Share

Maafkan Aku

Setelah mengenakkan pakaiannya, Neya bergegas keluar dari gubug, sinar hangat mentari telah menerpa, sebentar lagi, para pekerja perkebunan pasti mulai berdatangan ke kebun teh tersebut. Neya hanya bisa berharap, hidupnya ke depan, akan baik-baik saja, meskipun nyatanya pasti tidak mudah menjalani hidup dengan diselimuti rasa trauma, dan dia yakin, hal itu tidak akan hilang begitu saja, bahkan mungkin saja menyita seumur hidupnya.

Hal yang paling menyakitkan saat ini, Neya merasa hidupnya sudah hancur dan kehilangan masa depan dengan situasi yang dialami. Dalam benaknya, mana ada laki-laki yang mau menerima keadaannya, seorang gadis miskin yang telah kehilangan kehormatannya.

Neya berjalan menuju ke rumahnya, seraya menahan rasa sakit pada bagian inti tubuhnya, dia bahkan tak sanggup mengayuh sepeda itu dan memilih berjalan sambil menuntun sepedanya. Neya tampak sesekali meringis. Apa lagi, jalan yang dilaluinya adalah jalanan terjal berbatu, rasa nyeri seakan mengiringi langkahnya.

Tak berapa lama, gadis itu pun sudah sampai di sebuah rumah mungil berdinding kayu, saat Neya membuka pintu rumah itu, tampak sosok wanita paruh baya menyambutnya dengan raut wajah penuh kecemasan.

"Neya ... "

Neya menarik kedua sudut bibirnya, seraya mendekat pada wanita paruh baya itu. "Maaf Neya baru pulang Bu, tadi malam hujannya deras sekali. Jadi, aku terpaksa menginap di rumah salah seorang temanku."

Mendengar penjelasan Neya, wanita paruh baya bernama Lastri itu pun tampak mengerutkan keningnya, menyiratkan rasa tidak percaya pada perkataan putrinya.

"Kamu lagi nggak bohong sama ibu kan, Ney?"

Neya menggeleng pelan, disertai perasaan cemas sekaligus takut jika ibunya tahu musibah yang menimpanya. "Nggak Bu, Neya nggak bohong kok."

"Tapi, kenapa penampilan kamu berantakan sekali?" sahut Lastri, masih disertai dengan tatapan penuh tanda tanya, tentunya dia merasakan kejanggalan dengan penampilan Neya. Kemeja yang dia kenakan, tampak begitu kotor, dan juga ada robekan di bagian depannya.

"Oh, ini karena kemarin Neya sempat terpeleset waktu ambil sepeda di parkiran, Bu."

"Terpeleset? Tapi kamu nggak apa-apa, 'kan? Badan kamu ada yang lecet nggak? Emh, atau ada yang terkilir?" Neya menggeleng perlahan, disertai segurat senyum di bibir tipisnya.

"Nggak Bu, nggak ada yang lecet kok, cuma baju Neya kotor, terus ada yang robek jadinya salah satu teman Neya nawarin buat tidur di rumahnya. Lagi pula, Ibu kan tahu Neya paling nggak tahan sama cuaca dingin, Neya bisa langsung sakit kalo kena hujan. Maaf kalo sudah bikin Ibu cemas. Neya sebenarnya pengin hubungi ibu, tapi ibu nggak pegang ponsel. Mau titip pesen ke Bu Rodiyah, tadi malem hujan, nggak enak repotin pas lagi ujan kaya tadi malem."

Lastri pun menganggukkan kepalanya, seolah mengerti kondisi putrinya, sekaligus merasa lega jika Neya baik-baik saja. "Ya udah nggak apa-apa, sekarang kamu bersihin badan kamu dulu ya, terus sarapan, habis itu baru istirahat. Kamu masuk shif sore lagi, 'kan?"

"Iya Bu, Neya masuk kamar dulu,"sahut Neya, lalu masuk ke dalam kamarnya.

Setelah pintu kamar itu tertutup, Neya bersandar pada pintu, lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai begitu saja, dan menangis sejadi-jadinya. Tubuh kurus itu, seolah sudah tak sanggup menahan beban yang dialaminya saat ini, berpura-pura tersenyum seolah hidupnya baik-baik saja, mana kala dirinya begitu hancur dan menahan luka, memang terasa begitu melelahkan, karena kepura-puraan yang harus dia lakukan terasa sangat menyakitkan.

