Share

3 | Istri Kedua Hanya Sebagai Formalitas

Dia berbohong. Dia berjanji akan kesini 2 hari lagi, tapi ini sudah dua minggu lamanya dia tidak pulang ke rumah ini. Aku tentu tidak terlalu mengharapkan kedatangannya. Toh juga nantinya dia akan meninggalkanku dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya. Setelah ia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan pergi meninggalkan coretan luka untukku.

Sama sekali aku belum pernah mengelilingi rumah ini. Seputar kamar dan dapur, itu saja. Tentu saja aku masak, aku tidak mungkin membuat diriku sendiri sia-sia saja di sini. Oke, dia memang membayar 1 Milyar, tapi dia tidak bisa membeli harga diriku dengan uang sebanyak itu. 

Sebenarnya ada satu ruangan yang sangat membuatku penasaran. Ada di pojok sana. Terlihat menarik perhatian, seakan memang tujuannya seperti itu. Aku takut berani mencoba masuk ke sana. Takutnya, itu adalah privasi Ryan. Terlebih, ruangan itu terkunci. 

"Long time no see, baby girl."

Suara itu kembali terdengar. Padahal baru saja aku menggerutu ketidakhadirannya di rumah ini. Aku menggenggam erat pisau yang aku pegang sekarang, menyudahi memotong sayuran yang sudah berapa hari ada di kulkas dapur ini. 

Tangannya mematikan kompor. Mengambil pisau ini pula. Aku tidak bergerak sama sekali, seakan-akan aku dihipnotis untuk tidak melakukan apapun saat ini. Ia membalikkan badanku, menghadapnya. Seperti biasa, aku akan menutup mataku. Ia tidak memintaku untuk menatapnya, jadi membuta lah.

Entah kenapa, dia mengangkat tubuhku ke meja makan, memeluk pinggangku. Sayangnya, aku tidak bisa melihat bagaimana raut wajahnya menatapku saat ini. 

Pahaku terbuka, tentu saja. Aku hanya bisa memakai bajunya saja, pakaian dalam pun tak ada, dan celananya tidak muat padaku. Aku hanya memakai boxernya yang terasa sangat pas saat aku memakainya. 

Tangannya sudah mulai menjalar, dari bawah naik ke punggungku. Sentuhan yang membuatku ingin meminta lebih, tapi terhalang oleh segala peraturannya. Jari Ryan sudah mulai meraba wajahku, mataku, hidungku, bibirku, hingga ke leherku. Aku seakan terlempar sebab sentuhannya. Hampir saja aku melenguh. 

"Kamu bisa melihatku, baby girl."

Perlahan, aku membuka mataku saat perintah itu keluar dari mulutnya. Hal pertama yang aku lihat darinya adalah kekacauan. Ia terlihat seperti kelelahan, garis mata yang menghitam, rambut yang urakan, dasi yang tidak teratur hingga kemeja yang sudah tidak bisa dikatakan rapi lagi. Apakah dia bekerja terlalu keras?.

"Ada apa denganmu?" Tanyaku spontan. Aku bodoh, seharusnya aku tidak mengatakan itu. Seharusnya aku diam saja, memendam rasa ini sendiri.

"Kalau kamu khawatir padaku, kamu bisa melakukan sesuatu untuk membuatku kembali relax." Ujarnya. Ia menyeringai tipis.

Tidak. Aku paham maksudnya apa. Dia hanya menginginkan tubuhku.

"Bisakah kita tidak melakukannya? Sekali saja." Ucapku pelan.

Hal yang aneh aku dapatkan. Dia melepas tangannya dari pinggangku, tertawa tidak jelas, dan tiba-tiba saja melepas dasi dan kemejanya. Aku bingung, dia mau melakukan apa.

"Apa yang akan kamu lakukan? Jangan macam-macam denganku!"

