Share

Malaikat Pencabut Nyawa

Sayup-sayup, Neya mendengar suara seorang pria yang memanggilnya. Sebenarnya, ada rasa terkejut di dalam hantinya karena di ibu kota ini, Neya tidak mengenal siapa pun. Setelah diusir oleh Lastri, berbekal uang yang dimilikinya, Neya memutuskan merantau ke ibu kota. Dalam benak Neya, di kota metropolitan itu, setidaknya dia memiliki harapan untuk mencari pekerjaan dan bertahan hidup, sekaligus membuka lembaran baru. Neya tak bisa terus tinggal di desa, bagi Neya itu sama saja mencoreng nama ibunya, dan gadis itu tidak mau membuat orang tuanya merasa malu atas aib yang dia tanggung.

Di bawah guyuran hujan yang turun dengan derasnya, sebisa mungkin Neya ingin menajamkan penglihatan, mencoba mencari jawaban siapa laki-laki yang memanggilnya. Akan tetapi, rasa lapar sekaligus lelah membuat gadis itu merasa tidak berdaya. Perlahan Neya menutup matanya, tubuh lemasnya sudah tak mampu lagi bertahan dalam kesadaran.

Sementara itu, melihat Neya yang mulai tak sadarkan diri, laki-laki yang hampir saja menabrak Neya, kini terlihat panik. Gegas dia mengangkat tubuh ringkih itu masuk ke dalam mobilnya.

"Kita ke rumah sakit terdekat!" Sopir pribadi laki-laki itu pun mengangguk, menuruti perintah sang majikan, lalu melajukan mobil tersebut, meskipun di dalam hatinya dipenuhi tanda tanya tentang siapa wanita yang dibawa majikannya itu. Bahkan, majikan yang dikenal dengan sikap dinginnya itu, tampaknya sudah mengenal wanita yang ditolongnya. Ralat, wanita lusuh yang baru saja ditolongnya, penampilannya saja sangat kontras dengan penampilan majikannya yaitu, Ausky Elvan Kiandra.

Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat. Hujan yang begitu deras, memang membuat sang sopir tidak bisa melajukan mobil itu terlalu kencang, hingga membuat Elvan semakin merasa cemas jika sesuatu terjadi pada Neya.

Dan sekarang, sudah hampir satu jam lamanya Elvan menunggu di depan ruang emergency. Laki-laki yang sudah mengganti pakaiannya yang basah itu kini tampak duduk, di sampingnya ada beberapa buah paper bag yang baru saja dibawakan oleh anak buahnya berisi pakaian yang akan dia berikan pada Neya saat gadis itu sudah sadarkan diri.

Elvan menghela napas kasar saat merasakan degup jantungnya yang kini berdetak begitu kencang, dadanya bergemuruh manakala kejadian beberapa bulan lalu kembali terlintas dalam benaknya. Dan dia tak tahu, apakah Neya masih mengingatnya atau tidak. Ya, tentu saja Elvan yakin jika Neya pasti mengingat semua kejadian buruk itu, tapi mengingat jika dia yang memerkosanya atau tidak, Elvan tak tahu. Lamunan Elvan tersentak, saat seorang dokter memanggilnya.

"Tuan, apa anda wali atas pasien yang bernama Neya?"

Reflek Elvan bangkit, lalu berdiri di depan dokter itu. "Iya Dokter, bagaimana keadaannya, Dok?"

"Dia hanya butuh istirahat dan asupan makanan yang cukup, apalagi dengan kondisinya saat ini, sebaiknya hindarkan Neya dari hal-hal yang membuatnya stres. Hal itu, tidak baik untuk pertumbuhan janin yang dikandungnya."

"Janin?" lirih Elvan seraya mengerutkan keningnya. Irama degup jantungnya semakin tak beraturan, disertai tubuh yang menegang.

"Iya Tuan, saat ini Neya sedang mengandung."

Elvan terdiam sejenak, kembali mencerna perkataan dokter yang ada di depannya. "Tuan, kandungan Neya baru berusia tiga belas minggu, masih sangat rentan. Jadi, tolong perhatikan kesehatan fisik dan mentalnya."

"Iya Dokter," jawab Elvan tenang, meskipun di dalam hatinya perasaannya begitu berkecamuk.

"Sebentar lagi, Neya akan kami pindahkan ke ruang perawatan. Anda bisa menjaganya sampai dia sadarkan diri. Untuk beberapa hari kedepan, sebaiknya Neya dirawat di rumah sakit ini, agar kami bisa mengontrol kesehatannya."

