Terpaksa menjadi wanita malam, Cantika Putri Maharani rela menjual tubuhnya demi melunasi hutang orang tuanya. Pertemuan dengan Galvin Chandra Hermawan, membuat Rani terpaksa menyepakati perjanjian menjadi istri kedua hanya demi sebuah keturunan. Pernikahan yang seharusnya berjalan sepuluh bulan, harus berakhir dengan perasaan cinta yang tumbuh secara tiba-tiba. Akankah Rani bisa menahan perasaannya? Di saat hubungan mereka terhalang oleh istri pertama?
View More“Kamu sangat memuaskan, Sayang. Aku akan kembali minggu depan, kamu harus bersiap,” ucap seorang Pria berbadan tinggi dengan tubuh sedikit gempal.
“Kembalilah, akan aku tunggu,” jawab wanita seksi berbaju ungu dengan nada manja. Pria itu pun tersenyum lalu meninggalkan kamar VIP setelah pakaian yang ia gunakan rapi seperti semula. “Sungguh melelahkan sekali malam ini,” gumam wanita yang masih betah berbaring di atas ranjang. Tidak lama, ponsel yang ia letakan di nakas berdering. “Di mana kamu, Rani?” tanya wanita paruh baya di seberang sana. “Masih di kamar. Kenapa memangnya?” “Keluarlah, cepat. Datang ke ruanganku, sekarang!” titahnya dengan nada tinggi. Wanita yang di panggil Rani pun beranjak dari ranjang dengan malas. “Pasti akan di omelin lagi!” gerutunya dengan memungut pakaian seksinya yang masih berserakan di lantai. Rani keluar dari kamar VIP lalu berjalan ke arah ruangan yang di tuju. Setelah sampai ia pun membuka pintu dan masuk begitu saja. “Ada apa, Mam?” tanya Rani kepada wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Wanita itu memutar kursinya menghadap ke arah Rani yang berdiri dengan menunduk. “Ini bayaran kamu malam ini,” kata wanita itu dengan melemparkan satu amplop cokelat yang berisi uang. “Apa ini tidak salah, Mami?” Rani bertanya sangat polos. “Tentu saja tidak. Itu untukmu, Rani. Karena jasamu semakin hari semakin bagus. Pertahankan, jika kamu tetap ingin berpenghasilan besar,” ucap Mami Vega dengan senyuman yang lebar. Rani mengangguk. “Siap, Mami. Apa aku boleh pulang sekarang?” “Tent—,” jeda Mami Vega saat pintu ruangannya terbuka. “Ada apa, Lukas?” tanya Mami dingin. “Nyonya, ada dua pria yang ingin menyewa jasa di sini. Yang satu sudah menemukan wanita pilihannya. Namun, yang satunya belum ada yang cocok. Padahal sudah 8 wanita yang saya kenalkan ke pria itu,” terang Lukas menunduk. “Kriteria apa yang dia minta?” tanya Mami Vega dingin. “Kurang tahu, Nyonya,” jawab Lukas menggeleng. Vega tampak geram, membuat ia beranjak dari kursi untuk bertanya langsung kepada pria yang ingin menyewa jasa di tempatnya. “Tunjuk, kamar berapa dia berada,” ucapnya kepada Lukas secara dingin. “Hei, Rani. Kamu ikut saya!” titahnya lalu melangkah keluar dai ruangan. Rani terkejut saat dirinya diajak untuk ikut bersamanya. Padahal ia sudah senang akan pulang lebih awal. “Astaga! Apalagi ini!” gumamnya kesal. Sesampainya di kamar VIP nomor 7. Vega masuk bersamaan dengan Lukas dan juga Rani. “Selamat malam, Tuan. Boleh saya tahu wanita seperti apa yang Anda cari?” tanya Vega tanpa basa basi. Pria itu mendongak ke arah wanita paruh baya yang berdandan begitu menor dan juga glamor. Lalu kedua netranya melihat ke arah pria yang tadi menawarkan beberapa wanita dan juga wanita yang terdiam berdiri di dekat pintu. “Saya mau dia,” tunjuknya ke arah Rani. Vega pun menyunggingkan bibirnya lebar. “Tentu, Tuan. Rani ke