerima uluran tangan dan berkata baik padanya.

Setelah masuk ke dalam mobil dan meninggalkan kediaman kedua orang tuanya. Baik Galvin maupun Siska dan Rani mereka bertiga saling diam saat berada di perjalanan.

Tak berselang lama mobil Galvin pun kini sudah sampai di kediamannya setelah menempuh perjalanan hampir satu jam.

Jujur saja, Rani sangat terpukau melihat rumah milik suaminya yang begitu mewah. Ia bahkan melihat ke seluruh sudut rumah yang begitu klasik berbalut modern.

“Hei, kamu sini. Akan aku tunjukan kamarmu di mana,” kata Siska dengan ketus.

Rani hanya menurut dan mengikuti langkah istri pertamanya yang naik ke atas tangga.

“Ini kamarmu. Sebenarnya aku kurang cocok kamu tinggal di kamar ini. Namun, mas Galvin yang memaksanya. Apa boleh buat aku hanya bisa menurutinya,” ucap Siska dengan nada jutek.

“Oh, ya. Karena ini rumahku, jadi kamu jangan bersikap seenaknya! Semua di rumah ini aku yang mengatur. Jadi, kamu harus mengikuti semua aturanku. Apa kamu paham!” imbuhnya mengancam.

Rani tertawa kali ini. Hal itu pun membuat Siska menaikkan kedua alisnya.

“Kenapa kamu tertawa?” Siska merasa diejek.

“Maaf, Nyonya. Tetapi aku tidak mau mengikuti aturanmu,” kata Rani menantang.

“Apa kamu bilang? Kamu membantah ucapanku?” Siska mulai meradang.

“Tentu saja, status kita sama. Kenapa aku harus takut!” Rani menyeringai. “Jangan menginjak harga diriku, jika harga dirimu tidak mau aku injak! Camkan itu!” gertaknya membuat Siska membulatkan kedua matanya tak percaya.

Rani pun meninggalkan Siska dan hendak masuk ke dalam kamarnya.

“Harga diri yang seperti apa? Kenyataannya harga dirimu sangat murahan!” suara lantang Siska itu pun membuat langkah Rani terhenti.

“Apa katamu?” Rani bertanya mengarah pada Siska yang menyeringai.

“Aku tahu siapa dirimu sebenarnya. Kamu hanya wanita malam, bukan?”

Sontak saja, Rani langsung membelalak dan terdiam membisu mendengarnya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 30. Harapan Lebih

    Satu minggu kemudian. Semenjak kejadian tidur bersama waktu lalu. Sikap Galvin kini tampak begitu berbeda sekali. Sikap perhatiannya semakin diperlihatkan untuk Rani, meski Siska berada di sisinya. Tentu saja kecemburuan yang Siska lihat membuat perasaannya kacau balau. Hal itu membuat dirinya semakin yakin untuk melancarkan rencana yang sudah ia susun bersama Marshel waktu itu. “Tidak perlu, Mas. Ini saja sudah cukup, kok,” tolak Rani saat Galvin dengan perhatiannya mengambilkan lauk untuk istri keduanya itu. “Sedikit saja, ikan salmon ini bagus lho buat kandungan kamu. Jangan ditolak, ya, ini perintah dari ayah si jabang bayi,” kekeuh Galvin. Siska yang berada di sampingnya hanya menaikkan bibir kanannya sebagai tanda tak suka. “Baik, Mas. Terima kasih,” ucap Rani akhirnya mengalah untuk menerima saja. Karena ia paham Galvin perhatian hanya ingin bayi yang ia kandung terjamin gizinya dari apa yang ia makan. “Oh, ya, Ran. Kalau nanti sore tidak sibuk. Rencananya aku mau n

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 29. Pergulatan Panas

    “Aku tidak suka, kalo kamu pergi tanpa seizinku, Rani!” pekik Galvin emosi. “Tapi, Mas ....” Rani hendak bicara, namun tanpa diduga bibirnya kini dilumat oleh Galvin hingga ia hampir kehabisan oksigen. Dia mendorong tubuh Galvin dengan keras. Hingga membuat tubuh suaminya itu terpental jatuh di atas ranjangnya. “Kenapa kamu sekasar ini, Mas? Apa salahku!” gertaknya tak terima. Galvin mendengkus. “Karena ini hukuman yang pantas untukmu, Rani!” sangkalnya menatap dingin. Rani menggeleng cepat. Ia lalu meninggalkan suaminya dengan masuk ke kamar mandi, tidak lupa juga menguncinya dari dalam. Setelah itu ia tatap wajahnya yang cukup berantakan. Lipstik yang ia pakai juga sudah belepotan ke mana-mana. Air matanya tak bisa ditahan lagi. Ia menghapus jejak air matanya yang berulang kali keluar. “Hanya karena pulang bersama mas Haris. Mas Galvin sampai semarah itu,” desisnya tak habis pikir. *** Setelah hampir dua jam lebih berada di dalam kamar mandi. Kini Rani keluar s

