Home / Romansa / Istri Kontrak Sang Miliarder / Chapter 2 - Sambutan Hangat

Share

Chapter 2 - Sambutan Hangat

last update Huling Na-update: 2023-03-12 22:37:55

"Ma," panggil Riley.

Ia mendekati Mamanya yang duduk di kursi roda sambil menikmati sinar matahari pagi di taman belakang. Riley mengiring kursi roda menuju gazebo terdekat.

"Mama dengar, Megan sadar?" tanya Maria begitu keduanya duduk dengan nyaman.

"Ya. Sekarang dokter sedang memeriksa kondisinya."

"Nak, kamu yakin dengan pernikahan ini?"

Riley diam, ia butuh waktu untuk menyusun kalimat yang tepat atas pertanyaan Mama. "Ini yang terbaik bagi kita semua, Ma."

"Melihat kondisi wanita itu sekarang, akan sulit baginya untuk berjalan lagi. Dia butuh seseorang untuk membantunya."

"Tapi, Mama takut Megan tidak akan setuju."

"Kita harus membuatnya setuju," tegas Riley.

"Tapi Rey, jangan memaksa apalagi kasar padanya," larang Maria cemas.

Riley tersenyum kecil. "Mama tenang saja, aku tidak akan menyakiti wanita."

Maria mendesah dalam. "Maaf, Rey. Ini kesalahan Mama. Seharusnya Mama tidak mendengarkan Celine dan menemui Papa mu," sesal Maria.

Riley tersentak kaget. "Mama menemui Papa? Buat apa, Ma?"

"Tunggu, kenapa Mama bersama Celine?"

'Celine!' Riley mengeram pelan begitu mengingat nama wanita yang telah menghancurkan hidupnya.

"Sebelum kecelakaan, Celine mengajak Mama bertemu, katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan,"

"Celine bilang, Papa mu akan menikah lagi dengan wanita lain," lanjut Maria. Menceritakan alasannya menemui madu dalam rumah tangganya. Dia tidak menyangka tindakan bodohnya beralas kecemburuan akan berdampak sangat besar bagi putranya dan orang lain.

"Mama ke Bar? Mabuk-mabukan dan menyetir mobil?"

Maria menggeleng cepat. "Nggak Rey, Mama sama sekali nggak menyentuh alkohol. Seingat Mama, hari itu hanya minum soda."

Riley menghela napas panjang. "Ma, lupakan Papa. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah berubah. Baginya, kita ini cuma masa lalu yang ingin di hapus. Lebih baik Mama fokus membangun hidup yang baru."

Maria terdiam, mencoba memahami kata-kata putranya.

"Dan Celine, mulai sekarang Rey harap Mama tidak menemui wanita itu lagi," tegas Rey.

Dia tidak ingin lagi hidupnya dibayangi oleh masa lalu. Semua perasaan cinta yang pernah di milikinya untuk wanita itu telah menguap tak bersisa.

***

Megan segera memasang wajah waspada begitu mendengar suara gagang pintu yang di putar dan tak lama terbuka. Dari sana muncul tiga orang pria dan seorang wanita yang duduk diatas kursi roda. Pria yang berdiri paling depan, mendorong kursi roda dan memarkirkannya di tepi ranjang.

"Bagaimana kondisi mu pagi ini, Nak?"

"Ba-baik," sahut Megan terbata. Ia menatap wanita disampingnya dengan wajah bingung. "Maaf, tapi anda?"

"Namaku Maria, aku Mama Rey sekaligus Mama mertua mu," balas Maria senang.

"Rey?"

"Oh, Mama lupa. Rey, nama kecil Riley. Hanya orang-orang terdekat yang boleh memanggilnya dengan nama itu. Termasuk kamu, Sayang." Jelas Maria.

Maria tersenyum senang, sejak pertama kali melihat wanita ini, ia langsung jatuh hati. Seolah bertemu seseorang yang telah lama ia rindukan.

