Home / Romansa / Istri Kontrak Sang Ahli Waris / Berusaha Menjadi Istri

Share

Berusaha Menjadi Istri

Author: Hernn Khrnsa
last update Last Updated: 2025-06-03 15:14:09

Sinar mentari menyusup lewat celah-celah kecil jendela kamarnya. Perempuan yang masih bergelung di dalam selimut itu lalu menggeliat. 

Melirik jam yang ada di atas nakas, Sara langsung menegakkan punggung. 

"Sudah pagi, rasanya kenapa aku baru tidur sebentar, ya?" gumamnya seraya meregangkan tangan yang terasa pegal. 

Sara bangun lebih pagi dari biasanya, demi menjalankan tugasnya sebagai istri dari Matthew Stanley. Mengayunkan kakinya turun, Sara langsung bergegas ke kamar mandi. 

"Aku harus cepat," katanya sambil berpakaian serapi mungkin. 

Ia mengenakan pakaian yang sudah ada di lemari, mengoleskan lip balm tipis dan menyisir rambutnya sekenanya. 

Kemudian, ia turun untuk menyiapkan sarapan atau mungkin kopi untuk Matthew. Meskipun mereka menikah karena terpaksa, tapi setidaknya, Sara ingin bersikap selayaknya terhadap pria itu. 

Namun, di sana sudah ada seorang pelayan yang tengah menyiapkan meja. 

"Pagi," sapa Sara ramah. Ia tersenyum kepada pelayan yang belum dikenalnya itu. 

"Pagi, Nyonya. Mari sarapan! Saya sudah siapkan semuanya," kata pelayan itu tak kalah ramah. 

Sara duduk di meja makan, niatnya untuk menyiapkan sarapan hilang sudah. Semua makanan sudah tersaji di sana. 

Tapi, hanya ada dirinya sendiri di sana. Rumah mewah itu, benar-benar terasa sepi. Seperti sebuah kastil yang ditinggalkan penghuninya. 

"Ke mana dia? Apakah dia sudah pergi?" tanya Sara memberanikan diri sambil mengolesi rotinya dengan selai kacang. 

Pelayan itu menoleh, "Maksud Nyonya … Tuan Matthew? Beliau sudah berangkat pukul 5 tadi pagi, Nyonya." 

Sara tampak terkejut, namun dengan cepat merubah ekspresinya. "Oh, begitu … baiklah." 

Pelayan itu tersenyum singkat, "Tapi, Tuan menitipkan pesan, katanya, Nyonya bisa melakukan apa saja di rumah. Asal jangan memasuki ruang kerja dan kamar pribadinya." 

"Hanya itu?" tanya Sara lagi. 

Pelayan itu berbalik dan mengambil sebuah kotak hitam yang sudah Matthew titipkan padanya pagi tadi. 

"Tuan juga menitipkan ini untuk Nyonya." 

Sara menerima kotak itu dan membukanya. Di dalamnya, ada sebuah ponsel keluaran terbaru dan sebuah catatan dengan tulisan tangan. 

"Kau hanya boleh menghubungiku jika ada keadaan darurat." 

Sara membaca pesan itu dan mengerutkan kening. "Apa maksudnya? Apakah aku tidak boleh menghubunginya untuk hal lain?" gumamnya heran. 

Ketika ia mengangkat pandangan untuk menanyakan hal tersebut, tetapi pelayan itu sudah pergi. 

•••

Sinar sore menembus kaca jendela kantor pusat Stanley Group. Gedung megah 30 lantai itu berdiri di jantung kota, menjulang seperti simbol kekuasaan dan kekayaan yang tak bisa digoyahkan. 

Tapi, di dalam ruang direktur utama, suasana tak pernah benar-benar hangat. Matthew Stanley duduk di balik meja kerjanya yang besar, dikelilingi tumpukan dokumen dan layar monitor. 

Pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Tatapannya kosong, menatap layar monitor yang menampilkan data proyek properti terbaru.

"Permisi, Tuan." 

Pintu diketuk, suara seorang perempuan mengalihkan atensinya. 

"Masuk!" 

Sekretaris pribadinya, Maya Robert, muncul dari balik pintu dan melangkah masuk membawa berkas.

“Proposal kerja sama dengan Royal Holdings, Tuan,” katanya. “Dan … biodata lengkap yang Anda minta mengenai Sara Clementine.”

Matthew hanya mengangguk singkat sementara Maya meletakkan berkas itu di meja dan pergi tanpa pertanyaan. Ia tahu, atasannya tak suka ditanya.

