Di sebuah gedung pernikahan yang mana semua tamu sedang ramai-ramainya berdatangan. Namun, di sebuah ruangan seorang pria yang sudah memasuki kepala tiga itu menampilkan wajah yang menakutkan. Pria itu sangat marah saat mendengar jika istrinya yang akan ia nikahi hari ini, kabur.
Bahkan seluruh bawahannya, yang bertugas untuk menjaga pernikahan itu. Saat ini sedang terduduk di lantai dengan kepala tertunduk. Saat ini suasana ruangan itu menjadi sangat menyeramkan, bahkan terlihat beberapa pecahan kaca di samping pria itu.
“Apa yang kalian lakukan, hah! Hanya menjaga satu wanita buta pun kalian tidak bisa," bentak Winarta kepada para bawahannya yang menunduk di depannya.
Winarta tidak mempermasalahkan, wanita itu kabur. Karena ia tinggal memutuskan kerjasama antara perusahaan sesuai dengan janji yang telah disepakati, dan juga mereka harus membayar hutang yang bernilai ratusan juta itu. Namun, yang menjadi masalah adalah nama baik Winarta akan terkesan buruk oleh semua kolega bisnisnya.
Walaupun Winarta adalah seorang raja bisnis, yang memiliki perusahaan terbesar se-Asia. Namun, dia tidak ingin nama baiknya hancur hanya karena seorang wanita buta. Karena hal itu juga akan mempengaruhi, Bisnis yang sudah dia rintis bersama Almarhum sang ayah.
Winarta dengan wajah yang mengerikan mengeluarkan handphonenya dan mengirim pesan kepada Jemi, tangan kanannya sekaligus sahabat Winarta. [Jem, carikan aku wanita!] perintah Winarta dalam pesan yang ia tulis.
[Oke,] jawab Jemi simpal. Karena itu sudah menjadi hal biasa baginya, jika mencarikan wanita untuk Winarta. Namun, tanpa diketahui Jemi wanita yang akan ia cari saat ini, adalah wanita yang akan dijadikan istri oleh Winarta.
[Jangan mencari wanita dari club malam dan sejenisnya] Jemi yang berada di kantor, membaca pesan yang dikirimkan oleh Winarta pun mengerutkan keningnya.
“Tidak biasanya? Biasanya ni bocah selalu memintaku untuk mencari wanita yang bisa di bayar,” gumam Jemi sambil membaca pesan yang dikirim Winarta kepadanya.
[Kenapa?] Ketik Jemi pada pesan yang dikirim ke Winarta.
[Akan aku jadikan istri kedua.]
byurrr
Jemi yang belum sempat menelan airnya pun muncrat, saking kagetnya membaca pesan yang Winarta kirimkan. Jemi mengetahui jika sahabatnya yang satu ini akan menikah hari ini. Namun, membaca pesan yang dikirim Winarta tadi membuatnya kaget karena mengira jika Winarta akan menikahi dua wanita sekaligus.
“Gila… tidak puas dengan dua wanita, dia masih ingin mencari lagi?” gumam Jemi, menggelengkan kepalanya.
[Lalu aku harus mencari di mana jika bukan di club malam?] ketik Jemi pada pesan yang akan dia kirim ke Winarta.
[Terserah, satu jam lagi kau harus membawanya ke gedung pernikahanku!] Jemi bisa merasakan jika ada sebuat amarah dalam pesan Winarta, Sehingga membuatnya berpikir apa yang terjadi di sana. Namun, Jemi menepis semua pikiran itu karena Winarta hanya memberikan waktu satu jam saja.
***
Satu jam sudah berlalu, tapi Jemi tak kunjung terlihat juga, sedangkan para tamu sudah mulai banyak berdatangan. Winarta tidak ingin membuat para tamu semakin curiga karena pengantin yang terlalu lama keluar. Akhirnya, Winata memutuskan untuk turun tangan sendiri mencari pengantin pengganti untuk dirinya.
“Dasar sahabat tidak bisa diandalkan, hanya mencari wanita saja yang sangat lama,” gerut Winarta saat ia berjalan menuju pintu belakang gedung.