"Maafkan aku, Bu. Aku sudah kotor."

***

Sementara itu, di dalam sebuah mobil mewah yang saat ini menyusuri padatnya lalu lintas ibu kota, seorang laki-laki, tampak mengendarai mobilnya dengan perasaan yang begitu berkecamuk setelah mengalami kejadian tak terduga yang membuat dirinya merenggut kesucian seorang gadis tadi malam.

Mungkin, hal itu tidak terlalu menggangu ketenangan hidupnya jika saat ini statusnya bukanlah seorang laki-laki beristri. Akan tetapi, saat ini dia sudah memiliki seorang istri yang sangat dicintainya. Dan tentunya, dia tidak ingin kehilangan istrinya tersebut.

Di sisi lain, dia juga merasa harus bertanggung jawab pada gadis yang dia renggut kesuciannya itu, rasa bersalah begitu menyelimuti hatinya, dia pun menyadari jika perbuatan bejadnya telah menghancurkan masa depan gadis tersebut. Dan sialnya, tadi malam, dia seakan sudah kehilangan kewarasannya, dan hanya dipenuhi hawa nafsu saja.

Entah mengapa, tubuhnya terasa begitu panas, inti tubuhnya bergejolak, tak sanggup menahan hasrat yang harus dia tumpahkan. Akal sehatnya, seakan sudah hilang saat melihat kemolekan gadis polos yang sedang berteduh di sebuah gubug. Logika dan hatinya mengatakan tidak, akan tetapi tidak dengan hasrat dan gejolak tubuhnya yang terus menuntut untuk dipuaskan hingga membuatnya gelap mata, dan merenggut kesucian gadis tak berdosa itu.

Laki-laki tampan tersebut memijit pelipisnya, otot-otot halus tampak menonjol di pelipis itu, menandakan jika saat ini dia sedang berpikir keras, sesekali dia memukul kepalanya sendiri, pikirannya begitu kacau. Suasana dan atmosfer di dalam mobil ber-AC itu, bahkan terasa begitu panas, seperti hatinya yang membara.

"Kenapa aku bodoh sekali! Lantas, bagaimana keadaan gadis itu sekarang? Tadi aku meninggalkannya untuk membelikan makanan, tapi saat aku kembali dia ternyata sudah pergi. Sial! Aku harus mencari tahu siapa gadis itu sebenarnya!"

Kondisi jalanan yang macet, membuat laki-laki itu menghentikan mobilnya, gegas dia mengambil ponsel di sakunya, lalu mengutak-atik ponsel itu untuk menghubungi anak buahnya.

[Cepat temukan gadis yang kemungkinan tinggal di desa yang kemarin aku kunjungi, kemungkinan dia bekerja di sebuah mini market dengan logo tiga bintang!] perintahnya seraya mengingat kemeja yang dikenakan gadis tersebut saat dia membuka kemejanya hingga terkoyak.

[Baik bos.] sahut sebuah suara di ujung sambungan telepon. Detik selanjutnya, dia pun menutup teleponnya, lalu melajukan kembali mobilnya manakala kemacetan itu sudah mulai terurai.

Tak berapa lama, mobil tersebut pun sudah sampai di sebuah mansion mewah. Atensi laki-laki itu tertuju pada seorang wanita cantik, berwajah layaknya barbie sedang duduk di taman yang ada di depan mansion tersebut sambil memainkan ponselnya. Menyadari sebuah mobil yang baru saja datang, bibir wanita cantik itu pun melengkung.

Gegas, dia bangkit lalu berlari kecil dan menghambur pada laki-laki yang baru saja turun dari mobil miliknya. "Mas kok pulangnya cepet sih? Katanya kamu mau seminggu di sana?"

Laki-laki itu terdiam, bingung harus menjawab apa, dia hanya menatap wanita yang sedang memeluknya itu dengan tatapan datar. "Mas! Mas Elvan, kok malah diem sih? Kamu sakit?"

Elvan pun menggeleng perlahan, seraya membelai wajah istrinya. "Aku nggak sakit kok."

"Terus kenapa tiba-tiba kamu pulang tanpa kasih tau aku? Urusan kamu udah selesai? Atau, kamu mau kasih aku kejutan?"

Elvan tak mampu menjawab, dia kemudian memeluk tubuh istrinya itu dengan begitu erat, seolah ingin melupakan rasa yang berkecamuk di dada.

"Maafkan aku, Aileen."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status