Home / Romansa / Istri Kedua Tuan Elvan / Malaikat Pencabut Nyawa

Share

Malaikat Pencabut Nyawa

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2023-09-13 18:07:05

Sayup-sayup, Neya mendengar suara seorang pria yang memanggilnya. Sebenarnya, ada rasa terkejut di dalam hantinya karena di ibu kota ini, Neya tidak mengenal siapa pun. Setelah diusir oleh Lastri, berbekal uang yang dimilikinya, Neya memutuskan merantau ke ibu kota. Dalam benak Neya, di kota metropolitan itu, setidaknya dia memiliki harapan untuk mencari pekerjaan dan bertahan hidup, sekaligus membuka lembaran baru. Neya tak bisa terus tinggal di desa, bagi Neya itu sama saja mencoreng nama ibunya, dan gadis itu tidak mau membuat orang tuanya merasa malu atas aib yang dia tanggung.

Di bawah guyuran hujan yang turun dengan derasnya, sebisa mungkin Neya ingin menajamkan penglihatan, mencoba mencari jawaban siapa laki-laki yang memanggilnya. Akan tetapi, rasa lapar sekaligus lelah membuat gadis itu merasa tidak berdaya. Perlahan Neya menutup matanya, tubuh lemasnya sudah tak mampu lagi bertahan dalam kesadaran.

Sementara itu, melihat Neya yang mulai tak sadarkan diri, laki-laki yang hampir saja menabrak Neya, kini terlihat panik. Gegas dia mengangkat tubuh ringkih itu masuk ke dalam mobilnya.

"Kita ke rumah sakit terdekat!" Sopir pribadi laki-laki itu pun mengangguk, menuruti perintah sang majikan, lalu melajukan mobil tersebut, meskipun di dalam hatinya dipenuhi tanda tanya tentang siapa wanita yang dibawa majikannya itu. Bahkan, majikan yang dikenal dengan sikap dinginnya itu, tampaknya sudah mengenal wanita yang ditolongnya. Ralat, wanita lusuh yang baru saja ditolongnya, penampilannya saja sangat kontras dengan penampilan majikannya yaitu, Ausky Elvan Kiandra.

Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat. Hujan yang begitu deras, memang membuat sang sopir tidak bisa melajukan mobil itu terlalu kencang, hingga membuat Elvan semakin merasa cemas jika sesuatu terjadi pada Neya.

Dan sekarang, sudah hampir satu jam lamanya Elvan menunggu di depan ruang emergency. Laki-laki yang sudah mengganti pakaiannya yang basah itu kini tampak duduk, di sampingnya ada beberapa buah paper bag yang baru saja dibawakan oleh anak buahnya berisi pakaian yang akan dia berikan pada Neya saat gadis itu sudah sadarkan diri.

Elvan menghela napas kasar saat merasakan degup jantungnya yang kini berdetak begitu kencang, dadanya bergemuruh manakala kejadian beberapa bulan lalu kembali terlintas dalam benaknya. Dan dia tak tahu, apakah Neya masih mengingatnya atau tidak. Ya, tentu saja Elvan yakin jika Neya pasti mengingat semua kejadian buruk itu, tapi mengingat jika dia yang memerkosanya atau tidak, Elvan tak tahu. Lamunan Elvan tersentak, saat seorang dokter memanggilnya.

"Tuan, apa anda wali atas pasien yang bernama Neya?"

Reflek Elvan bangkit, lalu berdiri di depan dokter itu. "Iya Dokter, bagaimana keadaannya, Dok?"

"Dia hanya butuh istirahat dan asupan makanan yang cukup, apalagi dengan kondisinya saat ini, sebaiknya hindarkan Neya dari hal-hal yang membuatnya stres. Hal itu, tidak baik untuk pertumbuhan janin yang dikandungnya."

"Janin?" lirih Elvan seraya mengerutkan keningnya. Irama degup jantungnya semakin tak beraturan, disertai tubuh yang menegang.

"Iya Tuan, saat ini Neya sedang mengandung."

Elvan terdiam sejenak, kembali mencerna perkataan dokter yang ada di depannya. "Tuan, kandungan Neya baru berusia tiga belas minggu, masih sangat rentan. Jadi, tolong perhatikan kesehatan fisik dan mentalnya."