"Tunggu, Maya." 

Perempuan itu kembali berbalik meski tangannya sudah meraih handle pintu. "Ya, Tuan? Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?" 

"Siapkan mobil, tiga puluh menit lagi, aku akan pergi ke luar," katanya. 

Maya mengangguk singkat dan berjalan keluar untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. 

Begitu pintu tertutup, Matthew membuka lembar demi lembar. Foto-foto kecil Sara ada di sana. Data akademik. Riwayat pendidikan dan pekerjaannya. Bahkan foto lama Sara bersama ibunya. Semua hal mengenai istrinya ada di sana.

Matanya tertumbuk pada wajah wanita itu. Senyum lembut dan tangan yang menggenggam lengan kecil seorang bocah laki-laki berusia lima belas tahun. 

Ia memejamkan mata sejenak. Ingatan itu kembali, saat di mana ia bukanlah siapa-siapa. Tapi, anak kecil dan ibunya itu justru menerimanya seperti keluarga. 

"Aku sudah menepati janjiku, Sara. Kini tinggal kau yang harus menepati janjimu," lirihnya sendu. Menatap ke luar jendela ruangan kantornya, sinar jingga makin kentara. 

Pertanda malam akan segera tiba. Matthew lantas mulai bersiap untuk pergi ke suatu tempat. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Usaha Matthew

    Malam di rumah Harold terasa lebih tenang daripada malam-malam sebelumnya. Angin sepoi yang masuk melalui jendela kamar membuat suasana menjadi damai. Sara duduk di tepi ranjang dengan rambut terurai, menatap ke luar jendela. Meski tubuhnya mulai rileks, hatinya masih sering digelayuti keraguan. Ucapan Matthew beberapa hari lalu masih sesekali terngiang, menusuk batinnya.Namun, perlahan-lahan, kehadiran Matthew di rumah Harold mengubah ritme hari-harinya. Bukan hanya karena pria itu berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sederhana di rumah ayahnya, melainkan juga karena setiap gerak-geriknya menunjukkan niat tulus.“Dia sudah berusaha keras, tetapi kenapa dadaku masih saja terasa sesak?” monolog Sara, menekan dadanya sendiri. Ia menatap kegelapan malam dengan hati yang masih terasa sakit. •••Pagi berikutnya, Sara turun ke ruang tamu dan menemukan Matthew yang sedang membantu Harold menyiram tanaman di halaman. Pemandangan itu membuatnya terpaku sejenak. “Sedang apa mereka?”

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Kemarahan Morgan

    Ruang kerja Morgan masih terasa berat setelah kedatangan Matthew. Napasnya masih sedikit terengah, meski wajahnya berusaha kembali tenang. Ia tahu betul bahwa sosok Matthew Stanley bukanlah orang yang bisa dianggap main-main. Sekali pria itu memutuskan sesuatu, maka tak ada yang mampu menghalanginya.Tak lama kemudian, pintu ruang kerja itu terbuka pelan. Celine masuk dengan senyum tipis, meski sorot matanya gelisah.“Ayah,” panggilnya lembut. “Tadi aku lihat Kak Matthew datang. Dia bicara apa padamu?”Morgan menatap putrinya dengan tajam, membuat Celine sedikit gugup. Lalu, dengan suara berat, Morgan berkata, “Kau membuat masalah besar, Celine.”Celine terbelalak, langkahnya terhenti. “Apa maksud Ayah?”Morgan bangkit dari kursinya, menghampiri Celine dengan ekspresi penuh amarah yang ditahan. “Matthew datang ke sini dengan bukti. Semua fitnah, gosip, dan rumor buruk tentang Sara. Yang mana, semua itu jejakmu, Celine. Kau pikir Ayah tidak tahu? Kau pikir perbuatanmu bisa kau tutupi