sini,” panggilnya lembut. Rani mau tak mau mendekat ke arah dua orang itu. “Kenalkan ini Rani. Dia wanita spesial di sini, jika Anda ingin bersamanya. Harga dia cukup mahal,” terang Vega memancing pria di hadapannya itu. “100 juta?” Vega membelalak saat pria itu menawarkan harga sendiri. “Iya, Tentu. Kalau Anda sanggup?” Rani menggeleng pelan. “Mami itu ter—,” “Diam kamu! biar ini urusanku,” sela Vega berbisik dengan menatap Rani secara tajam. Rani pun hanya bisa mendengkus kesal tanpa membantah. “Terima kasih, Tuan. Semoga malam ini Anda puas, dan bahagia,” kata Vega setelah mengambil cek yang sudah di tanda tangani oleh pria itu. Vega mendekat ke arah Rani sebelum melangkah keluar. Lalu berbisik, “Berikan dia yang terbaik, kalau sampai dia tidak puas. Kamu bakal tahu akibatnya!” ancamnya lalu melangkah ke arah pintu keluar, diikuti oleh Lukas di belakangnya. Kini di kamar VIP nomor 7, tinggallah Rani seorang diri bersama pria paruh baya yang duduk sembari memandangnya. Meski usia pria itu sudah matang, tetapi ketampanannya masih sangat terlihat bak anak muda. “Siapa namamu?” tanya Pria itu kepada Rani yang menunduk. “Cantika Putri Maharani, panggil saja Rani,” jawabnya dengan memosisikan duduknya sebaik mungkin. “Nama yang cantik. Baiklah saya tidak suka berbasa basi, jadi kita langsung saja—,” jeda pria itu karena Rani tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Pria itu pun dibuat salah tingkah oleh sikap Rani yang langsung agresif. Saat Rani hendak mencium ke arah bibir. Pria itu langsung mendorong Rani agar menjauh. “Tolong jangan seperti ini!” kata Pria itu dengan merapikan jasnya seperti semula. Rani tentu saja terkejut. “Apa maksudnya?” “Duduklah, aku ingin menawarkan sesuatu untukmu,” sahut pria itu membuat Rani semakin tak mengerti. Rani pun menurut duduk di tempat semula. Kedua tangannya sengaja ia melipat di atas kedua d**anya. “Aku butuh seorang anak. Apa kamu bersedia memberikan aku anak?” “Anak?” Pria itu mengangguk. Rani tertawa kencang kali ini. “Tuan, aku di sini hanya memberikan kenikmatan, bukan memberikan anak!” ujarnya terheran. “Aku tahu, tetapi di sini aku membutuhkan anak. Akan aku bayar selama kamu mau mengandung anakku,” ucap pria lagi. “Mengandung?” Membayangkan saja Rani sudah tidak sanggup. “Aku tidak mau,” tolak Rani. “Aku bayar 1 Milyar,” kata Pria itu memberi tawaran. Rani membelalak saat mendengar nominal itu. “Apa? 1 Milyar?” Sungguh tidak bisa membayangkan mendapat 1 Milyar hanya dalam semalam. Namun, Rani teringat perkataan pria itu yakni harus mengandung anaknya. Rani pun kembali menggeleng. “Aku tetap tidak mau, Tuan. Maaf, aku bukan pabrik anak! Kenapa tidak meminta saja ke istri Anda?” Rani bertanya sinis. Pria itu terdiam. Lalu menghembuskan napasnya secara pelan dan berkata, “Istriku tidak bisa hamil,” jawabnya lirih. Rani tetap acuh tak mendengarkan. “Sekarang mau Anda apa, Tuan? Aku sudah tidak ada waktu, aku lelah, aku butuh istirahat,” gerutunya kesal. “Aku ingin kamu memberikan aku anak. Hanya itu saja, setelah kamu menyetujui, kamu bebas mau melakukan apa pun,” ucap Pria itu tetap kekeh. Rani pun mendengkus. “Maaf, aku ti—,” “Akan aku beri 2 Milyar untukmu. Bagaimana?” sela Pria itu lagi. Jujur saja, Rani sangat terkejut mendapat tawaran lebih tinggi lagi. Di sisi lain hatinya menjadi bimbang, antara mau menerima atau tidak. “Hanya