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 28. Diantar Pulang

    Kalisa menarik lengan mantan kekasihnya hingga dia berbalik ke hadapannya. Suara tamparan keras pun terdengar saat tangan mungil Kalisa mendarat ke pipi kiri mantannya itu. “Beraninya lo jalan sama wanita lain, sedangkan hutang lo aja belum dibayar!” cecarnya emosi. Marshel Gunawan, mantan kekasih dari Kalisa memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan dari mantan kekasihnya itu. Ia mendengkus kesal kali ini. “Gue akan balikin secepatnya!” desisnya meninggi. “Kalau lo tetap memaksa, gue bisa aja sebarin rahasia kita!” ancamnya membuat wajah Kalisa yang kesal langsung melunak. “Jangan cuman berani mengancam saja, ya, Shel!” pekik Kalisa. Ia juga menatap ke wanita di samping Marshel dengan penuh amarah. “Sebelum lo jadi mangsa selanjutnya, lebih baik putusin dia, carilah yang lebih baik darinya!” tuduhnya membuat si wanita itu menunduk takut.“Jaga bicaramu, Lisa!” geram Marshel mendorong tubuh Kalisa hingga terhuyung ke arah lantai. Untung saja, Marko dengan sigap men

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 27. Tinggal Satu Atap

    Beberapa hari kemudian. Setelah dinyatakan hamil, keadaan Rani cukup berbeda. Bukan hanya Galvin yang selalu mengkhawatirkan dirinya, tetapi sekarang Helena bersikap yang sama. Rani begitu bahagia diperlakukan sebaik itu oleh ibu mertuanya. Dari pakaian dan juga makanan, Helena sangat antusias menyiapkan semuanya untuk Rani. Tentu saja, hal itu membuat Siska semakin cemburu atas sikap Helena pada istri kedua suaminya. Rani seperti biasa setiap pagi ia kan menyirami tanaman di kebun samping rumah milik suaminya. Semenjak hamil, ia menjadi menyukai tanaman. “Bisa nggak, hamil jangan bikin manja atau caper ke semua orang! Jijik tahu nggak lihatnya!” desis Siska yang tiba-tiba berdiri di samping Rani. Rani memutar tubuhnya ke arah samping. Ia tatap wajah istri pertama suaminya dengan membuang napas secara pelan. “Siapa yang manja?” tanya Rani dengan kembali fokus ke arah tanaman. “Kamu tuh, ya!” geram Siska kesal. Tangannya yang terangkat seketika ia hempaskan secara kasar.

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 26. Merasa Semakin Jauh

    Rani di antar oleh Helena dan Frans sampai di kediaman Galvin. Meski wajahnya terlihat murung dan lesu, tetapi Rani harus menunjukkan senyum lebarnya kepada kedua orang tua suaminya. “Kamu istirahat saja di kamar, jangan terlalu banyak beraktivitas. Kalo perlu sesuatu panggil saja bi Inah. Dia yang akan ku suruh untuk menjagamu setiap saat,” titah Helena saat sudah masuk ke dalam rumah putranya. Bi Inah sendiri adalah pelayan kepercayaannya yang sengaja ia datangkan langsung dari rumahnya. Karena ini menyangkut cucu kesayangannya. Membuat Helena enggan mencari orang baru, ia belum sepenuhnya percaya kepada orang baru bahkan pembantu baru yang bekerja di rumah putranya saat ini. “Terima kasih, Bu. Ini suatu kehormatan untukku,” kata Rani tersenyum trenyuh. Helena seketika menggeleng. “Tidak perlu berkata seperti, Rani. Kamu sudah saya anggap seperti anakku, yang terpenting cucuku nantinya bisa lahir dengan sehat,” sahutnya lagi. Rani hanya tersenyum tak menjawab. Ia rasanya s

  • Istri Kedua Sang Presdir    Bab 25. Sakit Tak Berdarah

    Satu jam pun berlalu. Keluarga Galvin dan istri pertamanya kini telah sampai di rumah sakit. Helena langsung memeluk Rani saat sudah berada di dalam ruang IGD. “Sayang, terima kasih untuk kehamilanmu,” ucapnya dengan lembut. “Iya, Bu. Terima kasih,” jawab Rani terharu. Frans juga mengucapkan selamat, di belakangnya kini tinggal Siska yang masih terdiam berdiri sembari menatap ke arah istri kedua suaminya. “Selamat, Rani. Jaga dirimu baik-baik selama 9 bulan,” kata Siska setelah mengurai pelukannya. “Terima kasih, Mbak,” sahut Rani tersenyum. Rani sedikit senang dengan ucapan Siska yang menurutnya enak di dengar. Entah ini hanya karena ada kedua mertuanya dia bersikap baik, atau memang senang mendengar atas kehamilannya. “Bu, kata Dokter, Rani sudah diperbolehkan pulang sekarang,” ucap Galvin saat masuk ke dalam ruangan. Saat orang tuanya datang. Dia memang dipanggil oleh suster untuk menemui sang dokter. “Syukurlah, hayo, Rani. Ibu dan ayah akan mengantarmu. Biar Siska

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status