"Tapi Tante, aku-"

"Sebentar ya," tahan Maria.

"Kalian, tunggu di luar." Alihnya pada ketiga pengacara muda yang mendampinginya.

Mereka mengangguk cepat dan segera menyingkir, meninggalkan dua wanita itu.

Maria kembali beralih pada Megan yang tengah menunggunya. Meraih tangan wanita itu. "Ceritakan semua tentang mu, Sayang. Mama ingin mengenalmu."

"Hmm, namaku Megan. Megan White," ucap Megan ragu.

"Nama yang cantik, secantik pemiliknya." Senyum di wajah Maria semakin cerah. Ia mengelus lembut permukaan tangan menantunya. "Apa kamu memiliki seseorang disamping mu?"

"Seseorang? Maksud Tante, kekasih atau suami?"

Maria mengangguk pelan. Hatinya berdetak dua kali lebih cepat, cemas menunggu jawaban yang akan keluar dari bibir Megan.

"Tidak, aku tidak memiliki keduanya."

Maria mendesah lega. 'Syukurlah,' batinnya.

"Apa yang kamu lakukan selama ini, Sayang?" Lanjutnya dengan pertanyaan lain.

"Ah, aku menulis beberapa buku dan skenario untuk film dan serial TV."

Megan mulai merasa tenang dan nyaman. Ia dapat merasakan kasih sayang di balik senyum wanita di hadapannya. Kasih sayang seorang Ibu yang tidak pernah dimilikinya.

"Wah, kamu penulis? Kebetulan sekali. Setelah pulih kamu bisa membantu Rey."

"Apa dia penulis?" Tanya Megan penasaran.

Maria melambaikan tangannya. "Tidak, jangan pernah membayangkan pria kaku itu dengan imajinasinya," kekehnya geli.

"Yang dia tahu hanya bekerja di balik meja. Tapi dari kecil Rey suka menonton, semenjak itu dia bercita-cita menjadi seorang produser film."

'Oh, produser,' Megan terkekeh geli dalam benaknya. Dia belum pernah bertemu produser menakutkan seperti Riley.

"Bagaimana dengan orangtuamu, Megan? Apa kamu tinggal bersama mereka?"

Megan menggeleng pelan. "Tidak, aku tidak memilikinya."

Ekspresi wajahnya mengelap setiap kali seseorang mulai menanyakan latar belakangnya.

Maria terhenyak sesaat. "Apa mereka meninggal?"

Megan mengendikkan bahunya. "Entahlah. Aku tidak pernah bertemu dengan mereka," sahutnya datar.

Maria melihat ekspresi enggan di wajah Megan. Wanita itu tampak tidak nyaman membahas tentang orangtuanya.

"Sayang, kamu adalah istri Rey. Itu berarti aku adalah Mama mertuamu. Jadi, mulai sekarang kamu adalah putriku," hibur Maria.

"Hmm, Tante. Tentang itu, sepertinya ada kesalahpahaman. Aku tidak-"

"Kamu tidak suka Rey?"

Megan terpaku, sulit baginya menjawab pertanyaan Maria. Ini bukan masalah suka atau tidak suka. Bagaimana bisa Megan menyukai orang yang baru pertama kali ditemuinya?!

Gambaran Love At The First Sight hanya ada dalam novel ataupun naskah sedangkan di dunia nyata, cinta butuh proses.

Dan apa yang terjadi pada Megan saat ini tidaklah sesederhana drama kejar tayang, masalah ini lebih rumit dan sulit untuk di mengerti.

"Tante, aku belum mengenal Riley dengan baik. Jadi tidak mungkin aku menikah dan menjadi istrinya."

"Nak, kamu hanya butuh waktu. Percayalah, Rey akan merawat mu, dia akan menjadi suami yang baik," ujar Maria menyakinkan Megan.

"Maukah kamu menjadi bagian dari keluarga ini?"