"Awas saja, aku akan memberimu pelajaran," ucapnya kesal karena menunggu lama.
Winarta berjalan keluar dari gedung pernikahan itu, melalui pintu belakang. Di belakang gedung pernikahan, anak buah Winarta sudah menyiapkan sebuah mobil sport yang hanya ada dua buah di dunia ini. Jefri menyuruh anak buahnya itu turun karena dirinya akan menyetir mobil itu sendiri.
Tak lupa Winarta menyerahkan urusan para tamu kepada kepala pelayan yang sedari kecil menjaganya. Winarta pun melajukan mobilnya keluar dari gedung pernikahannya dan melewati sebuah jembatan yang berada tidak jauh dari tempat pernikahannya. Jembatan itu terlihat sangat besar. Namun, saat berada tepat di tengah jembatan Winarta melihat seorang wanita yang sedang menangis dengan menggunakan gaun pengantin.
Melihat kondisi wanita itu yang sangat berantakan, membuat Winarta berpikir jika wanita itu habis kabur dari pernikahannya karena habis diperk*sa. Karena rambut yang berantakan dan gaun pengantin yang sudah sobek bagian atasnya sehingga membuat belahan dada wanita terlihat jelas. Siapa yang tidak akan berpikir negatif melihat penampilan seorang wanita yang sangat berantakan di pinggir jembatan.
“Sepertinya aku bisa membuat kesepakatan dengan wanita itu,” gumam Winarta tersenyum miring, “Wanita itu juga tidak bisa terikat denganku jika aku melakukan hal itu dengannya karena dia sudah bukan perawan.”
Tanpa diketahui Winarta, wanita itu adalah calon pengantinnya yang kabur. Karena selama ini Winarta memang tidak pernah melihat bagaimana wajah dari pengantinnya. Alasannya menikah lagi hanyalah untuk kesenangan semata, Winarta tidak ingin menyentuh istrinya yang memiliki dua wajah itu. Bahkan sejak awal pernikahan mereka, Winarta tidak pernah menyentuh Siska. Pernikahannya terjadi karena Siska yang menggunakan seribu cara untuk bisa menjadi istrinya, bahkan ia sampai mengikuti setiap Winarta memiliki urusan keluar negeri.
Winarta bisa saja membunuh Siska ataupun memberi pelajaran karena Winarta yang memiliki latar belakang seorang mafia. Namun, melihat Siska adalah anak dari sahabat papanya, membuat Winarta diam dan berakhir dengan menikahi Siska. Entah Siska menyerah atau hanya menginginkan hartanya, Siska tetap tidak bisa mengambil hati Winarta.
Winarta turun dari mobilnya, dengan gagah Winarta berjalan ke arah Desti. Saat sampai di samping Desti, Winarta sempat terpana akan kecantikan yang dimiliki Desti. Namun, cepat-cepat Winarta menggerak-gerakkan kepalanya dan menepis pikirannya. Ia tidak ingin memiliki perasaan kepada perempuan yang sudah tidak suci lagi.
Bagi Winarta, Wanita yang tidak suci hanyalah Wanita kotor yang akan menjadi bencana bagi dirinya sendiri. Mereka hanya akan menginginkan harta miliknya saja. Bahkan Siska pun sudah tidak suci saat mereka menikah dan itu adalah salah satu alasan Winarta tidak ingin mencintai Siska.
“Nona, aku ingin membuat kesepakatan denganmu,” ucap Winarta yang langsung pada intinya.
Desti dengan matanya yang sembab, menoleh ke arah sumber suara. Desti pun menghapus sisa air eyes, walaupun begitu air eyes masih tetap mengalir keluar dari sudut matanya. membuat Desti yang harus menghapusnya berkali-kali.
Winarta memutar bola mata malas. Melihat tingkah Desti membuat Winarta lagi-lagi berpikiran negatif, Winarta berpikir jika Desti awalnya menangis hanya untuk menarik perhatian orang-orang disekitarnya dan itu membuat Winarta semakin muak dengan Desti.
