Desti bingung membuatnya, dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh pria di depannya ini. Pasalnya dia sedang tidak membuat drama, dan pria di depannya malah membentaknya. Winarta yang melihat Desti hanya diam saja, dan tidak menjawabnya malah semakin emosi.
“Apa kau akan menerima kesepakatan yang akan aku buat apa tidak!” bentak Jefri yang sudah kehabisan kesabarannya. Karena Desti yang tidak menjawabnya ataupun bertanya lebih lanjut.
Desti yang mendapatkan bentakan itu pun gemetar dan berkata, “A-apa itu, Tuan?”
Suara Desti terdengar lemah. Ia takut jika pria di depannya akan lebih marah lagi. mendengar pertanyaan Desti, Winarta menyunggingkan senyumnya.
“Kau akan menjadi pengantin penggantiku. Tenang saja aku akan memberikanmu uang selama kau menjadi istriku, selain itu kau bisa meminta apa pun kecuali cinta,” ucap Winarta memberikan penawaran yang sangat menarik.
Winarta sangat yakin, jika wanita di depannya ini tidak akan menolak tawaran yang menggiurkan. “Wanita sepertimu tidak mungkin menolak tawaranku, wanita sepertimu pasti akan melakukan apa pun hanya untuk kemewahan,” batin Winarta. Dalam hatinya wanita di depannya ini tidak kalah berbeda dengan wanita lainnya, yang rela melakukan apa pun demi harta dan kemewahan.
Mendengar tawaran Winarta, membuat Desti berpikir tentang tawaran yang sangat menggiurkan itu. Namun, bukan uang yang banyak ataupun harta yang membuat Desti menimbang tawaran itu. Desti melihat kondisinya saat ini, ia adalah wanita tunanetra dan sulit baginya untuk mencari tempat tinggal. Apa lagi mencari pekerjaan, dengan mata yang buta, kerja apa yang bisa Desti lakukan?
“Apa aku harus menerima tawaran tuan ini? Aku sudah tidak memiliki siapa pun lagi untuk membantuku, dan tidak mungkin aku kembali ke acara pernikahan itu. Aku takut … paman dan bibi pasti akan memarahiku, lagian aku tidak bisa melihat, bagaimana caranya aku pulang? Ruysi pun juga meninggalkanku di sini, tidak ada yang bisa menampungku ataupun membantuku. Cara satu-satunya untuk bertahan hidup adalah dengan menerima tawaran pria ini,” batin Desti, memikirkan segala sesuatu yang matang-matang.
“Tidak usah banyak berpikir, aku tau Wanita sepertimu akan melakukan apa pun hanya untuk uang. Jadi nggak usah bikin drama di depanku,” ucap Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya.
Mendengar ucapan pria di depannya ini sungguh membuat hati Desti sakit. Perkataan Winarta bagaikan panah yang menusuk hati Desti. Hati yang memang sudah rapuh dan ditambah lagi dengan kata Winarta yang membuat hatinya sangat sakit.
"Kau harus kuat Desti, kau tidak boleh lemah hanya dengan kata-kata itu. Kau tak boleh menangis," batinnya yang menyemangati dirinya sendiri.
Desti menghembuskan nafasnya kasar, untuk menenangkan dirinya dan menjawab, “Baiklah, Tuan … aku menerima tawaran Anda.”
Winarta pun tersenyum sini. “Sudah kuduga.”
Sakit, hanya itu yang dirasakan Desti saat seseorang yang membatasi harga dirinya. Namun, dia tidak bisa membalasnya, tidak bisa membantah dan hanya bisa menangis dalam hati. Andai Desti saat ini tidak dalam kondisi yang tidak berdaya, Desti pasti akan membalas kata-kata Winarta.
“Ikut Aku!” Winarta langsung menarik pergelangan tangan Desti dengan kasar ke dalam mobilnya, dan mendorong Desti dengan kasar, masuk ke dalam mobil.
Desti hanya bisa menangis, tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain menangis. “Kenapa… kenapa semua orang selalu memperlakukanku dengan hina? Kenapa tidak ada yang tulus di sekitarku? Bahkan Ruysi yang selalu aku anggap sebagai sahabat malah mencampakkanku di tengah jembatan,” batin Desti menangis dalam hati mengingat apa yang terjadi saat di jembatan.
Flashback on
Setelah Ruysi meninggalkannya, Desti hanya menangis di jembatan itu. Ia tidak tau harus ke mana dengan matanya yang tidak bisa melihat bagaimana caranya untuk melihat jalan? Namun, tiba-tiba Desti mendengar suara gonggongan anjing di belakangnya, Desti pun berlari kencang ke depan dan berharap ada orang yang membantunya. Namun, naas anjing itu menggigit gaunnya dan membuat Desti terjatuh.