"Iya Dokter," jawab Elvan tenang, meskipun di dalam hatinya perasaannya begitu berkecamuk.

"Sebentar lagi, Neya akan kami pindahkan ke ruang perawatan. Anda bisa menjaganya sampai dia sadarkan diri. Untuk beberapa hari kedepan, sebaiknya Neya dirawat di rumah sakit ini, agar kami bisa mengontrol kesehatannya."

"Baik Dokter, berikan penanganan terbaik yang ada di rumah sakit ini."

"Baik Tuan, saya permisi dulu."

Elvan mengangguk, seraya menarik kedua sudut bibirnya. "Hamil? Tiga belas minggu? Bukankah itu artinya anak yang ada di dalam kandungan Neya itu anakku?" Rasa haru dan bahagia menyeruak ke dalam dada, meskipun di balik rasa itu juga ada kecemasan tentang nasib rumah tangganya kedepan, karena dalam rumah tangga itu, bukan hanya tentang dirinya dan Aileen lagi, tapi juga ada Neya, dan buah hatinya.

Saat masih sibuk menata hati, dua orang perawat tiba-tiba melewati Elvan sambil mendorong brankar dengan sosok Neya di atasnya. Menyadari jika Neya akan dipindahkan ke ruang perawatan, Elvan pun mengikuti langkah perawat tersebut ke ruang perawatan kelas VVIP seperti yang diminta Elvan saat mengurus administrasi.

"Tuan, mungkin sebentar lagi Nona Neya sadarkan diri. Jika ada keluhan, anda bisa memanggil kami dengan memencet tombol emergency ini."

"Baik suster, terima kasih banyak."

"Sama-sama, Tuan. Kami permisi dulu."

Elvan mendekat ke atas brankar, lalu duduk di kursi yang ada di samping brankar tersebut. Laki-laki itu menatap wajah polos gadis yang masih berusia 19 tahun itu, mengamati setiap lekuk wajahnya dengan tatapan sayu. Wajah putihnya terbilang sangat imut, wajah berbentuk oval dengan hidung yang tidak terlalu mancung dan bulu mata lentik itu, tampak begitu memesona.

"Cukup cantik, masih muda, dan seharusnya masih memiliki masa depan yang cerah. Tapi sialnya, aku sudah merusak masa depan itu, aku merusak masa depan gadis tak berdosa hanya untuk memenuhi nafsuku saja, hingga gadis ini mengandung darah dagingku. Maafkan aku Nrya, seandainya malam itu aku ..."

Elvan tak dapat melanjutkan kata-katanya, hatinya terasa begitu sesak mengingat kejadian saat dia menyetubuhi Neya akibat meminum minuman yang berisi obat perangsang ketika dirinya berada di pesta yang diadakan di salah satu villa dekat perkebunan teh. Netra Elvan beralih pada perut Neya. Jika diamati, perut itu memang terlihat sedikit membuncit. Detik berikutnya, sebuah senyuman terbit di wajah tampan laki-laki itu.

"Anakku ... Anak? Aku tidak sedang bermimpi 'kan, Tuhan?"

Sorot mata sayu di wajah Elvan, berubah teduh, ada kebahagiaan yang membuncah dan sulit diartikan dengan kata-kata. Anak, sebuah mimpi yang terasa begitu sulit dia gapai setelah bertahun-tahun menjalani pernikahan dengan Aileen, dan kini begitu mudahnya hadir atas kesalahan satu malam dengan wanita tak dikenal yang sekarang terbaring lemah di depannya.

Awalnya, Elvan memang mencari keberadaan Neya untuk bertanggung jawab pada gadis itu dengan apa yang telah dia lakukan. Dalam benak Elvan, setidaknya dia bisa memberikan kompensasi dan jaminan hidup yang layak bagi Neya, akan tetapi dia tidak menyangka saat sudah menemukan Neya, gadis itu ternyata sedang mengandung darah dagingnya.

Elvan mengangkat tangannya, hatinya begitu bergejolak saat melihat perut Neya, dia sadar di dalam perut itu ada buah hati yang sangat dinanti dan didambakan olehnya. Akan tetapi, saat jarak tangan itu kian dekat, tiba-tiba perlahan Neya membuka kelopak matanya. Gegas, Elvan pun menarik tangannya.