anak? Apakah setelah anak itu lahir, aku bisa bebas?” tanya Rani serius. Pria itu mengangguk. “Tentu saja.” Rani semakin galau saat ini. Namun, tawaran 2 Milyar untuknya sangat menggiurkan. Apalagi dia masih menanggung hutang kedua orang tuanya ratusan juta. Tanpa berpikir panjang. Rani mengulurkan tangan kanannya ke hadapan pria itu. “Aku terima tawaran Anda, Tuan. Aku mau mengandung anakmu!” Pria itu mengukir bibirnya lebar. “Ini kartu namaku. Temui aku di hotel Golden Star, besok jam 7 malam,” ucapnya dengan memberikan satu kertas kecil berwarna hitam dan koper kecil berwarna silver. “Lalu ini uang untukmu karena sudah menerima tawaranku,” sambung pria itu. Rani memasukkan kartu nama itu ke dalam tas kecilnya. Ia lebih tertarik dengan isi koper berwarna silver. Setelah membukanya, kedua matanya langsung menghijau melihat banyak lembaran uang berwarna merah dan biru. “Oh, my good. Aku kaya raya!” gumamnya lirih. “Ingat, Nona. Jangan lupa besok malam. Persiapkan dirimu, karena kita akan menikah,” kata pria itu lalu beranjak dan meninggalkan kamar VIP. “Apa? Menikah?”Satu minggu kemudian. Semenjak kejadian tidur bersama waktu lalu. Sikap Galvin kini tampak begitu berbeda sekali. Sikap perhatiannya semakin diperlihatkan untuk Rani, meski Siska berada di sisinya. Tentu saja kecemburuan yang Siska lihat membuat perasaannya kacau balau. Hal itu membuat dirinya semakin yakin untuk melancarkan rencana yang sudah ia susun bersama Marshel waktu itu. “Tidak perlu, Mas. Ini saja sudah cukup, kok,” tolak Rani saat Galvin dengan perhatiannya mengambilkan lauk untuk istri keduanya itu. “Sedikit saja, ikan salmon ini bagus lho buat kandungan kamu. Jangan ditolak, ya, ini perintah dari ayah si jabang bayi,” kekeuh Galvin. Siska yang berada di sampingnya hanya menaikkan bibir kanannya sebagai tanda tak suka. “Baik, Mas. Terima kasih,” ucap Rani akhirnya mengalah untuk menerima saja. Karena ia paham Galvin perhatian hanya ingin bayi yang ia kandung terjamin gizinya dari apa yang ia makan. “Oh, ya, Ran. Kalau nanti sore tidak sibuk. Rencananya aku mau n
“Aku tidak suka, kalo kamu pergi tanpa seizinku, Rani!” pekik Galvin emosi. “Tapi, Mas ....” Rani hendak bicara, namun tanpa diduga bibirnya kini dilumat oleh Galvin hingga ia hampir kehabisan oksigen. Dia mendorong tubuh Galvin dengan keras. Hingga membuat tubuh suaminya itu terpental jatuh di atas ranjangnya. “Kenapa kamu sekasar ini, Mas? Apa salahku!” gertaknya tak terima. Galvin mendengkus. “Karena ini hukuman yang pantas untukmu, Rani!” sangkalnya menatap dingin. Rani menggeleng cepat. Ia lalu meninggalkan suaminya dengan masuk ke kamar mandi, tidak lupa juga menguncinya dari dalam. Setelah itu ia tatap wajahnya yang cukup berantakan. Lipstik yang ia pakai juga sudah belepotan ke mana-mana. Air matanya tak bisa ditahan lagi. Ia menghapus jejak air matanya yang berulang kali keluar. “Hanya karena pulang bersama mas Haris. Mas Galvin sampai semarah itu,” desisnya tak habis pikir. *** Setelah hampir dua jam lebih berada di dalam kamar mandi. Kini Rani keluar s