Desti berusaha untuk kabur. Namun lagi-lagi ia digigit dan terjatuh hingga gaun bagian atasnya robek. Tak lama kemudian sang pemilik anjing datang dan membawa anjing itu tanpa menghiraukan Desti yang duduk di trotoar. Desti berusaha untuk berdiri dengan berpegangan pada pembatas jembatan dan menangisi nasibnya.
Flashback off
Desti tertawa dengan sedih. “Bahkan, seekor anjing pun menindasku. Sepertinya memang ini jalan hidupku,” batinnya meratapi nasib.
Winarta yang sedang menyetir mobilnya, melihat dari kaca spion apa yang Desti lakukan. Saat melihat senyum Desti yang seperti itu membuat Winarta mengerutkan keningnya. “Ada apa dengan wanita itu? Apa dia gila?” gumam Winarta.
Namun, Winarta tidak menghirau dan melajukan mobilnya menuju belakang gedung pernikahan. Tak butuh waktu lama, Winarta sampai di belakang gedung pernikahannya, Winarta berjalan lebih dulu menuju aula pernikahan. Desti segera dibawa oleh bodyguard menuju ruangan MUA yang akan merias Desti ulang.
***
Desti sudah selesai di rias dan Winarta pun masuk ke dalam ruangan MUA. Awalnya Winarta sempat terpaku melihat kecantikan Desti, tapi lagi-lagi Winarta menepis hal itu, ia tidak ingin berhubungan dengan wanita yang dianggapnya murahan. Winarta berjalan mendekat ke arah Desti.
"Ambil dan gunakan itu! Jangan sampai ada yang mengetahui wajahmu!" ucap Winarta dengan penuh penekanan dalam setiap katanya.
Desti yang tidak bisa melihat pun meraba-raba tangan Winarta. Sampai ia mendapatkan cadar yang ada di tangan Winarta. Winarta tentu kaget melihat apa yang Desti lakukan karena Desti terlihat seperti orang yang tidak bisa melihat. Winarta melambaikan tangannya tepat di depan wajah Desti. Namun, mata Desti terlihat kosong dan Winarta baru menyadari hal itu dan menyimpulkan jika Desti adalah wanita buta.
Hati Winarta sedikit melunak saat melihat Desti yang tidak bisa melihat. Winarta pun menggerakkan tangannya dan memasangkan cadar itu ke wajah Desti. Walaupun hati winarta sedikit melunak tetapi ia tetap membangun sebuah benteng di hatinya untuk tidak mencintai Desti.
Tak lupa juga Winarta memasangkan sebuah kerudung di kepala Desti agar tidak ada yang mengenalinya. Karena mungkin saja ada beberapa rekan bisnisnya yang mengetahui wajah dari keponakan Burdan. Ia tidak ingin mendapat pertanyaan yang akan mengganggunya.
Saat ini Desti hanya memperlihatkan mata dan dihi Desti saja, dan bagian lainnya sudah di tutupi dengan berbagai jenis kain. Winarta menuntun Desti menuju aura pernikahan, hal itu bukan berarti hati Winarta sudah melunak, itu hanya sekedar pencitraan dari Winarta. Karena Winarta tidak ingin rekan kerja atau yang lainnya menyangka jika dia memiliki sang calon istri.
Di aula tersebut hanya terdapat para tamu dan beberapa rekan dunia gelap Winarta. Namun, keluarga Paman Desti tidak ada di aula karena Winarta yang telah mengusir mereka dan memutuskan semua perjanjian dan kerjasama perusahaan mereka. Di dalam pernikahannya, Desti hanya bisa duduk di kursi pengantin tanpa bergerak sedikit pun, sedangkan Winarta sedang berkomunikasi dengan kolega bisnisnya.
Namun, di sudut ruangan, seorang wanita menatap Desti tidak suka, wanita itu bukanlah undangan tamu. Wanita itu adalah salah satu penggemar berat Winarta, tetapi sepertinya Winarta tidak pernah melihatnya sedikit pun. Dengan tatapan tak suka wanita itu pun berkata, "Dasar wanita buta, aku yakin dia menggunakan guna-guna. Tunggu saja pembalasanku."