"Apa aku sudah ada di surga? Kenapa semuanya berwarna putih?" Elvan mengulum senyum mendengar celotehan Neya.

"Kau sudah sadar?" sapa Elvan beberapa saat kemudian setelah Neya tampak mendapatkan kesadarannya. Wanita itu memang terlihat mengamati keberadaannya saat ini, dan sempat mengira jika dia sudah berada di surga.

Mendengar suara bariton rendah yang ada di samping kanannya, Neya pun menoleh, lalu menatap laki-laki tampan yang saat ini duduk di sampingnya.

"Kau sudah sadar?" ulang Elvan kembali.

"Anda siapa? Anda bukan malaikat pencabut nyawa kan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Berdamai Dengan Keadaan

    Tiga Bulan Kemudian ....Luna berdiri di balkon kamar. Netra coklatnya menatap lekat laki-laki yang saat ini tengah berdiri di depan pintu rumah, di bawah temaram cahaya lampu dalam pekatnya malam.Sudah tiga bulan lamanya, Luna tak mau bertemu, dan berbicara pada laki-laki itu. Sejak pertama kali dia sadarkan diri dari kecelakaan yang menimpanya, Luna begitu muak pada Dewa yang telah membuatnya kehilangan janin yang dia kandung.Sudah tiga bulan lamanya pula, Dewa selalu melakukan apapun untuk meminta maaf padanya. Namun, Luna tak peduli. Hatinya sudah begitu sakit, teramat amat sakit. Bahkan, rasa cinta yang menggebu kini telah pupus, berganti amarah yang bergejolak di dalam dada.Sebenarnya sudah dua minggu ini, Dewa tidak datang. Luna pikir, Dewa sudah menyerah, tapi sepertinya tidak. Malam ini, dia kembali datang, masih dengan raut wajah sendunya, dan Luna benci itu.Cahaya temaram lampu memantul di wajahnya yang pucat, menciptakan bayangan-bayangan yang berdansa di ruangan yang

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Jangan Mendekat

    "Neya, Elvan? Kalian di sini?""Iya Tante, kami mengambil hasil test kesehatan Papa yang tertinggal. Dewa, kamu kenapa?" balas Elvan beri menatap Dewa dengan tatapan penuh tanda tanya. Wajah Dewa tampak begitu sendu dan tidak bersahabat.Dewa pun mengangkat wajah, dan melihat Elvan dan Neya yang saat ini berdiri di depannya. Lelaki itu hanya diam, tak menjawab sama sekali. Hanya ada gurat sendu di wajahnya."Luna mengalami kecelakaan, dan bayi yang ada di kandungnya tidak bisa diselamatkan.""Astaga ...." Kedua pasangan suami istri itu, menatap Dewa iba. Elvan kemudian duduk di samping Dewa, dan menepuk bahunya."Semua orang pernah pernah berbuat salah. Kau bahkan pernah menjadi saksi mata kesalahan fatal yang kulakukan, bukan?"Dewa tak menjawab, tapi hati terdalamnya membenarkan perkataan Elvan. "Minta maaflah dengan kesungguhan hatimu. Jika Luna belum bisa memaafkanmu, teruslah berusaha sampai pintu maaf terbuka untukmu."Laki-laki itu pun mengangguk. "Terima kasih, Elvan."Beberap

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Ruang ICU

    "Kami harus segera melakukan operasi, lebih baik Tuan segera mengurus persyaratan administrasinya," sambung dokter tersebut. Dewa pun mengangguk lemah sambil memejamkan mata. Sekuat tenaga dia mencoba menata hati dan kembali pada kewarasannya."Tolong selamatkan istri saya ....""Saya akan berusaha semaksimal mungkin, Tuan."Setelah itu, Luna dikeluarkan dari bilik ruang emergency. Mereka membawanya ke ruang operasi, sedangkan Dewa menunggu di luar ruangan tersebut.Dewa menunggu dengan gelisah. Saat ini, laki-laki itu tampak berjalan mondar-mandir. Sesekali dia mengucapkan doa. Hingga tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang memanggilnya."Dewa ...!" Laki-laki itu pun menoleh, melihat Santi, ibunya yang saat ini sedang berjalan cepat ke arahnya. Dewa memang memberi kabar pada Santi, jika Luna mengalami kecelakaan. Hanya pada Santi saja, karena dia pikir satu-satunya orang yang dia percaya adalah ibu kandungnya sendiri."Bagaimana keadaan Luna?""Untuk saat ini, aku nggak tau, Ma

