Home / Rumah Tangga / Istri Kembar CEO Posesif / Nafkah Batin Jangan Ditolak

Share

Nafkah Batin Jangan Ditolak

Author: Kaiwen77
last update Last Updated: 2023-11-29 12:55:13

"Apa yang kalian lakukan sialan!"

Sepanjang berlari keluar cafe. Yuda memaki dan berteriak, membuat Daffa menoleh. Mata Yuda menangkap sosok sekretaris dari Erland yang terang-terangan memerintah beberapa orang berhenti merusak mobil.

"Ada apa ini? Kenapa Anda merusak mobil saya?" Yuda bertanya dengan mata nyalang.

Kepala Daffa menoleh, menatap Yuda begitu santai. Lantas menunjuk mobil warna hitam di depan kendaraan Yuda dengan tatapan.

"Tuan Erland tak suka ada kendaraan yang menghalangi."

Tangan Yuda mengepal marah. "Apa Anda bercanda? Di mana-mana parkir selalu ada yang terdepan dan belakang!"

"Benarkah? Kalau begitu jadikan ini sebagai pelajaran. Tuan Erland tidak suka ada mobil lain yang parkir di dekatnya, termasuk dari segala sisi."

Tatapan Yuda mengikuti Daffa yang memasuki cafe dengan penuh amarah. Namun, ada hal yang perlu Yuda pertimbangkan untuk menyerang.

Pria itu jelas membutuhkan pekerjaan yang sekarang untuk menyambung hidup. Membuat masalah dengan sekretaris serta Erland bukanlah pilihan terbaik.

"Apa yang membuatnya terlihat begitu membenciku?" gumam Yuda dengan mata bertemu Erland yang menyeringai menang.

***

Erland telah kembali ke rumah. Ketika membuka pintu kamar, pemandangan pertama yang disuguhkan adalah Aruna tengah kesusahan menarik resleting dress. Lantas perlahan melangkah mendekat.

"Kenapa memilih pakaian menyusahkan macam ini?"

Kepala Aruna menoleh, membiarkan jemari Erland membantunya. "Ini baju yang paling aku sukai di antara yang lainnya."

"Ya, aku juga suka."

Mata Aruna terbelalak. Bukannya tertutup, dress-nya justru turun hingga dada hampir terekspos. Terburu Aruna menyanggah dress supaya tak jatuh dengan tangan.

Sementara mata melirik ke belakang. Erland telah berulah, menurunkan resleting hingga mencapai batasnya. Saat bibir lembab Erland menyapa kulit, terburu Aruna menghindar.

"Sayang," sebut Erland dalam bentuk protes.

"Apa yang kau lakukan?" Aruna menatap tajam.

Bibir Erland mengulas senyum. "Bisakah aku mendapatkannya?"

Kaki yang mendekat itu, ditatap gugup oleh Aruna. "Mendapatkan apa? Bicara yang jelas."

Tubuhnya tersudut pada rak, dan Erland memanfaatkan momen ini untuk mengurungnya dengan kedua tangan di sisi tubuhnya.

"Irene, aku menginginkannya," ujar Erland dengan mata menatap dadanya, "tubuhmu lebih tepatnya."

Tangan Aruna yang satu lagi, berusaha mencapai resleting di belakang dan membenarkannya. Namun, jemari Erland mengusap pinggangnya dengan mata menatap antusias.

"Aku ingin berbelanja, jadi jangan ganggu penampilanku hari ini," tegurnya dengan kepala menghindar saat Erland ingin mencium.

"Tidak masalah, akan aku belikan apa pun yang kau mau, Irene."

Bibir Erland mengecup lembut pipinya, membuat Aruna benar-benar tak nyaman. "Setidaknya biarkan aku memakai bajunya dengan benar."

Erland tak pernah percaya dengan tipu muslihat dari Irene yang asli. Hingga melakukan hal yang sama pada Aruna. Yakni mencoba mencium bibirnya secara paksa.

"Aku tidak nyaman seperti ini!" serunya kesal.

Hingga tatapan Erland jatuh pada dress miliknya yang terbilang seksi. "Kau akan berbelanja dengan pakaian macam ini?"

"Memangnya kenapa? Apa kau membatasi caraku berpakaian ah!"