Dia tidak mendengarkan ku. Aku hendak turun, berlari. Namun dia menahan pahaku dengan himpitan pahanya. Ini lah kesalahanku yang duduk di meja ini. Aku semakin mudah dikendalikan olehnya.

"Tidak. Jangan!"

Dia mengikat dasinya untuk menutupi mataku. Aku sudah memberontak, tapi sepertinya sia-sia saja. Dan ternyata kemejanya itu ia gunakan untuk mengikat tanganku. Aku tidak bisa melakukan apapun, hanya bisa menyumpahinya saja.

"Sama sekali, aku tidak pernah di perlakukan seperti seorang istri. Kamu memper--"

"Hmmph..."

Ryan menutup mulutku dengan tangan besarnya itu.

"Dari awal, status istri kedua itu hanya sebagai formalitas saja. Yang sebenarnya adalah, kamu hanya sebagai budak ranjangku saja. Kamu mengerti?"

Aku memberontak. Mengigit tangan Ryan yang menutup mulutku. Dia sampai meringis. 

"Shit!"

Tubuhku diangkat seperti karung. Kepalaku di bawah, sedangkan kaki ku menjuntai bebas. Aku berteriak, tapi percuma. Toh Ryan hanya berambisi untuk memanfaatkan diriku saja.

Plakk...

Ryan memukul bokongku. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Sepertinya ia masuk ke kamar. Tentu saja, memangnya dimana dia melakukannya?. 

Dia melempar tubuhku ke ranjang dengan kasar. Bahkan sampai membuat kepalaku sakit. Kesakitan yang aku rasa tidak hanya di satu titik saja. Entah karena pusing dengan perlakuan Ryan dan sakit hati diperlakukan tidak layak oleh suamiku sendiri. 

"Aku paling tidak suka di bantah-bantah, baby girl. Jadi, nikmati saja. Tubuhmu tidak bisa berbohong padaku." Bisiknya.

Ia membalik tubuhku dengan sangat mudah. Melepas ikatan di tanganku, tapi malah ia gunakan untuk menutup mulutku. 

"Seharusnya aku tidak meninggalkan bajuku di rumah ini supaya kamu bisa telanjang setiap hari di depanku." Bisiknya.

Astaga, dia gila. Sangat gila. Sayangnya, aku tidak bisa melakukan apapun sekarang. Dia sudah menduduki ku, tanganku yang sudah di lepas pun percuma saja. 

"Sekarang, nikmati saja permainanku, baby girl!" Serunya. Membalik badanku lagi dan melakukan hal yang kasar demi mencapai puncak kenikmatannya sendiri.

🍃🍃🍃

Sudah dua kali, aku tak berdaya lagi. Ryan sudah melepaskan penutup mataku, melepaskan bungkaman mulutku. Aku tidak mau melihatnya saat mengagahiku. Ini bukanlah kenikmatan yang digapai bersama. Dia egois, ingin menang sendiri. Aku sama sekali tidak menikmatinya.

Bagaimana tidak? Dia memperlakukanku bagaikan makhluk tak bernyawa. Menyakitiku dengan segala perlakuan kasarnya. Menamparku, memukulku, bahkan ia menyakitiku dengan gerakannya yang cepat.

"Dasar pelacur!"

Aku terus saja menangis, tapi dia tidak mendengarkan ku. Aku sudah menyuruhnya untuk berhenti melakukan ini, dia sengaja tidak mendengarkannya. Dia menyakitiku perlahan. 

"Ahhh..."

Aku mendorong tubuh Ryan untuk tidak di atasku lagi. Terserah, aku tidak perduli lagi. Dengan keadaan tubuh tanpa penutup sama sekali, aku masuk kamar mandi. Mengunci pintu, menghidupkan shower dan duduk menangis di bawahnya. 

Aku memeluk diriku sendiri di bawah mancuran air dingin ini. Sebenarnya satu tujuanku, menyembunyikan luka dan tangis tiada tara. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status