Pernikahan pun berjalan dengan lancar. Tanpa ada satu pun orang yang curiga dengan Pengantin Wanita. Selama berjalannya acara pernikahan, Desti hanya diam tanpa ada yang menyapa atau pun menegurnya. Keberadaan Desti di sana seperti hantu, ia ada tapi tak terlihat orang.Setelah acara pernikahan selesai. Desti saat ini berada di hotel yang sudah disiapkan oleh Winarta. Dengan bantuan dari MUA Desti menghapus semua riasannya. Tak lama kemudian pintu kamar hotel pun terbuka, dan memperlihatkan Winarta yang masuk ke dalam dengan membawa kertas di tangannya. Beberapa orang MUA yang melihat kedatangan Winarta pun pergi meninggalkan ruangan. Winarta menaruh kertas yang ia pegang di atas meja depan Desti dengan sedikit keras. “Tanda tangani ini!” perintah Winarta dengan kedua tangannya yang terlipat di dada. Desti pun meraba-raba meja di depannya, untuk mencari pulpen. Winarta yang melihatnya pun memutar bola matanya dan membantu Desti mengambil pulpen yang ada di samping kertas. Winarta j
“Bawa, Nyonya kalian ke kamarnya!” perintah Winarta, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat datar. “Baik, Tuan,” jawab para maid yang ada di samping Desti, di kanan dan di kiri. Siska yang melihat hal itu pun, mengepalkan tangannya. Bagi Winarta mungkin itu bukan sebuah perhatian untuknya. Namun, bagi Siska itu adalah perhatian yang sangat besar karena Siska sendiri belum pernah mendapatkan perhatian walau itu sedikit.Setelah melihat Desti dan para maidnya menghilang di balik pintu masuk mansion. Winarta pun melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya. Yap, Walaupun Winarta saat ini sudah memiliki dua orang istri, tetapi Winarta tidak akan tidur dengan salah satu istrinya. Karena ia takut jika nanti akan tergoda oleh salah satu dari istrinya itu dan situasi itu akan dimanfaatkan oleh para istri.Siska yang melihat Winarta akan melangkah menuju kamar pribadinya pun, menggenggam tangan Winarta dan dengan nada manja ia pun berkata, “Sayang … kenapa kau tiak tidur di kamarku sekali in
Saat Siska membawakan makanan ke meja makan, Siska dengan pura-pura berkata, "Ohh … ada Desti juga toh …." Siska tidak berniat untuk mengambilkan makanan untuk Desti. Dia berniat untuk menyuruh kepala pelayan, untuk membawakan sisa makanan yang ada di dapur untuk Desti. Namun, baru saja Siska akan mendudukkan bokongnya itu di kursi depan Winarta, Siska kembali mendengar suara Winarta yang dingin itu kepada dirinya. "Siska, bawakan juga untuk Desti." Siska yang mendengar itu hanya bisa menuruti perkataan Winarta, ia tidak berani membantah karena takut jika akan membuat Winarta marah dan semakin menjauhinya. Siska pun melangkah menuju dapur dengan membawa makanan yang sudah ia siapkan di dalam mangkuk. Siska menaruh mangkuk itu sedikit kasar di depan Desti karena tidak terima jika ia harus melayani Desti. Winarta yang melihat perlakuan Siska hanya melirik saja, ia masih tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh kedua istrinya. Namun, Winarta menghentikan suapannya yang akan masuk ke
Dalam perjalanan pulang menuju mansion, Winarta masih teringat dengan perkataan Jemi saat di kantor. “Apa iya Desti adalah anak Burdan?” Winarta menggelengkan kepalanya cepat, dan berkata, “Tidak mungkin Desti adalah anak Burdan, setauku anak Burdan masih perawan.” Satu alasan itulah yang membuat Winarta masih menyangkal kebenaran yang ada. Winarta sangat mengutamakan keperawanan wanita karena baginya wanita yang tidak perawan lag adalah wanita yang dengan mudah menyodorkan tubuhnya kepada pria.Tak lama kemudian, mobil Winarta memasuki gerbang mansion. Winarta melangkah masuk ke dalam mansion yang mana di depan pintu masuk mansion sudah ditunggu oleh Pak Karja kepala pelayan yang bertugas mengurus semua kebutuhan sehari- hari Winarta. Pak Karja juga, merupakan salah satu orang tua yang berjasa untuk Winarta. Karena semejak Winarta kecil Pak Karjalah yang menguus Winarta. “Di mana istriku, Pak?” tanya Winarta membuat Pak Karja bingung. "Istri yang mana, Tuan?" tanya Pak Karja menga