Megan terdiam. Wanita di hadapannya tidak memaksa tapi tidak juga memberinya kesempatan untuk melarikan diri. Maria menawarkan sesuatu yang tidak pernah dimiliki Megan.

Keluarga ...

*****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 125 - Epilog

    "Megan!"Zian berteriak nyaring. Dia tengah susah payah memegangi background agar tak terhempas angin kencang yang mengarah dari blower besar yang diletakkan di depan model."Kamu kejam," desisnya nelangsa.Megan terkekeh-kekeh sambil mengibaskan tangannya."Jangan cengeng," balasnya tanpa mengindahkan protes Zian.Baron yang tengah melakukan pose di tengah set up pantry dengan background puluhan jenis tanaman—sambil memegang moca pot, harus mengencangkan otot pipinya agar tidak tertawa keras ataupun melayangkan protes yang sama nyaringnya kepada Megan."Ok, cut." Suara teriakan yang menandakan pengambilan satu scene telah selesai, sukses membuat Baron dan Zian kompak mendesah lega."Baron, kita istirahat dulu ya," ujar wanita yang memegang kamera.Baron mengangguk cepat dan buru-buru merenggangkan tubuhnya dan berjalan keluar dari set. Dibelakangnya, Zian melakukan hal yang sama dan segera mengejar langkah kru lainnya."Megan, kita kesini mau liburan loh. Ini malah tiba-tiba jadi suka

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 124 - Akhir, Namun Tak Pernah Berakhir

    "Rey, apa kamu marah karena aku menolak permintaan Papa untuk mengadakan ulang pesta pernikahan kita?"Megan memainkan jemarinya di atas gelembung sabun yang menutupi permukaan air."Ah." Pekik Megan kaget karena tiba-tiba tubuhnya di tarik ke belakang hingga punggungnya menempel di dada bidang suaminya."Katakan alasannya, kenapa aku harus marah?" bisik Riley tepat telinga istrinya.Tubuh Megan mengelijang, ia bergelung di dada suaminya. "Aku takut, kamu berpikir bahwa aku terlalu egois karena memutuskan untuk menolak permintaan Papa tanpa berdiskusi denganmu," sesalnya.Riley menciumi pundak Megan. "Boleh aku tahu, apa alasan sebenarnya kamu menolak?""Aku hanya tidak ingin media terlalu menyorot pernikahan kita, terlebih anak-anak. Tidak ada orang lain yang boleh menyentuh milikku." Tutur Megan sambil mengosok buku-buku jari suaminya."Menjadi posesif, hmm?' goda Riley."Tidak boleh?"Riley tak berkata apapun, ia hanya mencium kening Megan lamat-lamat."Hmm. Rey, itu … ahhh." Megan

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 123 - Drama Pernikahan

    "Hufff … sedikit lagi, Sayang."Zian menopangkan kedua tungkai Nesa ke pundak lalu mendorong gerakan pinggulnya lebih dalam dan keras."Cepat! A—acara udah mau di mulai," teriak Nesa panik."Sedikit lagi. Aku hampir nyampe," racau Zian. Ia menyibak gaun yang dikenakan Nesa untuk memberi akses lebih dalam baginya. Zian mempercepat gerakannya, mendorong lebih untuk menembus kedalaman menuju dasar."Akh, Zian! Terlalu cepat." Protes Nesa saat Zian bergerak maju mundur dengan tempo cepat tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas."Sayang, di luar atau da—dalam?" Napas Zian tersengal hingga membuat kalimatnya terputus-putus."Dalam aja," lenguh Nesa. "Jangan mengotori gaunnya." Pesannya sebelum mengepalkan tangannya, mencengkram pinggiran sofa dengan erat."Ah … Zian, a—aku …" Nesa menjerit nyaring kala menjemput puncak pelepasannya."Akh … ah." Zian mengikuti jejak istrinya. Melepaskan sentakan beserta tembakan kuat ke dalam rahim dan perlahan menarik keluar miliknya.Zian bangkit untuk