Kalisa menarik lengan mantan kekasihnya hingga dia berbalik ke hadapannya. Suara tamparan keras pun terdengar saat tangan mungil Kalisa mendarat ke pipi kiri mantannya itu. “Beraninya lo jalan sama wanita lain, sedangkan hutang lo aja belum dibayar!” cecarnya emosi. Marshel Gunawan, mantan kekasih dari Kalisa memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan dari mantan kekasihnya itu. Ia mendengkus kesal kali ini. “Gue akan balikin secepatnya!” desisnya meninggi. “Kalau lo tetap memaksa, gue bisa aja sebarin rahasia kita!” ancamnya membuat wajah Kalisa yang kesal langsung melunak. “Jangan cuman berani mengancam saja, ya, Shel!” pekik Kalisa. Ia juga menatap ke wanita di samping Marshel dengan penuh amarah. “Sebelum lo jadi mangsa selanjutnya, lebih baik putusin dia, carilah yang lebih baik darinya!” tuduhnya membuat si wanita itu menunduk takut.“Jaga bicaramu, Lisa!” geram Marshel mendorong tubuh Kalisa hingga terhuyung ke arah lantai. Untung saja, Marko dengan sigap men
Beberapa hari kemudian. Setelah dinyatakan hamil, keadaan Rani cukup berbeda. Bukan hanya Galvin yang selalu mengkhawatirkan dirinya, tetapi sekarang Helena bersikap yang sama. Rani begitu bahagia diperlakukan sebaik itu oleh ibu mertuanya. Dari pakaian dan juga makanan, Helena sangat antusias menyiapkan semuanya untuk Rani. Tentu saja, hal itu membuat Siska semakin cemburu atas sikap Helena pada istri kedua suaminya. Rani seperti biasa setiap pagi ia kan menyirami tanaman di kebun samping rumah milik suaminya. Semenjak hamil, ia menjadi menyukai tanaman. “Bisa nggak, hamil jangan bikin manja atau caper ke semua orang! Jijik tahu nggak lihatnya!” desis Siska yang tiba-tiba berdiri di samping Rani. Rani memutar tubuhnya ke arah samping. Ia tatap wajah istri pertama suaminya dengan membuang napas secara pelan. “Siapa yang manja?” tanya Rani dengan kembali fokus ke arah tanaman. “Kamu tuh, ya!” geram Siska kesal. Tangannya yang terangkat seketika ia hempaskan secara kasar.
Rani di antar oleh Helena dan Frans sampai di kediaman Galvin. Meski wajahnya terlihat murung dan lesu, tetapi Rani harus menunjukkan senyum lebarnya kepada kedua orang tua suaminya. “Kamu istirahat saja di kamar, jangan terlalu banyak beraktivitas. Kalo perlu sesuatu panggil saja bi Inah. Dia yang akan ku suruh untuk menjagamu setiap saat,” titah Helena saat sudah masuk ke dalam rumah putranya. Bi Inah sendiri adalah pelayan kepercayaannya yang sengaja ia datangkan langsung dari rumahnya. Karena ini menyangkut cucu kesayangannya. Membuat Helena enggan mencari orang baru, ia belum sepenuhnya percaya kepada orang baru bahkan pembantu baru yang bekerja di rumah putranya saat ini. “Terima kasih, Bu. Ini suatu kehormatan untukku,” kata Rani tersenyum trenyuh. Helena seketika menggeleng. “Tidak perlu berkata seperti, Rani. Kamu sudah saya anggap seperti anakku, yang terpenting cucuku nantinya bisa lahir dengan sehat,” sahutnya lagi. Rani hanya tersenyum tak menjawab. Ia rasanya s
Satu jam pun berlalu. Keluarga Galvin dan istri pertamanya kini telah sampai di rumah sakit. Helena langsung memeluk Rani saat sudah berada di dalam ruang IGD. “Sayang, terima kasih untuk kehamilanmu,” ucapnya dengan lembut. “Iya, Bu. Terima kasih,” jawab Rani terharu. Frans juga mengucapkan selamat, di belakangnya kini tinggal Siska yang masih terdiam berdiri sembari menatap ke arah istri kedua suaminya. “Selamat, Rani. Jaga dirimu baik-baik selama 9 bulan,” kata Siska setelah mengurai pelukannya. “Terima kasih, Mbak,” sahut Rani tersenyum. Rani sedikit senang dengan ucapan Siska yang menurutnya enak di dengar. Entah ini hanya karena ada kedua mertuanya dia bersikap baik, atau memang senang mendengar atas kehamilannya. “Bu, kata Dokter, Rani sudah diperbolehkan pulang sekarang,” ucap Galvin saat masuk ke dalam ruangan. Saat orang tuanya datang. Dia memang dipanggil oleh suster untuk menemui sang dokter. “Syukurlah, hayo, Rani. Ibu dan ayah akan mengantarmu. Biar Siska