Mendengar suara Winarta membuat Desti semakin takut. Sementara Winarta bingung melihat keadaan ketiga orang yang ada di depannya ini dengan sangat menyedihkan. Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, "Apa yang terjadi pada kalian? Kenapa kalian berantakan seperti ini?"Nita dan Jona pun juga tidak berani mengeluarkan suara, mereka mengingat perkataan Siska. Mereka tidak ingin mengambil resiko dan membuat mereka serta Desti dalam masalah. Desti meraba ranjangnya mencari tangan Jona dan Jona pun menggenggam tangan Desti. "Aku bertanya kepada kalian kenapa kalian diam? Apa kalian semua bisu?" Suara Winarta terdengar meninggi dan aura di wajahnya mulai semakin dingin dan menakutkan. "Ti-tidak, Tuan … kami tadi terjatuh," jawab Desti bohong dengan tangannya yang gemetar. BrraaakkkDengan marah Winarta berjalan keluar dan menutup pintu dengan keras. Winarta bukanlah orang bodoh yang percaya begitu saja dengan ucapan tak masuk akal Desti. Winarta masuk ke dalam kamar pribadinya dan men
"Ah … mungkin dia yang menyulamnya?" gumam Winarta dan kembali berkata, "Heh, dasar munafik … berlaga sok suci, sok tak suka, sok cuek. Tapi dia sendiri menyulam namaku di saputangan itu." "Lalu apa yang harus aku lakukan pada mereka? Apa aku harus memberi pelajaran pada Siska?" gumam Winarta. "Sudahlah, biarkan saja. Tidak ada urusannya denganku … biarkan dia mengatakannya," ucap Winarta dengan wajah datarnya. ***"Nyonya," panggil Nita ragu. Desti yang mendengar nada suara Nita terdengar ragu pun tersenyum dan berkata, "Ada apa … kenapa suaramu terdengar ragu begitu? Apa ada masalah?” Desti yang sedang duduk di sofa dengan dibantu oleh Jona untuk mengobati luka yang ada di bibirnya. Desti menunggu jawaban dari Nita. Jona yang melihat raut wajah partnernya yang gelisah pun bertanya, “Ada apa denganmu ….”“Nyonya … bolehkah saya bertanya?” tanya Nita ragu-ragu. terlihat di sofa yang berhadapan dengannya Nita terlihat takut dan sedang memikirkan sesuatu. “Boleh, siapa yang melara
“Desti … apa kau mau aku lempar ke api unggun terlebih dahulu baru kau mau turun untuk memasak?” bentak Siska yang tiba-tiba datang dengan membuka pintu kamar Desti dengan kasar. “I-iiya …,” jawab Desti dengan kepala tetunduk. “Buruan! Winarta sudah menunggu di meja makan,” bentak Sika. Untung saja kamar Desti memiliki alat kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar suara teriakan Siska. “Tapi … saya ‘kan tidak bisa melihat, bagaimana caranya saya akan memasak?” tanya Desti berusaha membuat dirinya tenang. “Tidak ada alasan kau tidak bisa memasak karena matamu itu! Kau ‘kan memiliki dua dayangmu itu. Untuk apa suamiku menyewa dayang juka bukan untuk membantumu?” ucap Siska terdengar sinis. Setelah mengucapkan itu, Siska turun menuju ruang makan. Selagi Desti turun dengan di tuntun oleh Nita dan Jona. Melihat Siska yang turun dan duduk di hadapanya membuat Winarta mengerutkan alisnya dan bertanya, “Kenapa kau duduk? Siapa yang akan masak?” “Semua chef dan beberapa maid k
Melihat kedatangan Winarta membuat Siska kalap. Dengan cepat Siska berdiri dari duduknya dan berkata, "Bukannya aku sudah bilang … biarkan aku saja yang mencuci semua piring ini, kau ini sangat keras kepala!" Siska segera mengambil spon pencuci dan mengganti posisi Desti. "Dia pasti sengaja melakukannya untuk membuatku terkena marah Winarta, awas saja kau akan aku beri pelajaran padamu nanti," batin Siska dengan tangannya yang mencuci piring. Namun, Siska lupa jika Desti baru saja menjatuhkan piring, dan tanpa sengaja Siska menginjak pecahan piring itu. "Aarhh …." "Ada apa Mbak? Kenapa Mbak teriak?" tanya Desti terlihat panik saat mendengar teriakan Siska. Winarta yang melihat derama dari istrinya pun hanya bisa memutar bola matanya malas. Bukannya ia tidak tau jika Siska saat ini sedang berakting, Winarta bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dan dibodohi begitu saja. Jika Winarta memang orang yang bodoh tidak mungkin ia mendirikan perusahaan terbesar se-Asia sekarang. "Ikut ak