Sudah berkali-kali Winarta bertemu dengan orang-orang yang bertingkah seperti Desti. Hal itu membuat Winarta menyamakan Desti dengan wanita lainnya dan Winarta pun mulai membuka suara dengan nada yang melengking. “Bisakah kau tidak membuat drama di depanku!”
Desti bingung membuatnya, dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria di depannya ini. Pasalnya dia sedang tidak membuat drama, dan pria di depannya malah membentaknya. Winarta yang melihat Desti hanya diam saja, dan tidak menjawabnya malah semakin emosi. “Apa kau akan menerima kesepakatan yang akan aku buat apa tidak!” bentak Jefri yang sudah kehabisan kesabarannya. Karena Desti yang tidak menjawabnya ataupun bertanya lebih lanjut.Desti yang mendapatkan bentakan itu pun gemetar dan berkata, “A-apa itu, Tuan?” Suara Desti terdengar lemah. Ia takut jika pria di depannya akan lebih marah lagi. mendengar pertanyaan Desti, Winarta menyunggingkan senyumnya.“Kau akan menjadi pengantin penggantiku. Tenang saja aku akan memberikanmu uang selama kau menjadi istriku, selain itu kau bisa meminta apa pun kecuali cinta,” ucap Winarta memberikan penawaran yang sangat menarik. Winarta sangat yakin, jika wanita di depannya ini tidak akan menolak tawaran yang menggiurkan. “Wanita s
Pernikahan pun berjalan dengan lancar. Tanpa ada satu pun orang yang curiga dengan Pengantin Wanita. Selama berjalannya acara pernikahan, Desti hanya diam tanpa ada yang menyapa atau pun menegurnya. Keberadaan Desti di sana seperti hantu, ia ada tapi tak terlihat orang.Setelah acara pernikahan selesai. Desti saat ini berada di hotel yang sudah disiapkan oleh Winarta. Dengan bantuan dari MUA Desti menghapus semua riasannya. Tak lama kemudian pintu kamar hotel pun terbuka, dan memperlihatkan Winarta yang masuk ke dalam dengan membawa kertas di tangannya. Beberapa orang MUA yang melihat kedatangan Winarta pun pergi meninggalkan ruangan. Winarta menaruh kertas yang ia pegang di atas meja depan Desti dengan sedikit keras. “Tanda tangani ini!” perintah Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di dada. Desti pun meraba-raba meja di depannya, untuk mencari pulpen. Winarta yang melihatnya pun memutar bola matanya dan membantu Desti mengambil pulpen yang ada di samping kertas. Winarta j
“Bawa, Nyonya kalian ke kamarnya!” perintah Winarta, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat datar. “Baik, Tuan,” jawab para maid yang ada di samping Desti, di kanan dan di kiri. Siska yang melihat hal itu pun, mengepalkan tangannya. Bagi Winarta mungkin itu bukan sebuah perhatian untuknya. Namun, bagi Siska itu adalah perhatian yang sangat besar karena Siska sendiri belum pernah mendapatkan perhatian walau itu sedikit.Setelah melihat Desti dan para maidnya menghilang di balik pintu masuk mansion. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Yap, Walaupun Winarta saat ini sudah memiliki dua orang istri, tetapi Winarta tidak akan tidur dengan salah satu istrinya. Karena ia takut jika nanti akan tergoda oleh salah satu dari istrinya itu dan situasi itu akan dimanfaatkan oleh para istri.Siska yang melihat Winarta akan melangkah menuju kamar pribadinya pun, menggenggam tangan Winarta dan dengan nada manja ia pun berkata, “Sayang … kenapa kau tiak tidur di kamarku sekali in
