Share

Istri Kedua Suamiku
Istri Kedua Suamiku
Penulis: Rini Annisa

Pengakuan

"Nur, buka pintunya!" 

Ketukan pintu depan terdengar di saat wanita yang bergelar istri itu sedang beribadah. Setelah salam, gegas dia turun ke lantai bawah. Hatinya bertanya-tanya siapa yang datang pada siang hari terik seperti ini. 

"Mas?" 

Tatapan kaget Nuraini menyambut suaminya di depan pintu terpampang jelas. Namun, bukan saja waktunya yang tidak biasa lelaki itu pulang kerja.  Melainkan dengan sosok wanita di belakang suaminya itu. 

Tanpa peduli dengan keheranan istrinya, Fahri langsung masuk begitu saja dengan menggenggam tangan wanita yang dibawanya. Lalu mereka duduk di sofa ruang tamu. 

Nuraini yang masih belum mengerti siapa wanita yang datang bersama Fahri pun tetap bersabar. Diambilnya dua gelas air minum seperti yang biasa ia lakukan kala suaminya pulang kerja. 

"Minum airnya, Mas, Mbak!" pinta Nuraini. 

Netranya menatap wanita di samping Fahri dengan penuh tanda tanya. Pandangannya lalu beralih pada tangan keduanya yang saling menggenggam erat. Jauh di lubuk hati Nuraini ada sebuah luka tersayat, sakit tapi tak berdarah. 

Wanita berhijab itu pun menatap suaminya yang juga tengah memperhatikan tingkah istrinya. Lelaki itu berpikir istrinya akan mengamuk setelah melihatnya bersama wanita lain. Namun, Nuraini tetap bersikap tenang dan sabar seperti biasa. 

"Dia adalah istri kedua, Mas," ucap Fahri seraya melirik ke samping. "Namanya Melisa," sambungnya lagi. 

Melisa tersenyum mengulurkan tangannya pada kakak madunya. Nuraini yang masih terbengong tidak menyambutnya, hati wanita itu bagai tersambar petir. Di siang bolong tanpa pemberitahuan sebelumnya, tanpa curiga akan kesetiaan Fahri. Suaminya malah mengatakan hal di luar dugaan. 

"Kenapa, Mas? Apa aku ada salah? Katakan apa salahku biar aku perbaiki," ucap Nuraini serak menuntut jawaban. Bagaimanapun hatinya terluka walau sesabar apa dirinya. 

"Kamu nggak salah, tapi Mas mencintai Melisa. Oleh karena itu Mas menikahinya tanpa sepengetahuanmu," jawab Fahri membawa tangan Melisa di atas pahanya. 

"Sejak kapan, Mas?" tanya Nuraini lagi. Napasnya terdengar memburu. Sulit mendamaikan hati disaat seperti ini. Bagai dihantam batu besar dadanya begitu sesak. 

"Sejak dua bulan yang lalu dan kini Melisa sedang hamil." 

Runtuh sudah pertahanan Nuraini, air matanya tumpah ruah. Kabar pernikahan suaminya saja sudah membuat dia shock ditambah kini wanita kedua suaminya itu sudah mengandung benih cinta mereka. 

"Maaf, Mas nggak memberitahumu sebelumnya karena Mas tau kamu akan menolak. Dan Mas juga nggak perlu ijin kamu karena laki-laki boleh memiliki istri lebih. Mas lakukan ini juga karena ingin mempunyai keturunan. Pewaris yang akan membanggakan kita kelak," ucap Fahri senang. 

Kita? Kamu paling Mas yang bangga, mana mungkin aku bangga kalo itu bukan anakku, batin Nuraini sesak. 

"Mbak, kamu tenang aja. Walaupun Mas Fahri menikahiku tapi aku nggak menyuruhnya menceraikan Mbak. Kita bisa hidup akur, nanti anakku juga anak Mbak," timpal Melisa yang disetujui Fahri. 

Mudah sekali wanita ini bicara. Apa dia tidak merasakan betapa sakitnya dikhianati suami sendiri yang tiba-tiba membawa pulang wanita lain yang sudah berisi pula, batin Nuraini lagi menatap tajam Melisa.  

Nuraini menggeleng tidak habis pikir, kenapa suaminya begitu kejam mengkhianati pernikahan mereka dengan dalih ingin punya ahli waris. Bukankah rumah tangga mereka baru berjalan tiga tahun. Ya selama itu pula Nuraini belum hamil tapi dia sudah berusaha berobat dan konsultasi pada dokter yang berbeda. 