Aruna jelas berteriak karena Erland menggotong tubuhnya seperti karung. Lantas, direbahkan cukup lembut di atas ranjang. Erland mendekat dengan tangan melepas dasi kasar, lantas mengendurkan kancing kemeja.

"Benar, aku membatasi. Kau hanya boleh berpakaian terbuka hanya saat di depanku," ujar Erland terdengar tegas.

Belum sempat Aruna memprotes. Bibirnya sudah lebih dulu dilumat lembut oleh Erland. Aruna menggeliat tak nyaman saat tangan Erland meraba ke dalam dress-nya. Sementara lehernya digigit kuat.

"Jangan bergerak!"

Aruna kesal dan memukul. "Apa kau menyentuh binatang!"

"Anggap saja begitu."

Tenaga yang Aruna keluarkan sebagai bentuk penolakan. Tak berhasil mengatasi Erland yang sedang berhasrat. Dress sepenuhnya terangkat dan mengumpul di atas perutnya.

Erland tersenyum. "Di sini tidak sesuai dengan penolakanmu, Irene."

Tubuh Aruna sedikit bergetar karena gerakan tangan Erland di bawah sana. Aruna berusaha menahan sekaligus berharap bisa mengeluarkan tangan Erland. Namun, suaminya menindih dan mencium bibirnya rakus.

"Nafkah batin dari suami jangan ditolak," bisik Erland.

***

Ranjang telah berhenti bergerak, namun tak membuat napas Aruna telah membaik. Sementara Erland yang belum menyingkir dari tubuhnya terkekeh lembut memasuki telinganya.

"Bagaimana Sayang? Bukankah itu sangat menyenangkan?" bisik Erland membuat Aruna menghindar.

"Lepaskan tanganku dan menyingkir dariku," protesnya.

Erland mengecup pipinya. "Katakan dulu, apakah menyenangkan atau tidak?"

Aruna benar-benar tidak nyaman dengan sesuatu yang basah setelah bertempur, menempel di kakinya. Dan itu jelas milik Erland yang terpuaskan.

"Ya, jadi lepaskan aku," sahutnya tak punya pilihan, dari pada kembali digempur disaksikan lembayung sore.

Netra Erland membingkai tubuh polos Aruna yang mulai dibungkus selimut. Tubuh yang lebih berisi dan kenyal itu, benar-benar menyenangkan.

"Diamkan dulu sebentar, itu akan jauh lebih baik saat kau membersihkannya," ujar Erland ikut menarik selimut yang dipakainya.

"Apa?"

Erland tersenyum. "Lengket jika langsung dicuci sekarang, jadi biarkan sebentar."

Mendengar percakapan yang frontal ini, membuat wajahnya sedikit bersemu. Sedang Erland benar-benar merasa senang, mendapatkan Irene baru yang lebih ekspresif.

"Omong kosong," celetuknya kesal dan sepenuhnya mengambil alih selimut dari tangan Erland.

"Irene, perlukah kita mandi bersama?" tawar Erland sudah beranjak dari ranjang.

"Jangan mimpi!"

Erland terkekeh melihat Aruna yang sudah berlari memasuki kamar mandi, hanya demi menghindar dari ajakan Erland. Dia mengusap bibir yang sedikit bengkak karena selain bertugas menyesap. Sempat digigit juga oleh Aruna.

"Irene-ku yang menarik," puji Erland sembari menyeringai.

Setelah rembulan memunculkan diri di balik awan yang gelap. Aruna duduk di atas sofa dengan televisi menyala, namun matanya tertuju pada jendela kamar. Begitu helaan napas terdengar darinya, atensi Erland langsung teralihkan dari pekerjaan.

"Ada apa Sayang? Apa saat ini kau merasa bosan setelah digoyang?" singgung Erland dengan tersenyum senang.

Aruna menoleh kesal. "Berhenti membicarakan hal itu."

Erland masih tersenyum. "Baiklah."

Lantas Aruna menunjuk jendela dengan dagu. "Apa rumahmu sempat terjadi pencurian?"

"Pencurian?"

"Dari mulai jendela, hingga pintu balkon. Semuanya dipermati."

Mata Erland menatap ke arah yang Aruna sebutkan. Bagaimana jika bukan maling yang mencoba masuk? Tapi seseorang yang begitu berharga mencoba keluar melalui akses di kamar tersebut.

Pandangan Erland menjadi dingin. "Kenapa tiba-tiba menyinggung soal jendela?"

