Beranda / Rumah Tangga / Istri Ketiga Sang Juragan / Talak Aku Sekarang Juga!

Share

Talak Aku Sekarang Juga!

Penulis: Ranti Kurnia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-30 07:34:32

"Katakan bahwa ini semua tidak benar, Mas!" sentak Renata. 

"Sayangnya ini semua benar. Ya kan, Dirgantara?" ucap Nyonya Esme sinis. 

"Baby, kamu jahat ya! Apa aku dan Kak Renata masih kurang untukmu, hah?" amuk Olivia memukuli dada bidang Tuan Dirgantara. 

"Bukan begitu, Liv. Aku terpaksa menikahi gadis ini. Kami berdua diarak dan dinikahkan paksa di balai desa," ucap Tuan Dirgantara. 

"Kalian berdua berzina, hah?" amuk Renata kian menjadi-jadi. Ikut memukuli dada bidang Tuan Dirgantara. 

"Tidak. Semuanya hanya salah paham. Dia menolongku, tapi warga malah mengira kami berbuat mesum," jelas Tuan Dirgantara. 

"Omong kosong macam apa ini?" ucap Olivia tidak percaya. 

"Bohong! Kamu pasti sedang mengarang cerita kan, Mas?" tebas Renata. Tawa sumbang menghiasi wajahnya. 

"Sumpah, Re, Liv. Mana mungkin aku membohongi kalian berdua," ucap Tuan Dirgantara frustasi. 

Renata dan Olivia tidak hentinya mengamuk dan memukuli dada Tuan Dirgantara. Pria dewasa yang sedang berbaring di atas brankar itu sempat meringis kesakitan akibat pukulan Renata meleset mengenai perutnya. 

"Sudah, hentikan! Kalian mau membunuh putraku, hah?" sentak Nyonya Esme. 

"Ma! Mas Dirga sudah keterlaluan. Mama tidak bisa membelanya seperti ini," kesal Renata. 

"Sudahlah, Baby. Jujur saja kalau kamu sudah bosan dengan kami dan ingin mencari daun muda. Iya, kan?" sentak Olivia. 

"Tidak, Re, Liv. Ayolah, percaya padaku," pinta Tuan Dirgantara. 

Meraih jemari kedua istrinya, Tuan Dirgantara berusaha membujuk Renata dan Olivia. 

"Ish... Nggak usah pegang-pegang," sentak keduanya bersamaan. 

"Ayolah, jangan merajuk! Aku sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Sumpah!"

"Yasudah begini saja, kamu ceraikan dia, Baby. Gampang kan?" ucap Olivia. 

"Nah, benar itu. Ayo tunggu apalagi, cepat talak dia, Mas!" desak Renata. 

"Tidak, aku tidak setuju! Dirga, kalau sampai kamu berani menceraikan Ava, maka kalian semua harus angkat kaki dari mansion!" ancam Nyonya Esme. 

"Tidak masalah, Ma. Mas Dirga pasti bisa memberikan tempat tinggal untuk kami semewah mansion milik Mama itu," ucap Renata tidak mau kalah. 

Sontak, Nyonya Esme tertawa sumbang. "Ha ha ha... Mimpi kamu. Memangnya Dirgantara punya apa, hah?"

"Dirga, kamu tidak lupa kan kalau aset mendiang Papamu diberikan kepada siapa? Ingat, aset itu hanya dititipkan sementara kepadamu," peringat Nyonya Esme. 

Renata dan Olivia menghentakkan kakinya dengan kesal. Raut wajah mereka suram seketika. Ada kekesalan yang ditahan, sebab pembahasan Nyonya Esme sama sekali tidak menyenangkan. 

'Sial! Si tua bangka itu terus-terusan mengingatkan masalah ahli waris,' batin Olivia menggerutu. 

"Tapi, Mas Dirga juga berhak mendapatkan aset itu, Ma. Selama ini Mas Dirga yang mengembangkan bisnis peninggalan Papa. Tidak mungkin dong hasil kerja keras Mas Dirga selama ini sia-sia," sahut Olivia. 

"Ya jelas tidak sia-sia dong, Liv. Dirgantara kan juga berhak mendapatkan haknya sebesar 50%. Ya, tapi dengan syarat yang ditentukan itu tadi. Dirgantara bisa memiliki haknya setelah 50% aset lainnya diberikan kepada penerusnya," ucap Nyonya Esme. 

"Sudahlah, Re, Liv. Kalian kan sudah tahu masalah itu. Untuk apa harus dibahas berulang kali sih?" kesal Tuan Dirgantara. 

"Ya intinya biar kamu tidak menikah lagi dan mendapatkan hakmu itu, Mas. Masa begitu saja tidak mengerti," kesal Renata. 

"Kalau kamu tidak mau Dirgantara menikah lagi, lahirkan anak untuk Dirgantara secepatnya!" sarkas Nyonya Esme. 

"Mama mengejekku karena tidak bisa memiliki anak, iya?" sengit Renata. 

"Loh, siapa yang mengejek sih, Re. Kan aturannya memang seperti itu. Dirgantara harus mendapatkan keturunan agar dia bisa memiliki 50% bagiannya itu. Masa begitu saja kamu tidak paham dan harus dijelaskan berulang kali sih," dengkus Nyonya Esme.

"Sudah... Sudah... Lebih baik kalian semua pulang. Biar Max yang menjagaku di sini. Kepalaku mau pecah rasanya mendengarkan perdebatan ini," keluh Tuan Dirgantara. 

"Max juga harus ikut pulang!" perintah Nyonya Esme. 

"Tapi bagaimana dengan Tuan Dirgantara, Nyonya?" tanya Max. 

"Biar Ava yang merawat Dirgantara," ucap Nyonya Esme. 

"A-aku, Nyonya?" tunjuk Ahava pada dirinya sendiri. 

"Gunakan kesempatan ini sebaik mungkin untuk mendapatkan hati Dirgantara," bisik Nyonya Esme. 

***

"Arghhh... Sialan, brengsek!" amuk Renata. 

"Tenanglah, Kak. Kamu pikir aku juga tidak kesal dengan si tua bangka itu?" ucap Olivia. 

"Sialan memang. Yang dibahas si tua bangka selalu saja soal pewaris dan pewaris. Kamu juga, kenapa sudah dua tahun menikah belum juga hamil, hah?" sentak Renata. 

"Ya sabar, Kak. Memang belum dikasih kok. Kak Re sendiri kan tahu kalau aku tidak ada masalah. Mungkin memang Mas Dirganya saja yang mandul," kesal Olivia. 

"Mulutmu itu. Sembarangan saja kalau ngomong."

Drttt... Drttt... 

"Ya?"

"........"

"Oke. Aku ke sana sekarang juga."

"Kak Re, aku harus pergi dulu."

"Mau ke mana kamu? Aku perhatikan akhir-akhir ini kamu sering keluar rumah," curiga Renata. 

"Biasalah, Kak. Teman arisanku mengajak bertemu. Bye, Kak."

Olivia melenggang begitu saja, membuat Renata semakin kesal saja. 

"Brengsek memang anak itu. Sudah tahu situasinya sedang panas begini. Bisa-bisanya dia bersenang-senang dengan teman-temannya," kesal Renata. 

"Percuma saja aku masukkan bocah sialan itu di dalam rumah tanggaku kalau sampai saat ini tidak hamil-hamil juga. Bisa-bisa semua harta ini akan dikuasai Ava. Arghhh, brengsek!" amuk Renata semakin menjadi-jadi. Membuangi kosmetik di meja rias hingga berserakan di atas lantai.

***

"Nyonya, kau tidak lupa dengan bagianku kan?"

"Cih, dasar mata duitan!"

"Ayolah, Nyonya. Tuan Dirgantara bisa menikah dengan Ava juga karena aku yang memperlancar semuanya. Jangan lupakan itu."

"Ambil bagianmu dan cepat angkat kaki dari rumahku!"

Satu gepok ratusan ribu dilemparkan. Netra Bibi Belinda kian berbinar-binar ketika menangkap lembaran merah itu. Membuang Ahava dari hidupnya benar-benar sesuatu yang menguntungkan. Tidak hanya mendapatkan uang puluhan juta, aset yang mendiang orangtua Ahava punya juga sebentar lagi pasti akan menjadi miliknya. Bibi Belinda yakin itu.

"Bagaimana, Sayang? Kamu mendapatkan uangnya?" tanya Paman Frank penuh harap. 

"Jelas dong, Sayang." 

Bibi Belinda mengulum senyum semringah. Memamerkan segepok uang ratusan ribu di depan mata Paman Frank, membuat netra pria paruh baya itu hijau seketika. 

Mengambil segepok uang, Paman Frank menciumi bau harum dari uang tersebut. 

"Gila, Sayang. Uangnya banyak sekali. Ayo, kita hitung!" ucap Paman Frank antusias. 

"Tidak usah dihitung. Aku sudah tahu jumlahnya. Ada lima puluh juta, Sayang. Aku yang meminta nominal itu."

Paman Frank mencolek dagu Bibi Belinda. "Ah, kamu memang pandai kalau soal uang, Sayang."

"Tahu menguntungkan begini, sudah aku buang Ava dari dulu," imbuh Paman Frank. 

"Ava di sini juga menguntungkan buat kita, Sayang. Jangan lupakan jasanya sebagai babu di rumah ini," kekeh Bibi Belinda. 

"Tapi kan lebih menguntungkan Ava pergi dari rumah ini, Sayang. Selain kita mendapatkan puluhan juta, aset mendiang Kakakku pasti sebentar lagi akan menjadi milikku."

"Sudah pasti itu, Sayang. Kita harus segera mengurusnya agar aset-aset itu berbalik atas namamu."

"Ah, rasanya aku sudah tidak sabar menjadi orang paling kaya di desa ini."

"Sama, Sayang. Aku juga tidak sabar," ucap Bibi Belinda antusias. 

"Bahagia sekali rasanya tertawa di atas penderitaan bocah sialan itu."

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Ava ke depannya. Pasti jauh lebih tersiksa daripada di rumah ini," kekeh Bibi Belinda. 

"Ya, kamu benar, Sayang. Hidup di dalam keluarga konglomerat tidak akan semudah itu. Aku yakin kedua istri Tuan Dirgantara akan menyiksa Ava di sana. Ha ha ha..."

***

"Tuan, mau makan buah? Aku kupaskan apel ya?" tawar Ahava. 

"Tidak usah sok baik kamu. Kamu pikir aku tidak tahu akal bulusmu, hah?" sentak Tuan Dirgantara. 

"Maksudnya?" tanya Ahava sama sekali tidak mengerti. 

"Ha ha ha... Sekarang berlaga sok polos kamu ya. Dasar menjijikkan," umpat Tuan Dirgantara. 

"Maksud Tuan apa? Aku benar-benar tidak mengerti."

"Kamu pasti senang kan menjadi istriku? Dengan begitu kamu bisa menguasai 50% aset kekayaan keluargaku."

"Senang? Ha ha ha... Yang benar saja." Ahava tertawa miris. 

"Asal Tuan tahu, pernikahan ini sama sekali bukan impianku. Kalau boleh memilih, lebih baik hidup miskin dengan pria yang aku cintai daripada menjadi istri ketiga dari pria kaya sepertimu. Kamu pikir aku tidak akan tertekan hidup bersama dua orang istrimu itu, Tuan Dirgantara yang terhormat?" ucap Ahava bernada tinggi. Terdengar getar yang menggema di suaranya. 

Dada kembang kempis, ada letupan kekesalan yang sedari tadi Ahava tahan. Entah mengapa keberanian itu muncul begitu saja. Unek-unek yang Ahava simpan akhirnya dia keluarkan juga. 

Bukan hanya Tuan Dirgantara dan kedua istrinya yang tidak menginginkan pernikahan ini terjadi. Ahava pun sama. Dia sama sekali tidak ingin berada di situasi yang sulit seperti ini. Berada diantara kedua istri Tuan Dirgantara bukanlah suatu hal yang mudah untuk Ahava. Wanita mana yang rela berbagi suami. Terlebih dibagi tiga dengan dirinya. 

Yang paling membuat Ahava jengkel, dia dianggap senang bisa masuk ke dalam rumah tangga yang berisi dua wanita lain di dalamnya. Apalagi, dituduh ingin menguasai 50% aset kekayaan keluarga sang juragan. Sangat-sangat membuat Ahava jengkel setengah mati. 

"Bulshit! Siapa yang tidak mau menjadi istriku, hah? Bahkan di luaran sana banyak wanita yang terang-terangan menggodaku agar bisa menjadi istriku."

"Jangan samakan semua wanita dengan pemikiranmu itu, Tuan! Aku sama sekali tidak sama seperti mereka."

"Halah, omong kosong. Pasti sekarang kamu sedang memainkan peran agar aku tertarik padamu kan? Sorry... Gadis desa sepertimu sama sekali tidak menarik di mataku."

Kekesalan Ahava semakin tidak bisa dikendalikan. Gadis lembut dan baik hati bisa menjadi garang seketika hatinya disakiti oleh seorang pria, terlebih suaminya sendiri. 

Netra tajam keduanya saling beradu. Menyorot rasa tidak suka satu sama lain. 

"Baiklah, kalau begitu talak aku sekarang juga!" tantang Ahava. 

"Aku juga tidak mau menjadi istri dari pria angkuh sepertimu!" imbuh Ahava. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Mengesahkan Pernikahan

    "Bagaimana Mas, apa sudah dapat rumahnya?" tanya Renata pada sambungan telepon. "Ya, aku juga sudah menyelesaikan pembayarannya. Kamu tinggal tandatangani saja akta jual belinya.""Aaaa... Thank u, Sayangku... Kamu memang terbaik." Sorak riang Renata. "Besok mau temani aku ke sana?" tanyanya kemudian. "Ke sanalah sendiri, Re. Pekerjaanku tidak bisa ditinggal.""Baiklah... Baiklah... Aku tidak akan memaksamu, Sayang.""Sudah ya, aku kerja dulu.""Hm... Byee, Sayangku..."Tersenyum kecut, Tuan Dirgantara merasa tak ubahnya seperti seekor rubah licik. "Sorry, Re. Caraku mungkin memang terlalu licik dan kamu akan kecewa kalau tahu, tapi aku tidak punya cara lain lagi."***"Hai, Re... Lama tidak bertemu ya?" sapa Antony ramah. "Iya juga ya... Aku baru tahu loh kalau seorang CEO sepertimu turun langsung mengurusi customernya.""Spesial karena kamu istri temanku."Setelah 30 menit berkendara, akhirnya keduanya sampai di rumah baru Renata. "Nah, ini dia rumahnya. Apa kamu suka?"Renata

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Meminta Persetujuan

    "Liv, tolong tanda tangani berkas ini!""Apa itu, Baby?""Lembar persetujuan untuk mengesahkan pernikahanku dengan Ava," jawab Tuan Dirgantara terlampau jujur. "Kenapa harus disahkan segala? Kamu mencintainya?" selidik Olivia. Tuan Dirgantara menggaruk tengkuknya, merasa salah tingkah seketika. Lantas, dia segera menguasai keadaan. "Bukan itu. Aku sudah terlanjur berjanji dengan Mama."Olivia mengetuk-ketukkan telunjuk di dagunya. Menimbang baik dan buruknya bila memberi persetujuan. "Apa yang akan kudapat kalau menyetujuinya?" tanya Olivia mencoba bernegosiasi. "Apa saja yang kau mau akan kukabulkan, Baby."Nah, ini yang Olivia suka dari suaminya. Kalau begini kan tidak ada yang dirugikan, win win solution istilahnya. "Baiklah, berhubung kita tidak lagi tinggal di mansion, jadi aku minta dibelikan rumah dua lantai. Ingat, atas namaku!""Oh ya, aku juga tidak mau kalau nantinya rumah itu ditinggali oleh kedua istrimu yang lain.""Oke. Apapun untukmu, Baby."Benar bukan pemikiran

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Ego Yang Besar

    "Di depan ada ribut-ribut ya?" kepo salah seorang pelayan. "Emm... Tuan dan Nyonya besar sedang terlibat pertengkaran," balas pelayan lainnya. "Hah, yang benar?" ucapnya tak percaya. "Lihat saja sendiri kalau tidak percaya.""Nggak ah, sayang nyawaku. Bisa digorok sama Nyonya besar nanti kalau ketahuan kepo.""Tahu nggak apa penyebabnya?" ujarnya mulai julid. "Apa memangnya?""Nona Ava.""Hust... Jangan ngawur kalau bicara! Bisa kena hukum kamu kalau Nyonya besar tahu.""Serius, aku ndak bohong. Ini semua memang karena Nona Ava. Sebelum Nona ada di sini, apa pernah Tuan dan Nyonya besar bertengkar sampai melibatkan bodyguard? Endak to? Palingan juga adu mulut aja," ucapnya sembari melirik sana sini, takut ada yang mendengar ucapannya. Mendengar kasak-kusuk dari beberapa pelayan, Ahava menjalankan laju kursi rodanya. Menatap nanar pertengkaran ibu dan anak itu dari kaca jendela kamarnya. Netra Ahava memanas. Merasa sedih sekaligus teramat kecewa pada diri sendiri. Karenanya, hubun

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Dia Milikku!

