Beranda / Romansa / Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk / Bab 28 Ruang Rapat, Ruang Toko dan Ruang Hati

Share

Bab 28 Ruang Rapat, Ruang Toko dan Ruang Hati

Penulis: Luna Maji
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-02 17:28:54

Ruang Rapat Utama – Montclair Group

Langit Vileria terlihat kelabu dari balik jendela tinggi yang berjajar di sisi ruangan. Meja rapat berbentuk oval terhampar di tengah, dikelilingi dua belas kursi kulit hitam tempat para anggota dewan duduk dalam diam yang sarat tekanan. Di atas meja, majalah Veritas terbuka lebar—menampilkan wajah Adrian dan Meri di halaman depan. Judulnya mencolok:

“Cinta, Kutukan, dan Pewaris Kerajaan Bisnis: Pengakuan Adrian Montclair”

“Jadi…” suara Tuan Lau memecah keheningan. Ia menyipit, seperti mencoba menembus tabir asap. “Kutukan itu benar? Atau hanya metafora untuk tekanan keluarga?”

Adrian bersandar ringan di kursinya. Tatapannya datar, tapi mengandung bobot.

“Percayalah…” ucapnya tenang. “Pada apa yang ingin kalian percayai”

Hening menggantung. Tidak ada tawa, tidak ada bantahan. Hanya kegelisahan yang makin menebal.

“Apakah ini demi cinta…” gumam seorang anggota dewan perempuan dari ujung meja, “…atau demi menyembunyikan sesuatu?”

Ketua dewan, pria tu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 115 Kena

    Ruang rapat eksekutif Montclair Group siang itu kosong kecuali tiga orang. Lampu putih menyorot meja panjang dari marmer hitam, menciptakan bayangan dingin di dinding kaca yang menghadap kota.Tuan Anderson duduk di ujung meja, jasnya sedikit kusut, keringat dingin membasahi pelipisnya. Ia jelas lebih gugup dari yang ingin ia tunjukkan.Di sisi lain, Adrian bersandar tenang pada kursinya. Lengannya terlipat di dada, matanya tajam seperti sedang menakar angka di neraca keuangan—hanya saja kali ini yang ia timbang adalah nasib seorang manusia. Lucien berdiri di dekat layar, laptopnya terbuka dengan deretan kode dan jaringan komunikasi yang sedang dipantau.“Kenapa kau terlihat seperti terdakwa di pengadilan, Anderson?” suara Adrian tenang tapi menekan. “Aku sudah bilang, aku tidak berniat menja

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 114 Jerat

    Ruang kerja Adrian terasa lebih dingin. Sinar matahari sore memantulkan cahaya keemasan di meja panjang yang dipenuhi berkas-berkas rahasia Montclair Group. Adrian duduk, satu tangan memutar pelan pena perak, sementara pandangannya fokus ke layar tablet di depannya.Nama-nama muncul rapi di layar—eksekutif yang sudah diwarnai merah, biru, abu-abu. Semua catatan Julian kini ada di genggaman Adrian.“Dia pikir aku tidak tahu siapa saja yang sudah dia dekati…” suara Adrian rendah, nyaris seperti gumaman, tapi penuh ancaman terpendam.Lucien berdiri di samping meja, menyilangkan tangan. “Kalau Julian berani gerak, berarti salah satu dari mereka sudah kasih celah. Anderson, misalnya.”Adrian meletakkan pena, menatap lurus ke asistennya. Se

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 113 Umpan

    Ruang kerja Adrian di lantai atas Montclair Group sunyi. Hanya suara jarum jam yang terdengar saat Anderson masuk, wajahnya tegang, keringat tipis menetes di pelipisnya.Adrian tidak menyuruhnya duduk. Ia hanya menatap dengan tatapan datar, membuat pria paruh baya itu semakin gelisah.“Duduklah, Tuan Anderson.” Suara Adrian tenang, tapi dingin. Anderson segera menuruti, punggungnya kaku.Adrian membuka map di mejanya. Beberapa lembar dokumen kontrak luar negeri, tanda tangannya, dan informasi transfer mencurigakan. Anderson langsung pucat.“Lucien menelusuri file lama,” Adrian berkata ringan, seolah hanya membicarakan laporan keuangan biasa. “Kau cukup berbakat… sampai harus menutupi proyek ilegal di Singapore. Kontrak ganda, suap pejabat. Aku punya semua salinannya.”