Dahi Aruna mengerut, menatap reaksi suaminya yang langsung berbeda. Aruna yang kesal mulai mengutarakan pendapatnya.

"Ini kamar loh, bukan tempat penyekapan," sindirnya, "harus ada udara yang masuk."

"Apa kau berniat kabur?" tanya Erland dengan nada dingin.

"Aku membahas udara, apa hubungannya dengan kabur? Lagi pula siapa juga yang mau tulangnya patah karena kabur dari kamar di lantai dua ini," ocehnya membuat Erland menurunkan pandangan, merasa Aruna sedikit masuk akal.

Hingga Aruna menatap curiga. "Apakah pernah ada yang mencoba kabur dari kamar ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kembar CEO Posesif   Justru Larangan Itu Adalah Perhatian

    Tubuh Erland langsung membeku di tengah anak tangga saat mendengar ucapan dari Fira. Jantung Erland juga berdetak sangat kencang, mata saling pandangan dengan sang putri."Siapa yang beri tahu Fira hal konyol itu?"Fira diam sejenak, membaca ekspresi wajah Erland yang kali ini nampak marah. Perlahan pandangan Fira turun dan hanya berani menatap pundak Erland. "Semua orang membicarakannya pelan-pelan di sekitar Fira. Tapi, Fira mengerti maksud mereka."Erland menghela napas. "Itu hanya omong kosong Sayang. Kenapa Fira percaya? Fira kan anak papa."Tangan Fira meremas pundak Erland. "Papa jangan berusaha berbohong, aku sudah tahu semuanya kok.""Tapi, Papa janji ya. Jangan bilang kalau Fira tahu pada mama. Nanti mama bakal sedih."Erland memilih mengangguk. Ternyata dia tidak bisa menyembunyikan fakta dari anak sekecil Fira. Anak ini mengerti apa yang orang lain katakan, namun malah diam dan memendam semuanya sendiri."Tapi Fira tahu kan, kalau papa sayangnya beneran sama Fira. Mengang

  • Istri Kembar CEO Posesif   Fira Tahu, Papa Fira Adalah Orang Lain

    Aruna mengawasi Erland yang membersihkan sisa kotoran yang menempel pada putranya. Kemudian mengganti popok. "Kabar Mitha gimana, Mas? Kamu sudah dengar belum," singgungnya.Kabarnya Mitha juga melahirkan di hari yang sama. Namun, Aruna ingin tahu lahirnya anak kembar seperti apa."Kata Daffa sudah lahir, anak laki-laki semua.""Lahir normal?" tanyanya.Kepala Erland menggeleng. "Caesar katanya."Mendengar hal itu, Aruna langsung meringis sembari menyentuh perutnya. Erland yang melihatnya, menggenggam tangan Aruna."Mikirin apa sih? Kamu kan lahirannya normal.""Ya tapi ngeri gitu, Mas," sahutnya.Erland memandangnya lama. "Jarang yang bisa lahir normal saat mengandung kembar. Zaman sekarang lebih merekomendasikan caesar."Memikirkannya, Aruna langsung menjawab, "kalau begitu aku tidak mau punya anak kembar."Erland ingin mengusap kepalanya. Namun, langsung Aruna genggam lengan suaminya. Erland sempat menunjukkan raut terheran, setelah mengingat tangan ini yang digunakan membersihkan

  • Istri Kembar CEO Posesif   Kenapa Fira Tidak Mirip Papa?

    Aruna tersenyum mendengar ucapan suaminya. "Benar, Fira pasti senang."Erland ikut tersenyum. "Iya Sayang."Aruna memandang Erland yang begitu betah memandang sang putra. Bibirnya tanpa sadar terus saja tersenyum karena pada akhirnya bisa melahirkan anak dari suami yang dirinya cintai.Bahkan ketika malamnya tiba. Aruna yang sibuk tidur, Erland tetap terjaga dan menjaga sang putra yang sangat lelap tidur di ranjang kecil. Bibir Erland tak pernah berhenti tersenyum, karena melihat fotokopi diri sendiri pada wajah sang putra."Tuan."Erland menoleh dan mendapati Sonya yang membawa tas, bersiap untuk pulang."Oh kamu sudah mau pulang," singgung Erland."Iya Tuan. Saya akan kembali pagi nanti."Erland berpikir sejenak, kemudian menyahut, "besok kamu di rumah saja, istirahat. Terima kasih karena sudah membantu menjaga Aruna."Meski Sonya sempat terkejut karena Erland baru saja mengucap terima kasih. Namun, Sonya langsung tersenyum dan mengangguk."Kembali kasih, Tuan."Erland kembali meman