    Satu minggu berlalu. Meski Ahava dan Tuan Dirgantara sering bertemu, lantas tidak menjadikan hubungan keduanya kembali menghangat seperti kala itu. Sampai telur ayam menetas pun hubungan keduanya akan jalan di tempat. Bagaimana tidak, Ahava terlalu acuh, sementara Tuan Dirgantara gengsinya selangit. 'Sialan memang, sudah satu minggu masih betah mendiamkanku. Dia pikir suaminya ini patung hidup apa?' batin Tuan Dirgantara menggerutu. 'Mama mana sih? Mana di sini ada si singa lagi. Males banget dah,' batin Ahava menggerutu. Tanpa sengaja, netra keduanya bertemu di satu garis lurus yang sama. Ahava lekas mengalihkan pandang ke segala arah, begitu pun dengan Tuan Dirgantara. Keduanya sama-sama membisu. Tidak ada satu pun yang berniat memulai obrolan atau sekedar bertegur sapa satu sama lain. Ya begitulah kalau memiliki ego yang sama besarnya. Ceklek! "Kata Dokter, hari ini kamu sudah boleh pulang," ucap Nyonya Esme. "Syukurlah Ma, aku juga sudah bosan di sini," ucap Ahava tampak se

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Ahava - Menutupi Luka

    Di luar hujan belum juga reda. Udara dingin kian menusuk kulit. Meski telah memakai selimut, Ahava tetap saja merasa kedinginan. Apalagi pendingin ruangan tetap menyala. Tidurnya yang semula nyenyak menjadi tak enak. Ahava hanya mampu mengeratkan selimunya lebih rapat lagi.Disaat sakit seperti ini, Ahava terkenang akan kedua orangtuanya. Biasanya sang papa akan menjaganya hingga pagi menjelang, sementara sang mama akan membuatkan ramuan tradisional untuknya. Semua kebahagiaan yang Ahava rasakan seakan sirna begitu saja setelah kematian kedua orangtuanya. Anak yang hidup dengan penuh kasih, lantas diterlantarkan begitu saja oleh keluarga besar mereka.Keluarga dari mendiang mamanya sama sekali tidak peduli dengan nasib Ahava. Mereka semua tampak acuh dan hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Sedangkan keluarga dari mendiang papanya hanya ada Paman Frank. Paman Frank dan Bibi Belinda dengan senang hati merawat Ahava layaknya anak sendiri. Namun, perlakuan baik mereka berdua hanya

  • Istri Ketiga Sang Juragan   Kepedihan Olivia

    'Bagaimana mungkin Tuan Dirgantara hanya mengambil selimut untuk Nyonya Livia saja, sedangkan Nyonya Renata juga sedang menggigil?' batin Max tidak habis pikir. "Nyonya, saya ambilkan selimut tambahan ya?"Renata menggeleng pelan, menolak perhatian Max. Biarlah dinginnya udara malam menusuk tulang. Ini jauh lebih baik daripada kepedihan yang dia rasakan. "Rapatkan selimutnya atau anda akan kedinginan sepanjang malam, Nyonya!" Max menarik selimut sebatas leher Renata. "Saya berjaga di sofa. Kalau Nyonya butuh apapun bisa panggil saya.""Hmm..." gumam Renata. Olivia memandangi Renata dan Max secara bergantian. "Cih, dasar caper!" gumamnya lirih. "Max, jaga mereka berdua! Aku ke kamar Ava sebentar," bisik Tuan Dirgantara. "Baik, Tuan.""Baby, aku keluar sebentar ya!" pamit Tuan Dirgantara pada Olivia. "Mau ke mana?" tanya Olivia. "Merokok di luar," kilah Tuan Dirgantara. "Ishhh... Ya sudah.""Istirahatlah! Good night..."Tuan Dirgantara mengecup kening Olivia, lalu keluar dari r

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status