Share

Tunggu Aku ...

Disebuah rumah makan yang bisa dikatakan seperti cafe, sepasang manusia tengah duduk berhadapan sambil menunggu kedatangan makan malam.

Mereka adalah Stella dan Asley, dua sahabat dekat yang sering dikait-kaitkan dengan hubungan asmara mereka. Padahal bisa dikatakan kalau mereka hanya dekat, tidak ada hubungan apa-apa. Selain karena Stella sudah punya suami dan sudah menikah, Asley hanya diam-diam dan menunggu kapan wanita ini akan di ceraikan oleh suaminya.

"Jadi kau akan benar-benar bercerai tiga bulan lagi?" tanya Asley membuat Stella mendongak menatap wajah sahabatnya.

"Entahlah." Dia menghela napas. "Ada satu masalah yang harus kami selesaikan dulu, Asley. Tidak tahu aku bisa atau tidak melakukannya bersama dia," ujar Stella membuat Asley mengerutkan dahinya.

"Soal apa? Tidakkah kau mau mengatakannya padaku? Sahabatmu?"

"Kau janji tidak akan marah?" tanyanya membuat Asley tambah mengerutkan dahinya.

Namun wajah pria itu tetap enak di pandang, Asley pandai mempertahankan raut wajahnya walaupun dia merasa kalau ada yang tidak menyenangkan dari ucapan Stella setelah ini.

"Aku tidak akan marah selama ini masih bisa dimaafkan. Jika Bian hanya ingin menyusahkanmu saja, aku berhak marah, 'kan? Bagaimanapun, aku tidak mau kau terus-terusan di tindas oleh pria tidak tahu diri itu," ucap Asley dengan lugas, hingga Stella menghela napadnya.

"Soal yang akan kukatakan ini tidak ada hubungannya atas pemaksaan dan penindasan yang dilakukan oleh Bian. Dia tidak pernah menindasku, dia hanya biasa acuh dan tidak suka melihatku. Selebihnya, aku dan dia tak pernah bersinggungan." Stella mengangkat bahunya dengan santai, membuat Asley mengangguk-angguk.

"Jadi bagaimana dengan yang tadi? Katakan padaku, aku akan mendengarkannya tanpa marah kalau itu adalah keputusan darimu."

Pelayan datang membawakan makan malam yang mereka pesan, lalu pergi meninggalkan dua manusia itu untuk menikmati makan malam mereka.

"Mommy sakit," ucap Stella seraya mengambil sendok dan menghela napasnya pelan. "Kau tahu Mommy sangat baik padaku, padahal aku tidak sebanding dengan mereka. Hingga tiga tahun ini Mommy banyak memberikan kasih sayang dan perhatian padaku. Jadi, aku ingin membalas jasanya sebelum berpisah dari anaknya."

Asley diam, memakan makanan miliknya tapi dia mendengarkan dengan baik ucapan Stella.

"Aku tidak tahu berapa lama lagi Mommy akan bertahan karena penyakitnya. Jadi, sebagai permintaan terakhir Mommy pada kami, Mommy ingin aku mengandung anak Bian." Suara Stella berubah pelan mengatakannya, dengan kepala tertunduk menatap piring di hadapan Asley yang menghentikan kunyahannya.

"Jangan salahkan Mommy dan permintaannya." Stella menggeleng pelan mengatakannya, membuat Asley meletakkan sendoknya, kehilangan selera makan. "Asley ... aku tahu kalau ini tidak menguntungkan untukku. Karena setelah ini pun aku akan tetap di ceraikan olehnya dan anak kami akan di rawat oleh ibunya. Kau tahu, aku sebenarnya tidak mau, tapi bagaimana lagi?"

"Aku menyayangi Mommy dengan sepenuh hatiku, aku tidak mau melihat Mommy seperti itu. Sebagai orang tua, aku tahu bagaimana perasaan Mommy. Dia menginginkan cucu dan Bian adalah anak satu-satunya. Aku harus melakukan ini agar Mommy bahagia, setelahnya aku memang lebih baik bercerai setelah melahirkan anak itu. Karena bertahan juga tidak ada gunanya, Bian tidak mencintaiku. Dan anak itu tidak akan kekurangan kasih sayang, aku yakin mereka akan merawatnya dengan baik." Usai berkata, Stella melihat Asley meraih tangannya, menggenggamnya erat.

"Stella ..." Wajah Asley yang penuh ketulusan itu tampak sendu memanggil namanya. "Aku tahu kau tidak sekejam itu hingga mau meninggalkan anakmu yang baru kau lahirkan, 'kan? Ada hal lain, 'kan?" tanyanya membuat Stella menghela napas, matanya berkaca-kaca tapi dia tersenyum.

"Kau sangat mengerti tentangku." Stella berkata, memuji Asley yang tampak tak begitu senang akan ucapannya. "Namun, aku dan dia sudah membuat perjanjian. Aku tidak akan membatalkannya atau melanggarnya. Karena aku akan kena hukum pidana yang dibuat oleh Bian. Kau tahu? Hukum terkadang memang tegak, tapi yang benar akan kalah dengan orang yang punya uang."

Asley menghela napasnya gusar, terlihat sangat prihatin dengan keberadaan dan keputusan Stella.

"Aku melihat kekhawatiranmu, Asley. Katakan saja, aku akan coba membuatmu yakin kalau aku mampu menghadapi semua ini." Stella berkata, membuat Asley menghela napasnya dalam-dalam.

"Kau yakin anakmu akan dirawat oleh Tante Lesyana?" tanya Asley yang membuat Stella tersenyum. "Bagaimana kalau Tante Lesyana memberikannya pada kalian agar di rawat? Tante Lesyana sedang sakit, lalu dia akan merawat bayi. Kau yakin?"

"Asley ..." panggilnya lembut membuat Asley tahu apa jawaban dari Stella. "Bian adalah pria kaya raya. Tanpaku dia juga bisa memberikan perawatan terbaik untuk anaknya. Aku mengatakan ini bukan karena aku kejam, bukan juga karena hatiku sekeras batu untuk anakku sendiri. Namun, kau tahu kalau Bian tidak mengharapkanku dan hatiku sulit terbuka untuknya. Aku yakin akan mampu meninggalkan mereka. Bayi baru lahir tidak mengenal ibunya adalah hal yang mudah, jadi dia takkan mencari-cari kemana ibunya pergi."

Asley menggeleng pelan. "Kau yakin kau bisa?"

"Aku akan berusaha." Stella menghela napasnya pelan. "Setelah bercerai dengan Bian, aku akan mencari cinta sejatiku dan bahagia dengannya. Kami akan memiliki anak-anak yang lucu dan hidup bersama merawatnya. Jauh dari masa lalu buruk dan juga Bian yang tak mengharapkanku."

Pria dihadapannya itu tampak menarik napasnya dalam, genggaman tangannya terasa mengerat seolah mengatakan kalau dia ada disini, untuk Stella.

***

"Aku masuk dulu." Stella tersenyum menatap Asley yang mengantarkannya sampai di cafe tapi bagian rumahnya yang masih satu dusun dengan cafenya. "Besok aku akan kerumah Bian, kami harus segera memulai program ini, agar aku cepat hamil dan bisa lebih cepat memberikan anak untuknya. Setelahnya aku dan dia akan berakhir."

Asley menghela napasnya, lalu mengangguk dan mencoba tersenyum.

"Aku ada di darat selama dua bulan. Nanti aku akan berangkat lagi untuk kontrak baru selama kurang lebih delapan bulan. Aku akan pulang disaat itu dan kuharap kita bisa bertemu lagi," ucapnya membuat Stella mengangguk.

Dia membiarkan Asley mengambil tangannya, kembali menggenggamnya dengan erat.

"Stella ... jika kau memutuskan untuk tak mengharapkan hidup dengan Bian, apakah aku boleh mengharapkan hidup denganmu?" tanyanya membuat Stella terdiam. "Sebagai kapten kapal pesiar, kita memang jarang bertemu dan disitulah aku menahan kerinduan terbesar padamu. Jadi ... aku tidak mau membohongi perasaanku. Kau mau 'kan? Nanti setelah kau menyelesaikannya dengan Bian, aku akan membawamu berlayar dan menikah di altar suci yang ada di tengah lautan luas? Kita hidup bersama ..."

Wajah Stella mengerut dengan sedih mendengar ucapan Asley yang hangat dan begitu nyaman di dengar. Balas digenggamnya tangan pria itu, lalu menatap mata Asley dengan tatapan berkaca-kaca.

"Tunggu aku, aku akan menyelesaikan semuanya dalam satu tahun."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status