Share

Kehilangan Jejak

Satu Minggu Kemudian

Elvan mengusap wajahnya dengan kasar saat mendapat informasi dari salah seorang anak buahnya yang mengatakan jika dia kehilangan jejak Neya.

[Kenapa kau bodoh sekali, hah? Mengawasi seorang wanita saja tidak bisa! Aku tidak mau tahu, kau harus menemukan wanita itu secepatnya. Kalau tidak, aku tidak akan memberi ampun padamu!]

[Maaf Bos, satu minggu yang lalu suasana rumah wanita itu ramai sekali. Kami pikir ibunya sakit lagi, tapi ternyata Neya yang dibawa ke rumah sakit. Setelah beberapa hari ini kami amati, ternyata ibunya sudah hidup sendiri di rumah itu, dan keberadaan Neya masih misterius karena ibunya tidak mau mengatakan di mana Neya berada. Bahkan, sikap wanita tua itu begitu acuh, sekaligus ada amarah yang sepertinya dia pendam saat kami menanyakan Neya.]

[Apa? Marah?]

[Iya Bos, kemungkinan seperti itu.]

'Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?' batin Elvan.

[Cari terus keberadaan Neya, besok aku akan pulang ke Indonesia untuk memastikan keadaan wanita itu.]

[Baik Tuan.]

Elvan menutup sambungan teleponnya seraya menghela napas kasar. Dia tak menyangka jika keberadaannya di Sydney selama beberapa bulan terakhir ini, membuat dirinya kehilangan jejak Neya.

'Neya ke rumah sakit? Lalu beberapa hari setelah itu, dia sudah tidak tinggal lagi di rumah dan ibunya tampak marah padanya? Astaga jangan-jangan yang aku takutkan benar-benar terjadi. Aku harus mencari keberadaan Neya, dan memastikan jika keadaannya baik-baik saja. Tidak boleh ada hal yang buruk terjadi padanya, apalagi jika ada hubungannya dengan kesalahan yang kuperbuat padanya,' batin Elvan.

Laki-laki itu pikir, kepergiannya ke negeri kanguru hanya untuk beberapa hari saja. Akan tetapi, ternyata kondisi kesehatan Ilham, papanya terus memburuk dan membuat dirinya harus tetap berada di Sydney untuk menjalankan bisnis keluarganya. Kantor pusat perusahaan milik keluarga mereka memang berada di Sydney, sedangkan di Jakarta, hanya kantor cabangnya saja. Jadi, mau tidak mau Elvan mengambil kepemimpinan selama Ilham sakit.

"Mas!" Suara lembut seorang wanita, disertai dekapan hangatnya membuat Elvan tersentak dari lamunannya.

"Kamu lagi ngelamun apa, Mas? Apa ada masalah?"

Elvan mengangguk. "Iya Aileen, ada sedikit masalah dengan kantor cabang yang ada di Jakarta. Sepertinya besok pagi aku harus pulang dulu," dusta Elvan.

"Pulang? Jadi, aku harus berkemas sekarang?"

"Nggak sayang, cukup aku saja yang pulang ke Jakarta. Kamu di sini ya, temenin Mama sama Papa. Kasihan mereka kalau kita tinggal sendiri."

"Tapi, gimana dengan kamu, Mas? Siapa yang urus kebutuhan kamu?"

"Aku bisa urus diriku sendiri, Sayang. Mama sama Papa lebih butuh kamu di sini, aku titip mereka sama kamu ya."

Aileen menekuk wajahnya, sebenarnya dia begitu enggan tinggal dengan mertuanya tanpa kehadiran Elvan, karena terkadang, Aileen merasa tidak nyaman dengan sikap yang ditunjukkan oleh Vera, mama dari Elvan yang terus menanyakan kehadiran cucu dalam rumah tangga mereka. Akan tetapi, sepertinya dia tidak punya pilihan, selain menuruti perkataan suaminya. Aileen paham, bagaimana watak Elvan, jika laki-laki itu sudah berkehendak, tak ada yang bisa menyangkalnya, dan tentunya dia tak mau berdebat dengan suaminya itu.

"Sayang, jangan bete kaya gini dong, aku pergi sebentar kok. Kondisi kesehatan Papa belum sepenuhnya membaik, aku nggak tega ninggalin mereka sendiri. Kamu ngerti kan?" Elvan membelai wajah Aileen, seraya menaruh anak rambut wanita itu di belakang telinganya dan mengecup kening Aileen lalu turun ke hidung dan berakhir di bibir istrinya, kemudian memberikan sedikit lumatan hingga membuat Aileen tersenyum.

"Hahahaha ... nah, gini kan cantik."

"Tapi janji jangan pergi lama-lama, awas kalo kamu kelamaan ninggalin aku di sini, aku nggak mau jadi istri kamu lagi!"

Mendengar perkataan Aileen, Elvan mencubit pipi wanita itu. "Nggak mau jadi istri aku lagi? Yang bener? Emang kamu bisa hidup tanpa aku? Seminggu nggak ketemu aja kamu udah nangis-nangis kok!"

"Makanya jangan pergi lama-lama!" sungut Aileen, bibirnya mengerucut sembari menatap Elvan manja. Melihat sikap istrinya itu, Elvan pun merasa gemas. Laki-laki itu membopong tubuh Aileen ala bridal style.

"Mas, apa-apaan ini? Malu, gimana kalo ada yang liat?"

"Biarin, kita kan pasangan sah."

"Tapi Mas ... " Belum sempat Aileen menyelesaikan perkataannya, Elvan sudah membungkam bibir istrinya dengan ciuman lembutnya.

"Mas ... "

"I want you tonight."