Bibir Rani seketika sulit terucap mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Galvin. “M-as!” sapa Rani gugup. “Jawab, ucapanku Rani! Siapa dia?” bentak Galvin terbawa emosi. Marko yang mendengar bentakan Galvin tidak terima, meski ia dulunya kasar kepada Rani. Melihat Rani diperlakukan seperti itu hatinya terasa sakit. “Aku Marko, kerabat Rani.” Marko akhirnya yang menjawab. Sebab, Rani masih saja terdiam.“Aku tidak bertanya kepadamu!” hardik Galvin menatap ke arah Marko. “Jawab, Rani! Siapa dia?” ulangnya geram. “Marko benar, Mas. Dia kerabatku, lebih tepatnya saudara dari ibu.” Rani berkata jujur. Kedua matanya yang mengembun kini menetes dengan menatap ke arah wajah Galvin yang memerah. “Kita pulang sekarang!” ajak Galvin dengan menarik lengan kanan Rani secara kasar. Namun, tangan kiri Rani ditahan oleh Marko. “Jangan bersikap kasar kepadanya!” tekan Marko tak terima. Rani pun menengok ke arah belakang di mana Marko berada. Ia seperti salah mendengar ucapan yang dika
Kalisa yang melihat Rani di depan pintu kamarnya seketika langsung tak sadarkan diri. Hal itu membuat Rani semakin panik, dengan cepat pula ia menghampiri ranjang sahabatnya mencoba membangunkan. “Kalisa! Bangun, Sa!” teriak Rani dengan kencang. Namun, suara Rani tetap tak bisa membangunkan keadaan Kalisa yang terpejam. Rani bingung harus menghubungi siapa karena di sini tak mempunyai kerabat selain Galvin. Terbesit dalam benak Rani nama Marko di pikirannya. Tanpa menunggu lama, ia langsung mencari nomor pria itu di ponselnya. Lalu menghubungi untuk ke apartemen Kalisa. “Baik, aku akan ke sama sekarang!” jawaban Marko membuat hati kecil Rani lega.“Terima kasih, Marko.” Ucapan Rani untuk pertama kali kepada Marko. Karena sedari dulu hanya umpatan yang sering ia keluarkan kepada Marko si penagih hutang. Rani pun turun dari ranjang Kalisa. Ia akan mencari sesuatu yang akan menjadi bukti nanti. Setelah mencari ke seluruh kamar sahabatnya. Tidak ada satu pun benda yang mencurig
Satu minggu kemudian. Hampir satu bulan Rani menyandang status sebagai seorang istri. Meski hanya sebagai istri kedua, tetapi Rani merasa kehidupannya mulai berubah. Ia pun kini tidak perlu lagi bersusah payah mencari selembar uang untuk menghidupi kesehariannya. Sebab, kini semua kebutuhan sudah tercukupi. Di pagi ini dengan suasana yang cerah. Rani disibukkan oleh beberapa tanaman bunga yang sengaja ia tanam. Meski tidak mendapat persetujuan dari istri pertama suaminya. Namun, untung saja Galvin sebagai sang suami tetap mengizinkan. Hal itu membuat Rani merasa senang oleh sikap Galvin yang semakin hari semakin perhatian. Disaat fokus menyirami, Rani sampai tidak tahu jika Siska kini berada di belakangnya sembari melipat kedua tangan di d*danya. “Setelah selesai, beresin seluruh rumah. Aku hari ini ada acara sampai sore,” titah Siska. Rani terkejut mendengar perintah dari istri pertama suaminya. Sebab, Galvin pernah bicara jika hari ini akan kedatangan pembantu untuk me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments