Dari jarak cukup dekat-- sekitar tiga meter--Lily melengkungkan senyum saat memandangi Clara yang sedang berbincang dengan Jou. Bayi berumur satu bulan itu, sepertinya bisa langsung menerima kehadiran Clara. Terbukti dari cara Clara yang menggendong Jou tanpa menangis.
"Kau sangat lucu," kata Clara yang terus menggendong sambil menimang-nimang baby Jou.
Baby boy itu terus saja memandangi wajah Clara yang juga memandangnya sambil sesekali berceloteh macam-macam.
"Sepertinya kau begitu suka dengan bayi," kata Lily ketika sudah berdiri di samping Clara. "Jou juga sepertinya nyaman denganmu."
Clara tersipu. "Aku memang suka bayi, Bu. Dulu aku sering mengunjungi panti asuhan dan membantu ibu panti mengurus bayi."
Lily menarik satu kursi yang semula berada di bawah meja makan. "Kita makan malam dulu. Suster, tolong jaga Jou dulu," kata Lily pada suster kemudian.
Suster tersebut membawa Jou ke ruangan lain. Ketika Clara sudah ikut duduk, Josh dan Noah pun muncul.
Makanan yang tersaji di atas meja mulai mereka nikmati dengan lahap. Belum ada percakapan di antara mereka sampai beberapa menit kemudian Josh buka suara.
"Mulai malam ini, Baby Jou akan tinggal bersama kalian."
Noah mendongak masih sambil mengunyah makanannya. Ia sudah tahu kalau ini akan terjadi, karena pada dasarnya tujuannya menikah dengan Clara adalah supaya Baby Jou punya sosok ibu.
"Asal jangan tidur denganku," kata Noah acuh.
"Apa maksudmu?" Lily bertanya. "Kau tidak mau bersama anakmu, iya begitu?"
"Aku tidak suka dengan suara tangis bayi," jawab Noah enteng.
Jawaban tersebut tentunya membuat Josh geleng kepala. Ia merasa malu karena memiliki putra yang tidak bertanggung jawab.
"Ada Clara di sini. Dia yang akan mendampingi Jou." Lily bicara lagi.
Noah yang kesal karena sang ibu tidak paham dengan kalimatnya, terdengar membuang napas kasar.
"Maksudku juga begitu. Silahkan saja Jou di sini, asalkan tidak menggangguku. Jadi sebisa mungkin Clara harus terus bersamanya."
Berdebatan di hadapannya ini membuat posisi Clara saat ini serba bingung. Semakin Noah bicara, semakin Clara yakin bagaimana watak Noah sebenarnya. Sungguh dia pria yang tidak bertanggung jawab.
Inikah kenapa Chloe memilih pergi mengejar mimpinya? Clara hanya bisa menebak-nebak.
"Siapa yang berbuat ceroboh sampai ada Jou di sini?" Lily tiba-tiba menyala-nyala. "Kau lelaki, bersikaplah dewasa!"
Noah nampak tertegun. Sampai detik ini, inilah pertama kali Noah melihat ibunya marah sampai menyala dan dengan napas berderu.
Di sampingnya, Josh mencoba meminta Lily untuk duduk kembali dan menenangkan diri. Namun, Lily masih kukuh berdiri menekan meja dengan kedua telapak tangan.
"Kalau kau tidak berhubungan dengan Chloe, tidak akan ada Jou. Dia hasil dari kecerobohanmu, maka bertanggung jawablah. Ibu sungguh kecewa denganmu!"
Brak!
Usai menggebrak meja, Lily mendorong meja dengan kedua lutut kaki bagian belakang hingga kursi tersebut terjungkang ke belakang. Setelah itu, Lily beranjak meninggalkan ruang makan.
"Sayang," panggil Josh. "Tenangkan dirimu." Josh sudah ikut berdiri dan langsung mengejar sang istri.
Sementara di ruang makan, kini menyisakan Clara dan Noah. Mulanya mereka saling diam hingga mata mereka saling bertemu.
"Puas kau sekarang!" hardik Noah saat itu juga.
Clara yang merasa tidak bersalah dalam hal ini, seketika mengerutkan dahi. "Atas dasar apa kau menghardikku? Ini urusanmu, jangan sekali-kali membawaku kedalamnya."
"Shit!" Noah tiba-tiba mendorong piring hingga ke tengah meja membuat beberapa wadah saling bertabrakan.
Clara yang tidak mau ambil pusing, kini sudah berdiri. "Ini masalahmu dengan Chloe, jangan harap aku mau terima begitu saja jika kau salahkan!"
Clara menepuk meja kemudian berlalu pergi masuk ke dalam kamar yang di dalam sana sudah ada Jou dan susternya.
"Apa semuanya baik-baik saja, Nona?" tanya suster itu dengan raut ketakutan.
"Apa keluarga ini selalu berdebat seperti ini?" tanya Clara dengan kesal.
Suster tersebut meletakkan baby Jou di atas ranjang lalu kini mendekati Clara yang sedang mendesis beberapa kali karena kesal.
"Sebelumnya tidak pernah, Nona," ujar Suster bernama Mela.
"Tapi mereka begitu menakutkan. Aku sampai ketakutan melihatnya." Clara mondar-mandir sembari menggigiti ujung jari. "Aku bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi."
"Semua bermula saat Tuan Noah dan Nona Chloe menjalin kasih." Mela duduk perlahan di atas kursi kayu berbusa.
Di sampingnya, Clara menunduk karena merasa penasaran.
"Kenapa dengan mereka? Selama ini aku bahkan tidak tahu kalau Chloe memiliki kekasih."
Bukan hanya tidak tahu, tapi Clara tidak begitu dekat dengan Chloe. Clara sibuk dengan kuliahnya dan mengikuti kursus sebagai designer, sementara Chloe, dia lebih sering berada di depan kamera. Hingga yang Clara tahu, beberapa bulan terakhir Chloe berhenti dari dunia modeling.
"Tinggalkan aku dan Jou sendiri dulu," kata Clara kemudian.
Suster Mela mengangguk.
Sementara Jou masih tertidur pulas di atas ranjang, Clara masih berdiri sambil mengusap-usap dagu. Pernikahan ini terjadi karena yang Clara tahu, Chloe pergi meninggalkan Noah untuk mengejar kesempatan menjadi model go internasianal. Clara sadar kepergian Chloe tentu akan mengacaukan segalanya, dan memang semua itu sudah terbukti.
Clara harus kehilangan mimpinya, perdebatan keluarga Noah tak terhindarkan dan juga ada Jou di sini yang tidak boleh diabaikan.
"Kau boleh saja pernah membantu membayai kuliahku, tapi bukan dengan seperti ini aku harus balas budi. Kau memang sialan!" hardik Clara tiba-tiba.
Dalam diri Clara, banyak yang tahu kalau dirinya tipe yang lemah lembut. Namun, saat melihat bagaimana rupa Baby Jou, Clara merasa semua egois dan tidak harus dipatuhi.
(Bagaimana pernikahanmu dengan Clara, maaf aku lupa memberi kabar.)
Sebuah pesan email masuk. Noah berdecak dan juga merasa lega ketika mengetahui siapa pengirim email tersebut.
(Maaf aku tidak bisa menerima panggilan untuk saat ini. Aku hanya bisa memberimu kabar lewat email.)
Noah berdecak saat email berikutnya terbaca.
"Kau membuatku terluka dan kecewa. Aku tidak akan peduli lagi padamu!" tegas Noah sambil mematikan laptop dengan cepat.
Setelah berpaling dari laptopnya, diam-diam Noah menyeringai. Ia lantas membaringkan tubuh di atas ranjang sambil menekuk kedua tangan untuk menyangga kepala. Kini pandangannya tepat menatap langit-langit kamar.
"Aku bahkan tidak ingin menyentuh anak itu! Andai saja aku tahu kau akan meninggalkanku, tak sudi aku menjamahmu. Lihat saja apa yang bisa aku lakukan pada kembaranmu itu sebagai balasanku atas perbuatammu!"
Rasa kecewa, mungkin sudah menghilangkan rasa cinta. Meski di ujung hati masih ada rasa, jujur saja Noah sudah sangat hancur. Ingin rasanya mengakui kalau perkatan sang ibu memang benar, Chloe pasti akan pergi. Namun, ego lebih dulu mencegahnya.
Bagaimana Noah selalu berdebat saat membela Chloe di hadapan kedua orang tuanya. Noah melawan demi cintanya pada Chloe, dan apa sekarang? Yang telah dipertahankan ternyata pergi.
"Kau memang wanita sialan! Kau membuatku jijik akan bersentuhan dengan yang namanya wanita."
Dan saat malam itulah, Noah benar-benar sudah berubah. Tampang elegan dan berwibawa, berubah garang dan emosional meningkat.
Pagi datang, Clara lumayan bisa tidur dengan nyenyak untuk pertama kali di rumah ini. Meski terdengar keterlaluan, karena Lily harus meninggalkan Jou bersama Clara, tapi sebenarnya ada maksud tertentu. Toh Clara sepertinya tidak keberatan dengan keberadaan Jou di sini. Tidur bersama Baby Jou juga terasa nyaman. "Apa Nona butuh bantuan?" tanya Mela yang baru saja datang ke kamar Clara. "Bantu siapkan air hangat untuk mandi dan pakaian ganti," sahut Clara. Di atas ranjang, Clara mulai melucuti pakaian Jou bergantian. Selesai dari itu dan Mela juga sudah mempersiapkan semua yang tadi Clara katakan, Jou ia fendong dan mengarahkan pada Mela. "Kau mandikan dia. Aku bangunkan tuan rumah dulu," kata Clara setelah Jou ada dalam gendongan Mela. "Baik, Nona."
Mau berniat dirahasiakan seperti apa, pernikahan tersebut pastilah banyak yang tahu. Meski mereka-mereka hanya menebak-nebak dan tidak seratus persen yakin, tapi gunjingan atau omongan orang-orang tetap ada. Ada yang membicarakan sisi baik, ada juga yang memihak sisi buruknya. Setelah ditinggal pergi oleh Noah ke kantor, Clara diam di rumah bersama suster dan Baby Jou. Awal pernikahan yang buka keinginannya tetaplah harus ia buat seolah tidak menjadi beban. "Mela," panggil Clara saat suster Jou itu tengah membuatkan susu untuk Jou. "Iya, kenapa Nona?" "Apa kau bekerja bersama keluarga Noah baru saat Jou ada?" "Tidak, Nona. Saya sudah ikut keluarga Tuan Josh sekitar enam tahun yang lalu." Clara manggut-mangg
"Ibu tahu aku menikah bahkan karena terpaksa. Bisa-bisa menyuruhku seranjang dengan wanita itu," cerocos Noah sambil melangkah masuk. Melangkah sampai ke ruang dalam, beberapa pelayan menunduk sopan. Noah terus saja berjalan angkuh seperti biasanya. Ia berjalan menaiki anak tangga. Ceklek! Bunyi pintu terbuka, membuat Clara yang sedang berada di ruang ganti mendadak gelagapan sendiri. Ia baru saja selesai memakai piama yang ibu mertuanya belikan. Piama tersebut terbuat dari bahan satin silk. Tidak terlalu terbuka karena dilengkapi jubah, hanya bagian roknya yang sedikit tinggi di atas lutut. "Haruskah aku seperti ini?" batin Clara. "Aku bahkan terlihat seperti wanita aneh." Ketika terdengar pintu sudah tertutup, kini Clara bisa mendengar suara tapak s
Pagi datang lagi, seperti biasanya Clara sudah terbangun sekitar pukul lima pagi. Ia belum sempat mandi apalagi berganti pakaian karena pakaian ganti semua ada di kamar atas. Clara hanua merapikan diri dengan menyisir rambut lalu menjapitnya. Semalam Clara hanya tidur sendiri. Kata Mela, dia yang akan tidur bersama Jou beberapa hari ini. Ternyata semua itu atas perintah Nyonya Lily. "Pagi semuanya!" sapa Clara pada para pelayan yang sedang menyiapkan sarapan. Mereka nampak antusias menjawab sapaan dari Clara. "Pagi, Nona." Begitu jawab mereka bersamaan. "Ada yang bisa aku bantu?" Clara berjalan mendekati meja konter dapur yang terlijat ada beberapa sayuran mentah. Ke tiga pelayan itu saling pandang sejenak.
Tania pulang sekitar pukul lima sore. Seharian dia di sini, lebih banyak mengagumi keadaan rumah dari pada mengobrol atau sekedar bertanya bagaimana keadan Clara selama tinggal di sini. Yang Tania temui sambil tersenyum-senyum tentunya Baby Jou. Kalau dengan Clara, ya … tidak ada yang istimewa selain obrolan yang tidak terlalu penting. "Ibu bahkan sama sekali tidak menanyai bagaimana kabarku," dengus Clara. Clara menggerutu sambil coret-coret kertas putih. Ia biasanya mengisi kesuntukan dengan menggambar sesuatu. Misalnya gaun atau model baju yang sedang trend. "Apakah ibu tidak peduli bagaimana keadaanki di sini?" lanjut Clara lagi. Ia meletakkan pensilnya di atas kertas lalu bersandar pada kursi. Ia meraup wajahnya dan membuang napas seolah ingin melepas segala penat yang ada.
Noah terus saja memikirkan kalimat sang ibu yang menohok. Meski pernikahan ini sungguh tidak ia sukai, tapi semua ini juga bermula dari kesalahannya sendiri. Sampai pagi menjelang, Lily masih betah menemani Clara tidur. Clara menangis semalaman karena ulah Noah tentunya. Cukup lama Lily menenangkan Clara sampai akhirnya semalam bisa tidur. "Kau bangun, Sayang?" celetuk Lily ketika Clara menggeliatkan badan. Lily sendiri saat ini sebenarnya baru saja terbangun, tapi sudah terduduk di tepi ranjang sambil sesekali menguap. "Maaf, Bu. Aku jadi merepotkanmu," kata Clara sambil meraup wajah. Lily tersenyum sambil mengusap lengan Clara. Meski kedekatan dengan Noah masih begitu jauh dan entah ada harapan dekat atau
Noah sudah turun sambil menjinjing tas kerjanya. Begitu masuk, semua karyawan yang berpapasan segera menunduk sopan dan menyapa. "Kupikir kau tidak hadir," kata Angela begitu sudah menyusul Noah masuk ke dalam ruangan kerja. Sebagai sahabat sekaligus sekertaris Noah, Angela bisa dengan leluasa berbicara tanpa rasa sungkan. "Memang kenapa aku harus tidak hadir?" sungut Noah. "Jangan katakan tentang bulan madu." Noah terlihat mendengus saat terduduk di kursi kerjanya. Angela juga ikut duduk. "Sudahlah, berhenti muram begitu. Semua bisa begibi juga karena ulahmu sendiri kan?" Lagi-lagi Noah merasa disudutkan. Tidak di rumah tidak di kantor, sepertinya selalu disalahkan. Noah yang cukup kesal, menatap Angela de
Sekitar pukul tiga sore, hujan turun dengan begitu derasnya. Jika hari-hari lalu hanya hujan gerimis, kali ini membludak lebih deras diikuti suara petir yang terkadang membuat dada berdegup terkejut. Noah sudah selesai mandi. Di dalam kamarnya, dia mulai merasa khawatir karena Clara tidak kunjung pulang. Sudah satu jam dari waktu Bibi Tere dan Jou pulang tadi. Harusnya Noah tidak peduli. Harusnya masa bodoh saja. Namun, rasa was-was di hatinya membuatnya panik akan keberadaan Clara. Belum lagi di luar sana hujan deras. "Kemana dia?" gumam Noah saat langkah kakinya sampai di pintu kaca menuju balkon. Noah mendorong pintu tersebut dan berjalan keluar sambil memeluk tubuhnya sendiri menahan hawa dingin di luar sini. Cipratan hujan yang tertiup angin, semakin menambah hawa dingin. Kabut tebal juga n