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 122 - Mengiklaskan Masa Lalu

    Megan keluar dari kamarnya dengan wajah cerah. Ia menyibakkan rambut sebahunya yang mengayun lembut setelah keramas untuk yang kedua kalinya. Langkahnya masih sedikit terseok-seok akibat pertempuran semalam. Riley benar-benar mengamuk, bagai kuda liar melampiaskan seluruh hasratnya yang telah lama tertunda. Megan meraih kenop pintu, kamar si kembar. Bibirnya mengurai senyum geli melihat kumpulan orang yang tidur, saling berhimpitan di ranjang sempit.Semalam, para sahabat menginap di ruangan si kembar sedangkan para bayi tidur terpisah di kamar tamu bersama kakeknya."Baron." Panggilnya sambil mencolek pipi pria imut yang memeluk erat lengan kekasihnya."Hmm." Erang Baron pelan."Udah pagi."Baron mengeliat pelan. "Hmm." Balasnya dan kembali menyandarkan kepalanya di dada Allen. "Lima menit lagi."Megan tersenyum kecil lalu beralih pada Nesa yang merebahkan kepalanya di paha suaminya."Bangunlah. Bukankah kalian harus ke lokasi syuting hari ini?" Megan mengelus pipi Nesa yang pucat

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 121 - Gairah Cinta Yang Meluap

    Baron dan Zian berjingkrak perlahan, mengendap-endap bagai maling jemuran yang tengah menyortir tali jemuran targetnya."Di mana mereka?" Bisik Zian.Baron menggeleng. Ia telah menyusuri hampir seluruh rumah tapi tak juga menemukan jejak Megan dan suaminya.Keduanya menghilang bagai di telan bumi setelah menyerahkan si kembar di bawah pengawasan para kakek dan nenek."Apa mereka ke hotel?" Celetuk Zian."Masa sih? Niat banget," balas Baron ragu."Mereka 'kan udah lama nggak make out. Pasti bakal semalaman bertempur."Baron menegakkan tubuhnya, lelah mengintai. Ia memutar pinggulnya ke kiri dan kanan untuk merenggangkan tubuh."Dah ah, nggak asyik." Keluhnya. "Masuk yuk, lapar."Zian mengikuti jejaknya. "Ya udah deh. Aku juga mau nemanin Nesa bobok."Baron mengerlingkan matanya. "Cie … udah punya temen bobok," godanya.Zian melayangkan tangannya untuk mengeplak kepala Baron, tapi pria imut itu dengan cepat berkelit."Kamu butuh seribu tahun lagi untuk menyentuh ku," ledek Baron."Awas a

  • Istri Kontrak Sang Miliarder    Chapter 120 - Kebahagiaan Yang Tertunda

    "Ku harap hasilnya baik." Gumam Edbert sambil terkekeh. Menertawakan kebodohan yang tengah dilakukannya.Edbert membuka amplop yang diterimanya dari dokter Brown, ia mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam sana dan mulai membaca setiap baris kalimat yang tercetak di kertas."Tentu saja baik, Pak. Apakah itu DNA putri anda? Karena 99%, DNA nya cocok dengan milik anda," ujar sang dokter yang seketika membuat dunia Edbert terguncang."Cocok? Maksud mu?" Edbert mengabaikan kertas yang hendak ia buka dan lebih tertarik untuk memandang sang dokter. Mencari kebenaran akan apa yang baru saja ia dengar."Ya. Dari sampel darah yang anda berikan, kami memastikan bahwa DNA itu adalah putri kandung anda.""Anda yakin dokter Brown?" "Seratus persen yakin." Ucap sang dokter tegas.Edbert memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa panas dan berat. "Anakku? Putriku?" Gumamnya sedih."Apa ada masalah, Pak Edbert?"Edbert melambaikan tangannya. "Tidak, tidak ada yang salah. Justru ini kabar yang sanga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status