Saat Siska membawakan makanan ke meja makan, Siska dengan pura-pura berkata, "Ohh … ada Desti juga toh …." Siska tidak berniat untuk mengambilkan makanan untuk Desti. Dia berniat untuk menyuruh kepala pelayan, untuk membawakan sisa makanan yang ada di dapur untuk Desti. Namun, baru saja Siska akan mendudukkan bokongnya itu di kursi depan Winarta, Siska kembali mendengar suara Winarta yang dingin itu kepada dirinya. "Siska, bawakan juga untuk Desti." Siska yang mendengar itu hanya bisa menuruti perkataan Winarta, ia tidak berani membantah karena takut jika akan membuat Winarta marah dan semakin menjauhinya. Siska pun melangkah menuju dapur dengan membawa makanan yang sudah ia siapkan di dalam mangkuk. Siska menaruh mangkuk itu sedikit kasar di depan Desti karena tidak terima jika ia harus melayani Desti. Winarta yang melihat perlakuan Siska hanya melirik saja, ia masih tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh kedua istrinya. Namun, Winarta menghentikan suapannya yang akan masuk ke
Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?” Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta. “Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung. "Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja menga
Mendengar suara Winarta membuat Desti semakin takut. Sementara Winarta bingung melihat keadaan ketiga orang yang ada di depannya ini dengan sangat menyedihkan. Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian berantakan seperti ini?"Nita dan Jona pun juga tidak berani mengeluarkan suara, mereka mengingat perkataan Siska. Mereka tidak ingin mengambil resiko dan membuat mereka serta Desti dalam masalah. Desti meraba ranjangnya mencari tangan Jona dan Jona pun menggenggam tangan Desti. "Aku bertanya kepada kalian kenapa kalian diam? Apa kalian semua bisu?" Suara Winarta terdengar meninggi dan aura di wajahnya mulai semakin dingin dan menakutkan. "Ti-tidak, Tuan … kami tadi terjatuh," jawab Desti bohong dengan tangannya yang gemetar. BrraaakkkDengan marah Winarta berjalan keluar dan menutup pintu dengan keras. Winarta bukanlah orang bodoh yang percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akal Desti. Winarta masuk ke dalam kamar pribadinya dan men
"Ah … mungkin dia yang menyulamnya?" gumam Winarta dan kembali berkata, "Heh, dasar munafik … berlaga sok suci, sok tak suka, sok cuek. Tapi dia sendiri menyulam namaku di saputangan itu." "Lalu apa yang harus aku lakukan pada mereka? Apa aku harus memberi pelajaran pada Siska?" gumam Winarta. "Sudahlah, biarkan saja. Tidak ada urusannya denganku … biarkan dia mengatakannya," ucap Winarta dengan wajah datarnya. ***"Nyonya," panggil Nita ragu. Desti yang mendengar nada suara Nita terdengar ragu pun tersenyum dan berkata, "Ada apa … kenapa suaramu terdengar ragu begitu? Apa ada masalah?” Desti yang sedang duduk di sofa dengan dibantu oleh Jona untuk mengobati luka yang ada di bibirnya. Desti menunggu jawaban dari Nita. Jona yang melihat raut wajah partnernya yang gelisah pun bertanya, “Ada apa denganmu ….”“Nyonya … bolehkah saya bertanya?” tanya Nita ragu-ragu. terlihat di sofa yang berhadapan dengannya Nita terlihat takut dan sedang memikirkan sesuatu. “Boleh, siapa yang melara
“Desti … apa kau mau aku lempar ke api unggun terlebih dahulu baru kau mau turun untuk memasak?” bentak Siska yang tiba-tiba datang dengan membuka pintu kamar Desti dengan kasar. “I-iiya …,” jawab Desti dengan kepala tetunduk. “Buruan! Winarta sudah menunggu di meja makan,” bentak Sika. Untung saja kamar Desti memiliki alat kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar suara teriakan Siska. “Tapi … saya ‘kan tidak bisa melihat, bagaimana caranya saya akan memasak?” tanya Desti berusaha membuat dirinya tenang. “Tidak ada alasan kau tidak bisa memasak karena matamu itu! Kau ‘kan memiliki dua dayangmu itu. Untuk apa suamiku menyewa dayang juka bukan untuk membantumu?” ucap Siska terdengar sinis. Setelah mengucapkan itu, Siska turun menuju ruang makan. Selagi Desti turun dengan di tuntun oleh Nita dan Jona. Melihat Siska yang turun dan duduk di hadapanya membuat Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, “Kenapa kau duduk? Siapa yang akan masak?” “Semua chef dan beberapa maid k