Clara menunggu Megan di resoran di mana tempat Megan bekerja. Ini masih pukul sepuluh, jadi Clara gunakan untuk browsing cari informasi mengenai pekerjaan. Sambil di temani segelas jus apel, Clara begitu fokus menatap layar ponselnya.
"Harusnya kau jangan biarkan putri keduamu itu menikah dengannya."
"Benar itu. Toh kalaupun tidak menikah, masih ada hak dengan Jou. Jadi Chloe akan memiliki menantu kaya."
Meski begitu fokus, Clara bisa mendengar percakapan ibu-ibu yang duduk di bangku belakangnya. Clara terdiam dan meletakkan ponselnya untuk memastikan siapa yang sedang mereka bicarakan.
"Aku juga saat ini memang memiliki menantu kaya," sahut Tania.
"Benar juga ya."
"Entahlah! Aku tidak peduli."
"Kau dari mana?" tanya Bill seraya mengamati tampilan sang istri. "Kenapa baru pulang?"Tania meletakkan tas jinjingnya di atas meja lalu duduk di sofa. "Tentu saja aku baru bertemu teman-temanku," ujar Tania.Mendengar jawaban itu, Bill lantas membuang napas kasar. Bill berdiri sambil berkacak pinggang menatap tajam pada sang istri."Keuangan kita sedang menurun, harusnya kau bantu aku bukannya malah kelayapan tiap hari."Tidak mau disalahkan, Tania berdiri. "Tugas istri bukan mencari uang suamiku. Kalau kita sedang ada masalah dengan keuangan, cobalah kau minta bantuan pada besan kita."Bill terdiam lalu jatuh terduduk seolah sedang berpikir. Awal ketika Noah menikah dengan Clara, keluar Noah memang nampak kaya raya. Namun, akhir-akhir ini mendadak ada berita miring yang mengatakan kalau mereka bangkrut."Bukankah mereka bangkrut?" tanya Bill.Tania berdecak kemudian duduk bergeser lebih dekat dengan sang suami. "Suamiku, itu kan ha
Masih menikmati air hangat yang menguap, Noah menyandarkan kepala pada bantalan busa di bibir bak mandi. Kedua matanya terpejam dengan kepala tengah membayangkan sesuatu."Aku berniat menghancurkannya dulu," kata Noah. "Aku masih sakit hati tentang Chloe yang beraninya pergi meninggalkanku. Tapi … dengan menghancurkan Clara apakah cara yang benar?"Noah terus memikirkan Clara. Sejenak, Noah menenggelamkan kepalanya beberapa detik. Begitu terangkat, Noah duduk tegak sambil menyugar rambut ke belakang dengan kedua tangan."Tapi akhir-akhir ini aku merasa nyaman dengannya. Aku seperti tidak merasa kesepian lagi."Noah berdiri lalu meraih handuk dan melingkarkannya di pinggang. Sudah hampir satu jam Noah berendam di kamar mandi. Bibirnya yang seksi bahkan terlihat mulai membiru, dan jari-jemarinya nampak kusut.Keluar dari kamar mandi, Noah tidak menemukan Clara di sana. Clara yang bilangnya hendak membuatkan susu hangat belum juga muncul.