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Peringatan

    Malam itu, Matthew duduk di ruang kerjanya dengan wajah serius. Sejak beberapa hari terakhir, ia sengaja menyimpan jarak dengan Celine. Bukan hanya karena fokus untuk memperbaiki hubungannya dengan Sara, tetapi juga karena kecurigaan yang kian menguat dalam benaknya. Matthew menyalakan layar laptopnya, menelusuri kembali email-email mencurigakan dan catatan keuangan yang sempat ia temukan. Ia memang sengaja menaruh seseorang untuk memantau gerak-gerik Celine selama beberapa hari terakhir sejak peristiwa tuduhan miring kepada Sara. Dan malam ini, laporan itu akhirnya sampai di tangannya.Dokumen-dokumen itu jelas menunjukkan ada aliran dana yang masuk ke rekening Celine dari sebuah perusahaan kecil yang tidak asing bagi Matthew. Sebuah perusahaan boneka yang sering dipakai untuk menutupi transaksi ilegal. Aliran dana itu ternyata terkait dengan gosip yang sempat beredar mengenai Sara. Semakin Matthew membacanya, semakin dadanya bergemuruh. Semua fitnah dan rumor yang melukai perasaan

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Kecurigaan

    Pagi itu, sinar matahari masuk perlahan ke kamar rumah Harold. Sara masih terlelap, wajahnya terlihat tenang meski jelas ada sisa-sisa kelelahan dari malam-malam penuh tangis sebelumnya. Matthew berdiri di ambang pintu kamar Sara, menatap sosok istrinya yang tertidur dengan perasaan yang campur aduk.Dalam hati, ia ingin sekali membangunkan Sara dan mengajaknya sarapan bersama, tapi ia sadar bahwa Sara mungkin butuh waktu lebih banyak. Perempuan itu butuh ruang untuk bernapas, untuk memulihkan luka yang sudah ia buat sendiri. Maka, ia memilih langkah berbeda.Matthew meraih jas kerjanya, lalu menuliskan sebuah catatan kecil yang ia letakkan di meja samping tempat tidur. “Istirahatlah hari ini. Jangan khawatirkan apa pun. Aku akan pulang secepat mungkin.”Dengan itu, ia pun meninggalkan rumah Harold tanpa membangunkan Sara. Ia masih sempat untuk meninggalkan satu kecupan hangat sebelum benar-benar pergi dari kamar istrinya. •••Di perjalanan menuju kantor, pikirannya tidak bisa tena

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Dendam Celine

    Celine duduk di dalam mobil mewahnya, jarinya mengetuk-ngetuk setir dengan gelisah. Sejak pagi, pikirannya dipenuhi rasa kesal yang tak kunjung reda. Semalam ia sudah memastikan kabar tentang Matthew, bahwa pria itu memilih tinggal di rumah Harold, ayah Sara. Dan pagi ini, kabar yang ia dapat dari orang kepercayaannya membuat darahnya terasa mendidih oleh kecemburuan. Matthew bahkan menyiapkan sarapan untuk Sara.“Tidak masuk akal,” gumamnya dengan nada tajam, matanya menatap kosong ke arah jalanan. “Aku sudah melakukan segalanya, sudah membuat Sara terlihat buruk, sudah menaburkan rumor, bahkan membuat Kak Matthew salah paham, tapi kenapa? Kenapa pada akhirnya dia kembali padanya. Selalu kembali padanya.”Rahangnya mengeras, jemarinya mencengkeram kuat setir mobil. Dalam hatinya, tumbuh dendam yang semakin gelap.Tak ingin membuang waktu lagi, Celine memutuskan menemui orang yang paling bisa membantunya. Ia tahu, selama ini ayahnya tak pernah menyukai Sara, terlebih setelah pernika

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Mencoba Merebut Hatinya

    Pagi itu, suasana rumah Harold terasa berbeda. Di dapur, sudah ada seseorang yang sibuk bergerak dengan penuh keseriusan.Matthew bangun jauh lebih pagi daripada biasanya. Malam tadi ia hampir tak bisa tidur, terus memikirkan cara untuk mendapatkan kembali hati Sara. Ia tahu ucapan maaf saja tidak cukup. Ia harus melakukan sesuatu yang sederhana, misalnya hal-hal kecil yang mungkin bisa mengetuk hati istrinya.Maka, ia memutuskan untuk menyiapkan sarapan sendiri. Ia tidak terbiasa dengan dapur, apalagi untuk memasak sesuatu yang rumit, tapi tekadnya lebih kuat daripada keraguannya.Dengan celemek yang sedikit kekecilan, Matthew berdiri di depan kompor. Tangannya berusaha sigap membalik telur yang hampir gosong. “Astaga, sepertinya ini lebih sulit dari rapat dengan para klien besar,” gumamnya pelan sambil mengelap keringat di pelipis.Harold yang sejak tadi mendengar suara berisik dari dapur akhirnya masuk dengan langkah perlahan. Ia tertegun sebentar melihat menantunya yang biasanya r

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status