  • Istri Kembar CEO Posesif   Farras Raffasya, Nama Putra Kita

    Beberapa bulan telah berlalu. Kandungan Aruna sudah mencapai sembilan bulan dan sejak kemarin mulas, menunjukkan tanda melahirkan.Erland langsung membawa Aruna ke rumah sakit. Namun, sampai paginya lagi, Aruna tak kunjung pembukaan. Erland yang melihat Aruna kerap mengadu kesakitan karena kontraksi, membuat Erland bicara pada Sonya."Menurutmu, bukankah ini karmaku? Makanya Aruna kesulitan melahirkan begini," singgung Erland."Tuan, tidak boleh bicara seperti itu. Semua wanita yang melahirkan berbeda-beda, ada yang cepat ada juga yang lumayan lama," sahut Sonya."Sewaktu melahirkan nona Fira, Nyonya seperti ini juga."Erland yang semula memandang ke arah Aruna sedang tidur, langsung menoleh pada Sonya saat mendengar perkataan itu. Erland yang tidak memiliki ingatan soal itu langsung bertanya."Benarkah?"Sonya mengangguk. "Benar sekali Tuan. Makanya Nyonya sekarang nampak biasa saja, meski terkadang mengeluh sakit. Karena sebelumnya juga seperti ini."Erland langsung meraih tangan Ar

  • Istri Kembar CEO Posesif   Kalau Punya Adik, Tidak Disayang

    Erland mengerutkan dahi. "Anak kembar?""Iya."Mendadak Erland tersenyum. "Gimana mau anak kembar, kamu sudah hamil begini. Harus lahir dulu Sayang, baru bikin anak kembar lagi."Mendengarnya, Aruna jadi membuka matanya lebih lebar dan memandang ke arah Erland. Suaminya masih tersenyum, kemudian mengusap wajahnya."Memangnya siap melahirkan lagi? Yang lagi di kandung saja belum lahir," ujar Erland.Aruna langsung menggeleng. "Iya, harus lahirin dulu yang lagi dikandung."Erland mengangguk dan mengusap kepalanya. "Nah iya, habis lahiran. Kita baru pikirkan lagi ya soal anak kembar."Aruna memainkan kancing baju suaminya. "Tapi kata ayahku, katanya anak kembar merepotkan."Erland menumpu kepala dengan tangan. Mata memandangnya sangat lekat, sampai Aruna membalas."Kenapa merepotkan? Kan anak sendiri. Aku malah senang banyak anak, rumah akan ramai dan aku juga bakal bantu merawat anak-anak.""Kalau disuruh jaga anak, paling nanti kamu tidur," ujarnya."Tidak akan, aku jamin."Aruna kemba

  • Istri Kembar CEO Posesif   Mau Hamil Kembar

    Erland benar-benar membawa Aruna ke rumah sakit pada siang harinya. Tentunya untuk memeriksakan kandungan sang istri. Tepat seperti yang dokter katakan, usia kandungannya memasuki 6 minggu. Aruna dan Erland diminta oleh dokter untuk jangan berhubungan dulu, sebelum melewati trimester pertama.Aruna yang memang sudah pernah hamil, tahu masalah larangan itu. Bahkan Erland pun terlihat mengerti, jadi tidak berkomentar apa pun."Jadi, apakah istri dan anakku ini ingin makan sesuatu?"Begitu keluar dari ruangan dokter kandungan, Erland menawarkan. Tangan saling bergandengan dengan Aruna. Erland sampai melirik karena menantikan jawaban dari istri."Aku mau waffle," ujarnya."Hm, biasanya beli di mana?""Aku tidak tahu. Tapi, harusnya ada cafe atau resto yang jual kan."Erland mengangguk. "Nanti aku cari infonya di ponsel ya."Mereka berdua tetap berjalan bersama dan memutuskan untuk menjemput Fira di sekolah. Kebetulan putrinya pasti sudah pulang. Sepanjang mengemudi, Aruna bergelayut man

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status