Clara menyiapkan pakaian sesuai dengan permintaan Noah. Ia membuka semua kancing kemeja lalu meletakkan di tempat biasanya. Setelah selesai menyiapkan keperluan sang suami, Clara bergegas bersiap-siap. Hari ini dia akan mendatangi perusahaan yang kemarin dikasih tahu oleh Megan. Sekitar setengah jam, Clara sudah terlihat anggun dengan celana panjang berbahan katun dan kemeja putih dengan bagian lengan ia lipat ke luar. Clara menoleh ke arah jam dinding. Di sana sudah menunjukkan pukul setengah tuju. Sudah waktunya Clara untuk membangunkan Noah. "Noah," panggil Clara sembari mengguncang lengan Noah. Tidak ada respon, Clara mengguncang tubuh Noah lebih kencang. "Noah, bangun! Sudah siang." "Emmh!" Noah hanya
Saat perjalanan pulang ke rumah, wajah Clara nampak begitu bahagia. Bukan hanya bahagia karena bertemu dengan kawan lama, tapi juga karena berhasil mendapatkan pekerjaan. Clara tidak menyangka kalau akan mendapat pekerjaan yang tidak jauh berbeda dari bidangnya. Meskipun nanti hanya bertugas mengatur kostum, tapi ini pasti sangatlah menyenangkan. Sepanjang perjalanan, bibir Clara terus menyungging senyum. Ketika di tengah perjalanan, Clara tidak sengaja melihat ibunya lagi. Ia sedang berdiri di depan sebuah salon sendirian. Pada umumnya, seorang anak pasti akan menghampiri ibunya. Namun, Clara begitu enggan untuk ke sana. Setelah mendengar percakapan ibunya bersama kawan-kaman kemarin, Clara masih belum mau bertemu sang ibu. "Ibu harusnya tahu, sebagai seorang anak pastilah aku sangat merindukan
Clara tertidur hingga menjelang petang. Ia sampai bermimpi berulang kali dan sialnya bukan mimpi bagus yang ia dapatkan. Berkali-kali gelisah hingga berguling ke sana kemari, tetap saja kedua matanya tak kunjung terbuka. Clara seolah sedang di bawa dalam suatu tempat yang menunjukkan kenyataan di hari nanti.Semakin larut, Clara seolah sedang berjalan melewati rerumputan hijau yang begitu luas. Jauh di depan sana--di bawah pohon akasia--terlihat sosok gagah yang begitu Clara kenal. Noah, dengan tubuh tegap dan rambut ditata rapi ke belakang, nampak tengah melambai meminta Clara segera datang mendekat.Senyum indah tersungging sempurna di wajah Clara. Binar mata terpancar mendorong Clara melangkahkan kaki berlari menghampiri sosok pria gagah itu.Mimpi berikutnya beralih menjadi senyuman setelah yang lalu membuat rasa gelisah dan takut."Kenapa kau di sini?" tanya Clara saat sudah berada di dekat Noah. Clara menatap Noah begitu dalam."Tentu saja ka
Pagi hari seperti biasanya Clara sudah menyiapkan semua keperluan Noah. Namun, Clara tidak menunggu Noah bangun, menemani sarapan dan lain-lain. Karena kejadian semalam, Clara berpikir untuk sedikit cuek supaya tidak termakan oleh kebaikan Noah. Sebelum Noah terbangun--sekitar pukul setengah tujuh--Clara sudah pergi meninggalkan rumah. Clara hanya berpamitan dengan Bibi Tere dan memberikan satu kecupan untuk Jou. Hoaaaamh! Noah menggeliat sambil menguap. Ia merentangkan kedua tangan, merenggankan otot-otot tubuhnya masih dalam posisi berbaring. "Jam berapa sekarang?" gumam Noah. Noah terduduk, mengucek kedua matanya lalu mendongak mencari letak jam dinding. Saat ini, sudah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit.
Noah teringat dengan panggilan dari Chloe yang terabaikan. Selama ini Chloe hanya mengirim pesan via email tanpa menghubungi via telpon sekalipun. Entah apa alasannya, Noah tidak terlalu ingin tahu. Cuma, Noah hanya sedikit khawatir jika ternyata menang Chloe sudah kembali. "Harusnya aku senang jika Chloe kembali, tapi … rasa-rasanya aku tidak ingin lagi bertemu dengannya," kata Noah. Sepanjang perjalanan pulang, Noah terus saja memikirkan tentan Chloe. Bukan tentang rindu, melainkan rasa kecewa dan sakit yang selama ini Noah kubur. Wanita yang harusnya Noah nikahi dengan tega berpamitan pergi meninggalkan satu putranya yang masih bayi. Egois! Satu kata yang pantas dilontarkan untuk Chloe. Ketika masih melamun sambil menyetir, Noah dikejutkan dengan getaran ponsel dari dalam saku. Ibu menelpon.
Mereka sudah sampai di hunian Tuan Pablo dan Nyonya Elle. Terlihat begitu banyak tamu undangan yang datang. Josh dan sang istri sudah keluar lebih dulu, disusul dengan Noah dan Clara. "Ayo kita masuk," ajak Lily yang sudah menggandeng sanv suami. Sebelum ikut masuk, Clara meraih lengan Noah hingga tidak jadi melangkah. "Ada apa?" tanya Noah. Clara menggigit bibir dan memilin jemarinya. Wajahnya nampak bingung penuh keraguan. "Ada apa?" tanya Noah lagi. "Em, apa tidak apa jika kita masuk bersama?" tanya Clara. Kening Noah berkerut. "Memang kenapa?" Clara menatap sendu, semakin membuatnya begitu menggemaskan di mata Noah