Keesokan Malamnya

Penerbangan Elvan ditunda menjadi sore hari karena cuaca yang kurang bersahabat. Bahkan, anak buahnya meminta Elvan untuk menunda keberangkatan ke Indonesia. Akan tetapi, Elvan menolak, dan menunggu sampai cuaca sedikit membaik meskipun penerbangan yang dia lakukan sedikit beresiko, namun Elvan tak peduli, karena dalam benaknya, dia hanya ingin memastikan kondisi Neya, sekaligus menemui wanita itu secepatnya.

Dan malam ini, saat baru saja Elvan keluar dari bandara, cuaca mulai terlihat tak bersahabat kembali. Kilatan cahaya di langit malam, seakan memberi pertanda bagi para penghuni bumi jika sebentar lagi akan ada gemuruh yang datang di tengah rintik hujan yang perlahan mulai turun.

Tak berselang lama, hujan pun turun dengan derasnya. Bahkan, hujan malam ini, membuat hawa begitu dingin, suhu udara di luar rumah, kemungkinan menyentuh angka 20 derajat celcius, sudah pasti membuat tubuh menggigil. Elvan yang berada di dalam mobil, beberapa kali merapatkan jaket yang dia kenakan, saat dinginnya hujan disertai dinginnya AC mobil kian menusuk tulang.

Akan tetapi, hal tersebut tak berlaku bagi seorang wanita yang saat ini tengah berlari. Tubuhnya basah kuyup menggigil kedinginan, disertai gigi yang gemerletuk. Namun, tubuh kurus itu tetap menembus hujan melintasi jalanan sepi, seakan tak peduli lagi dengan hawa dingin yang menembus tubuh kurusnya.

Bagi wanita itu, yang dia tahu, dia harus pergi untuk menyelamatkan diri. Wajah cantiknya pucat, beberapa luka terlihat di tubuhnya yang kurus. Bahkan, sudut bibirnya pun berdarah, membuat miris siapapun yang melihatnya. Nafas yang begitu menderu, menghasilkan embun saat beradu dengan dinginnya air hujan.

Bahunya naik turun, merasa panik sekaligus takut, dia bahkan sudah tidak peduli dengan kakinya yang lecet karena berlari menyisir jalanan aspal tanpa alas kaki. Belum lagi, perutnya yang sedikit terlihat buncit terasa mulai sakit akibat dirinya terus berlari.

"Brengsek! Hai pencuri, di mana kau jalang? Aku akan mencincangmu! Kau pasti pencuri yang sudah sering mencuri di toko-ku kan?" Suara keras seorang pria membuatnya semakin ketakutan, tentu saja wanita itu semakin mempercepat langkah kakinya yang pendek.

Sebenarnya, ingin rasanya dia meminta tolong. Akan tetapi, dia yakin pasti tidak ada orang yang bisa mendengar teriakannya, karena suara hujan yang turun dengan begitu deras. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk terus berlari dan berlari agar sampai di gubuk kecil miliknya. Karena fokus melihat ke belakang, wanita itu bahkan tak menyadari jika ada mobil yang melaju dari arah kiri.

TIIIINNNNNN

Suara klakson mobil terdengar memekakkan telinga, sorot lampu membuat matanya silau. "Oh shittt!" Pengemudinya lekas menekan rem sedalam mungkin agar mobil itu terhenti.

CITTTT

Suara ban mobil yang beradu dengan aspal yang basah begitu memekakkan telinga, bersamaan dengan suara pekikan seorang wanita. Detik selanjutnya, wanita itu jatuh tersungkur ke belakang, jantungnya berdebar sangat hebat, perutnya terasa begitu sakit.

Dia pikir, dia akan mati tertabrak mobil, tapi nyatanya tidak. Sejenak dia berpikir mungkin ada baiknya dia mati tertabrak mobil itu, daripada mati dihajar oleh pria yang menuduhnya sebagai seorang pencuri. Padahal, saat di dalam mini market, dia hanya bermaksud membeli mie instan. Namun, sialnya saat dia keluar dari mini market tersebut, alarm keamanan mini market itu berbunyi, sehingga pemilik mini market menuduhnya sebagai pencuri. Padahal, dia yakin itu bukan kesalahannya.

Awalnya, bahkan dia tidak tahu kesalahan apa yang telah dia perbuat, karena seingatnya saat di dalam mini market tersebut, memang ada sosok yang menabrak dirinya sebelum dia menuju kasir, tetapi dia tak mau berpraduga. Dan saat alarm itu berbunyi, pemilik mini market tiba-tiba menampar dengan begitu keras hingga sudut bibirnya berdarah, tak hanya itu, laki-laki tersebut pun beberapa kali memukul tubuhnya. Kejadian itu begitu cepat, dan saat ada salah seorang pembeli yang membelanya, dia memilih berlari, akan tetapi pemilik mini market tidak terima, dan justru mengejarnya dalam derai hujan.

Saat tengah pasrah, tergeletak di atas aspal, tiba-tiba pengemudi mobil sudah keluar dari mobil miliknya. Laki-laki itu, juga seakan tak peduli dengan hujan yang langsung membuat pakaiannya seketika basah kuyup. Dengan langkah cepat, dia mendekat, mencoba mencari tahu keadaan wanita yang hampir saja tertabrak mobilnya.

Saat ini, wanita itu masih merasakan panik, jantungnya berdebar, wajahnya pucat dan penuh luka. Bibirnya bergetar karena rasa dingin, pandangan matanya kosong seakan mati adalah jawaban untuk hidupnya saat ini. Sorot lampu mobil itu, menyorot di depan wajah sang wanita, memberi cahaya pada wajah suram itu. Di saat itulah, sebuah suara bariton terdengar memanggil namanya.

"Neya! Kamu Neya kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status