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Maafkan Aku, Luna

    Mata Dewa mengerjap tatkala mendengar dering ponsel yang berbunyi. Dengan malas, laki-laki itu pun menghela napas, lalu duduk dan mengangkat panggilan tersebut.[Ya halo.] Sejenak, Dewa mengedarkan pandangan dan melihat apartemennya kini tampak begitu rapi. Namun, dia tak memedulikan itu, karena di ujung sambungan telpon, suara wanita yang menelponnya terdengar asing.[Halo, dengan Tuan Dewa?][Ya, benar.][Begini, Tuan. Apa benar Nyonya Luna adalah istri Anda?][Ya, ada apa?][Saya mendapatkan nomer Anda dari ponsel Nyonya Luna. Tadi siang, dia mengalami kecelakaan di Jalan Pahlawan. Sekarang, dia berada di Rumah Sakit Harapan Indah, dan kondisinya saat ini kritis.]Seketika ponsel yang dipegang Dewa pun terlepas begitu saja. Bahkan, tak menghiraukan wanita yang masih berbicara di ujung sambungan telpon. Laki-laki itu justru sibuk dengan pikirannya sendiri."A-apa? Luna ada di Jakarta?" gumam Dewa sembari meneguk saliva dengan kasar."Argh sial ... apa tadi dia bilang? Kecelakaan?Rum

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Waktu Yang Tepat

    Satu Bulan Kemudian ....Singapura 11.00 am ...Luna tampak menyunggingkan senyum manis saat keluar dari sebuah gedung, tapi tiba-tiba saja tubuhnya terasa begitu lunglai. Kepalanya juga terasa berat hingga semuanya menjadi gelap.Entah berapa lama matanya terpejam dalam keadaan tidak sadarkan diri, Luna pun tak tahu. Yang dia tahu saat membuka kelopak matanya, Luna sudah terbaring di atas brankar di dalam sebuah ruangan dengan cat keseluruhan berwarna putih. Detik itu juga, Luna menyadari jika saat ini dia sedang berada di rumah sakit. Saat tengah bergelut untuk kembali pada kesadarannya, tiba-tiba sebuah suara berbariton rendah terdengar di samping Luna."Kau sudah bangun?" sapa suara itu. Luna pun menoleh, dan melihat seorang laki-laki yang wajahnya tidak asing.Melihat Luna yang tampak menautkan kedua alisnya, laki-laki tersebut pun menyadari jika wanita itu pasti terkejut dengan kehadirannya."Maaf, tadi kau pingsan, dan kebetulan aku berada di tempat yang sama denganmu. Jadi, ak

  • Istri Kedua Tuan Elvan   Menyelesaikan Masa Lalu

    Elvan mamasuki sebuah kamar, dan di balkon kamar itu tampak seorang wanita berdiri, menatap halaman mansion dengan tatapan sendu. Dia mengamati setiap sudut mansion sembari mengingat semua kenangannya. Karena mungkin, setelah ini dia tidak akan kembali lagi. 'Jika aku masih bisa menyelipkan kata mungkin, bukankah itu artinya aku masih berharap? Padahal aku sudah tidak sepantasnya berharap apapun,' batin Aileen. Dia kemudian menghela napasnya kasar, seolah ingin menghilangkan rasa sesak di dada."Apa kau sudah siap?" Suara bariton rendah Elvan membuat wanita itu menoleh. Lalu, membalikkan tubuh dan mengangguk."Kita pergi sekarang!" ajak Elvan. Laki-laki itu kemudian memegang koper yang ada di samping tempat tidur. Namun, sebelum dia melangkah tiba-tiba Aileen mencekal tangan Elvan."Tunggu dulu, Mas. Kasih waktu aku buat bicara sebentar sama kamu."Elvan mengernyit. "Bicara tentang apa, Aileen? Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak ikut campur kehidupan kami lagi."Aileen menunduk.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status