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 112 Strategi Baru

    Malam itu, ruang kerja di penthouse dipenuhi cahaya lampu kuning temaram. Jendela besar menampilkan siluet kota Vileria, berkilau tapi dingin. Adrian duduk di kursi kulit hitam, jasnya masih rapi, tangan mengetuk pelan permukaan meja.Lucien masuk lebih dulu, membawa map tebal. “Jejak terakhir Julian terlacak di kawasan utara. Bukan rumah, lebih mirip gudang. Orang-orangnya keluar masuk, tapi dia sendiri jarang terlihat.”Dr. Zhu menyusul, wajahnya serius. “Aku sudah bicara dengan Cassie. Dari semua yang dia ungkap, jelas: Julian tidak tertarik dengan sihir. Dia hanya peduli satu hal—merebut Montclair. Semua ini tentang tahta yang menurutnya seharusnya jatuh padanya.”Adrian menatap keduanya. “Itu menjelaskan kenapa dia mulai menyerang lewat kenangan. Bukan untuk mengutukku, tapi

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 111 Pesan Kedua

    Suasana sore tenang, cahaya matahari menembus kaca besar, memantul di lantai. Meri memerhatikan Rowan dan Rosie yang sedang menggambar. Ia baru hendak membuat teh saat suara interkom di dinding berbunyi.Meri mendekat, menekan tombol. Layar kecil menyala, menampilkan wajah seorang kurir dengan kotak kecil di tangan.“Pengiriman untuk Ny. Montclair,” katanya.Meri mengernyit. “Dari siapa?”Kurir menggeleng. “Tidak ada nama pengirim. Petugas keamanan gedung sudah memverifikasi, paketnya aman. Mau dikirimkan naik?”Hati Meri berdebar, tapi ia mengangguk singkat. “Ya, kirimkan.”Beberapa menit kemudian, bunyi bel lift pribadi terdengar. Pintu terbuka, memperlihatkan seorang petugas keamanan gedung, bukan kurir tadi, berdiri sopan sambil menyerahkan paket. “Dari bawah, Nyonya. Sudah dicek, tidak ada perangkat berbahaya.”“Terima kasih,” jawab Meri, meski dadanya terasa berat.Ia meletakkan paket itu di meja makan. Kertas cokelatnya serupa dengan kiriman Adrian beberapa hari lalu. Saat dibu

  • Istri Kontrak Sang Miliarder Terkutuk   Bab 110 Rumah Kita

    Setelah semua badai reda, Adrian dan Meri akhirnya memutuskan untuk tinggal di penthouse. Montclair Manor memang penuh kenangan, tapi ada jarak—selalu terasa seperti tempat keluarga besar. Penthouse berbeda. Di sini, setiap sudutnya punya jejak mereka sendiri. Lebih sederhana, lebih pribadi, lebih seperti “rumah” yang benar-benar milik mereka.Pagi itu, cahaya matahari jatuh dari jendela besar, menghangatkan ruang makan. Anak-anak sudah duduk, tapi bukannya sarapan dengan tenang, mereka sibuk berebut selai stroberi. Sendok beradu, tawa bercampur rengekan kecil.“Boleh nggak kalau aku yang olesin dulu?” Rowan merengek, memeluk toples selai seperti harta karun.“Enggak! Aku dulu!” Rosie membalas, wajahnya memerah penuh semangat.Me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status