"Baik Dokter, berikan penanganan terbaik yang ada di rumah sakit ini."

"Baik Tuan, saya permisi dulu."

Elvan mengangguk, seraya menarik kedua sudut bibirnya. "Hamil? Tiga belas minggu? Bukankah itu artinya anak yang ada di dalam kandungan Neya itu anakku?" Rasa haru dan bahagia menyeruak ke dalam dada, meskipun di balik rasa itu juga ada kecemasan tentang nasib rumah tangganya kedepan, karena dalam rumah tangga itu, bukan hanya tentang dirinya dan Aileen lagi, tapi juga ada Neya, dan buah hatinya.

Saat masih sibuk menata hati, dua orang perawat tiba-tiba melewati Elvan sambil mendorong brankar dengan sosok Neya di atasnya. Menyadari jika Neya akan dipindahkan ke ruang perawatan, Elvan pun mengikuti langkah perawat tersebut ke ruang perawatan kelas VVIP seperti yang diminta Elvan saat mengurus administrasi.

"Tuan, mungkin sebentar lagi Nona Neya sadarkan diri. Jika ada keluhan, anda bisa memanggil kami dengan memencet tombol emergency ini."

"Baik suster, terima kasih banyak."

"Sama-sama, Tuan. Kami permisi dulu."

Elvan mendekat ke atas brankar, lalu duduk di kursi yang ada di samping brankar tersebut. Laki-laki itu menatap wajah polos gadis yang masih berusia 19 tahun itu, mengamati setiap lekuk wajahnya dengan tatapan sayu. Wajah putihnya terbilang sangat imut, wajah berbentuk oval dengan hidung yang tidak terlalu mancung dan bulu mata lentik itu, tampak begitu memesona.

"Cukup cantik, masih muda, dan seharusnya masih memiliki masa depan yang cerah. Tapi sialnya, aku sudah merusak masa depan itu, aku merusak masa depan gadis tak berdosa hanya untuk memenuhi nafsuku saja, hingga gadis ini mengandung darah dagingku. Maafkan aku Nrya, seandainya malam itu aku ..."

Elvan tak dapat melanjutkan kata-katanya, hatinya terasa begitu sesak mengingat kejadian saat dia menyetubuhi Neya akibat meminum minuman yang berisi obat perangsang ketika dirinya berada di pesta yang diadakan di salah satu villa dekat perkebunan teh. Netra Elvan beralih pada perut Neya. Jika diamati, perut itu memang terlihat sedikit membuncit. Detik berikutnya, sebuah senyuman terbit di wajah tampan laki-laki itu.

"Anakku ... Anak? Aku tidak sedang bermimpi 'kan, Tuhan?"

Sorot mata sayu di wajah Elvan, berubah teduh, ada kebahagiaan yang membuncah dan sulit diartikan dengan kata-kata. Anak, sebuah mimpi yang terasa begitu sulit dia gapai setelah bertahun-tahun menjalani pernikahan dengan Aileen, dan kini begitu mudahnya hadir atas kesalahan satu malam dengan wanita tak dikenal yang sekarang terbaring lemah di depannya.

Awalnya, Elvan memang mencari keberadaan Neya untuk bertanggung jawab pada gadis itu dengan apa yang telah dia lakukan. Dalam benak Elvan, setidaknya dia bisa memberikan kompensasi dan jaminan hidup yang layak bagi Neya, akan tetapi dia tidak menyangka saat sudah menemukan Neya, gadis itu ternyata sedang mengandung darah dagingnya.

Elvan mengangkat tangannya, hatinya begitu bergejolak saat melihat perut Neya, dia sadar di dalam perut itu ada buah hati yang sangat dinanti dan didambakan olehnya. Akan tetapi, saat jarak tangan itu kian dekat, tiba-tiba perlahan Neya membuka kelopak matanya. Gegas, Elvan pun menarik tangannya.

"Apa aku sudah ada di surga? Kenapa semuanya berwarna putih?" Elvan mengulum senyum mendengar celotehan Neya.

"Kau sudah sadar?" sapa Elvan beberapa saat kemudian setelah Neya tampak mendapatkan kesadarannya. Wanita itu memang terlihat mengamati keberadaannya saat ini, dan sempat mengira jika dia sudah berada di surga.

Mendengar suara bariton rendah yang ada di samping kanannya, Neya pun menoleh, lalu menatap laki-laki tampan yang saat ini duduk di sampingnya.

"Kau sudah sadar?" ulang Elvan kembali.

"Anda siapa? Anda bukan malaikat pencabut nyawa kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status