Lain dengan Fahri, dengan alasan sibuk dia selalu menolak ajakan istrinya untuk berobat. Lama kelamaan Nuraini pun mengira Fahri tidak terlalu mementingkan anak. Apalagi tidak pernah keluar dari mulutnya keluhan tentang anak. 

Tapi kini, kenapa suaminya berubah pikiran. Tidak tanggung-tanggung menikahi wanita lain demi ingin punya keturunan. Cinta? Lalu apakah dengan dirinya Fahri tidak cinta. 

"Bagaimana, kamu mau 'kan menerima Melisa sebagai adik madu? Mas janji akan berlaku adil diantara kalian," janji Fahri manis. 

"Beri aku waktu untuk berpikir, Mas! Tunggu tiga puluh menit saja," ucap Nuraini beranjak dari duduknya lalu menuju kamar. 

Tiba di kamar, wanita itu membenamkan wajahnya ke dalam bantal. Menangis sepuasnya untuk meluapkan rasa kecewa, sedih dan sakit hatinya. Suara isakannya begitu menyayat bagi yang bisa  mendengarnya. 

Nuraini tidak yakin dengan janji suaminya. Untuk menikah lagi saja Fahri tidak memberitahunya apalagi soal berlaku adil. Tapi, sedikit banyak dia sudah pernah mendengar berbagai ceramah ustad bahwa wanita yang ikhlas dipoligami maka surga akan didapatnya. 

Bagi wanita berhijab coklat itu sulit menerima poligami karena dia belum siap atau belum ada ilmu untuk mengamalkannya. Sebuah perang berkecamuk dalam pikirannya. Dilema, haruskah dia memilih berpisah atau dimadu. 

Akhirnya dengan pertimbangan matang, Nuraini merasa mantap. Dihapus air matanya yang masih tersisa kemudian mencuci wajahnya agar sembab yang terbentuk di matanya hilang. Sekali lagi dia menatap cermin, setelah yakin wajahnya normal sambil menghembus napas dia pun membuka pintu. 

Fahri dan Melisa mendongak ke atas kala terdengar pintu terbuka. Keduanya melihat Nuraini menuruni tangga dengan santai. Tidak terlihat raut sedih di wajahnya. Fahri pun mengira istrinya akan setuju dengan pernikahan keduanya. 

Turun dari tangga, Nuraini langsung ke dapur mengambil minum dan membawanya ke depan. Kemudian duduk di hadapan dua insan yang tengah menunggu keputusannya. Diteguknya air di gelas sampai habis, sungguh tenggorokannya terasa kering setelah menangis tadi. 

Fahri dan Melisa sudah tak sabar, selagi Nuraini di kamar tadi keduanya saling berciuman. Mencuri kesempatan untuk menyalurkan hasrat mereka. Sungguh seorang suami yang tidak berakhlak, disaat istri pertama berjuang menetapkan keputusan hatinya, dia malah bersenang-senang dengan istri keduanya. 

"Mas, sebenarnya hatiku kecewa. Dulu, setiap diajak berobat Mas selalu menolak dan juga Mas nggak menuntut dariku seorang anak. Kini, walaupun aku nggak tau apakah Mas jujur atau berbohong hanya demi anak rela menduakan aku," keluh Nuraini menumpahkan isi hatinya. 

"Dulu, Mas pikir hanya kita berdua saja cukup bahagia jadi Mas nggak ingin menyusahkan kamu dengan anak. Makanya Mas nggak terlalu pusing. Akan tetapi, setelah bertemu Melisa entah kenapa Mas begitu mendambakan anak. Apalagi setelah tau Melisa hamil, Mas begitu bahagia." 

Perkataan Fahri bagai duri menusuk hati Nuraini, kenapa suaminya mendambakan anak dari wanita lain bukan darinya. Apakah selama ini tidak ada arti dirinya sedikitpun dalam hati Fahri. 

Nuraini menggigit bibirnya menahan agar air matanya tidak jatuh. Dia tidak ingin menampakan kesedihan lagi di depan suaminya. Nuraini ingin kembali menjadi pribadi yang sabar dan lembut. 

"Baiklah, Mas! Aku menerima Melisa sebagai adik madu, tapi dengan satu syarat," ucap Nuraini yang akhirnya ditunggu-tunggu keduanya. 

Mata Melisa berbinar mendengar persetujuan dari mulut madunya. Rasanya dia tidak sabar untuk menjadi nyonya Fahri. Dipikirnya akan susah untuk mendapat gelar itu karena rintangan terbesar adalah istri pertama suaminya. 

"Apa syaratnya?" tanya Fahri tak sabar. Dirinya juga sangat bahagia Nuraini bisa menerima Melisa dan calon anaknya. 

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status