Beranda / Romansa / Istri Kontrak Sang Miliarder / Bab 5 – Cinta atau Tanggung Jawab?

Share

Bab 5 – Cinta atau Tanggung Jawab?

Penulis: Deden Suhendar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 14:59:02

Pagi itu, mentari belum sepenuhnya muncul saat Aluna terbangun karena rasa mual yang tiba-tiba. Ia buru-buru bangkit dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Suara air keran mengalir bersamaan dengan suara muntahannya yang menggema.

Tak lama kemudian, Arsenio masuk, masih mengenakan kaus dan celana panjang tidur. Ia menghampiri Aluna yang sedang duduk di samping bathtub sambil memegang perut.

“Kamu oke?” tanyanya cemas.

Aluna mengangguk pelan meski wajahnya masih pucat. “Mualnya makin sering…”

Arsenio mengambil segelas air hangat lalu berlutut di depannya.

“Minum dulu,” ujarnya lembut.

Aluna menerimanya dan menyesap perlahan. Sementara itu, Arsenio duduk di lantai di sebelahnya, memegang tangan Aluna tanpa banyak bicara. Hening sejenak, namun justru keheningan itu terasa paling nyaman.

“Arsen…” Aluna akhirnya membuka suara.

“Hm?”

“Kamu... masih anggap aku cuma istri kontrak?”

Pertanyaan itu membuat Arsenio menoleh. Tatapannya dalam, ragu-ragu, seolah sedang menimbang jawaban yang tepat.

“Aku nggak tahu...” katanya jujur. “Tapi kamu lebih dari sekadar kontrak sekarang.”

Aluna menggigit bibirnya. Hatinya berkecamuk. Antara ingin percaya, dan takut berharap terlalu jauh.

---

Siangnya – Kantor Li Group

Arsenio berdiri di depan jendela kaca kantornya, memandangi langit Jakarta yang mendung. Hari itu terasa berat. Meski Yolanda sudah mengundurkan diri, badai belum benar-benar berlalu.

Kevin masuk, membawa dua berkas.

“Satu untuk konferensi pers minggu depan. Satu lagi laporan investigasi baru dari divisi internal.”

Arsenio membuka berkas kedua. Di sana, tercantum nama-nama pihak yang diam-diam bekerja sama dengan Red Lotus, termasuk beberapa nama dari investor minoritas.

“Kita kebobolan di rapat pemegang saham,” gumamnya.

Kevin mengangguk. “Tapi yang lebih penting… mereka tahu tentang bayi Aluna.”

Arsenio menoleh cepat. “Apa maksudmu?”

“Red Lotus dapat informasi bahwa kamu dan Aluna tidak hanya menikah kontrak, tapi juga akan punya anak. Mereka akan gunakan ini untuk menjatuhkan reputasimu. Menyebarkan gosip bahwa bayi itu hasil rekayasa demi mempertahankan bisnis keluarga.”

Arsenio mengerutkan alis.

“Bayi itu bukan alat. Dan Aluna... bukan pion. Aku nggak akan biarkan siapa pun sentuh mereka.”

---

Sore Hari – Café Rahasia

Aluna duduk berhadapan dengan Tia, sahabat masa kecilnya yang kini menjadi editor majalah gaya hidup. Tia baru saja kembali dari Singapura dan langsung menelepon Aluna untuk bertemu.

“Jadi… kamu hamil anak CEO paling dingin se-Asia Tenggara?” goda Tia dengan mata membulat.

Aluna menertawakan ucapan itu. “Sstt… pelan-pelan. Ini masih rahasia keluarga.”

Tia menyandarkan badan ke kursi. “Aku cuma bisa bilang satu hal: kamu berubah, Lun. Kamu lebih tenang, lebih kuat.”

“Aku harus begitu, Ti. Dunia tempat aku hidup sekarang... penuh tipu daya. Kalau aku lemah, aku bisa hancur.”

Tia menatap sahabatnya lama. “Tapi kamu bahagia?”

Aluna terdiam. Pertanyaan itu seperti menghantam hatinya yang paling dalam.

“Kadang aku merasa bahagia, kadang aku cuma merasa... bertahan.”

Tia meraih tangan Aluna. “Kamu harus tahu bedanya. Karena bertahan demi cinta... beda rasanya dengan bertahan karena tanggung jawab.”

Aluna menatap sahabatnya. Kata-kata itu terus terngiang di benaknya.

---

Malam Hari – Penthouse

Ketika Aluna pulang, penthouse terasa sunyi. Arsenio belum pulang dari kantor. Ia berjalan ke kamar, melepas sepatu, dan meletakkan tas. Di atas meja rias, ada kotak kecil dengan pita merah.

Aluna membuka kotak itu, dan di dalamnya terdapat kalung berliontin berlian kecil. Di balik tutup kotaknya, ada catatan kecil bertuliskan:

> “Untuk istri dan calon ibu dari anakku. –A.H.”

Aluna tersenyum. Tangannya gemetar saat menyentuh liontin itu. Ia tahu Arsenio bukan pria romantis. Tapi setiap tindakannya, sekecil apa pun, selalu berarti banyak.

Namun di saat yang sama, suara ponselnya berbunyi.

Nomor tak dikenal.

“Hallo?” sapanya ragu.

Sebuah suara wanita terdengar—dingin dan tajam.

> “Kalau kamu pikir dia benar-benar mencintaimu, kamu bodoh. Dia hanya melindungimu karena tanggung jawab.”

“Siapa ini?”

> “Tanya Arsenio, kenapa dia menyembunyikan masa lalunya yang sebenarnya darimu. Tanya dia… tentang ‘Yelena’.”

Klik. Telepon terputus.

Aluna mematung.

Yelena?

Siapa itu?

Dan kenapa nama itu terdengar... seperti luka yang tak pernah sembuh?

---

Di Tempat Lain – Mobil Arsenio

Dalam perjalanan pulang, Arsenio membuka galeri ponselnya. Sebuah foto tersimpan di folder rahasia: perempuan berambut hitam panjang, mengenakan gaun putih di pantai. Senyumnya manis. Matanya penuh cahaya.

Yelena.

Foto itu hanya ia lihat sekali dalam beberapa bulan terakhir, tapi malam itu… ia tak bisa menahan diri.

“Maafkan aku,” bisiknya lirih.

Mobil terus melaju dalam keheningan. Tapi hati Arsenio justru makin bising oleh ingatan yang selama ini ia kubur dalam-dalam.

Keesokan Harinya – Pagi yang Sunyi

Aluna duduk di meja makan, sarapan seorang diri. Biasanya Arsenio akan turun, minimal menyapanya sebelum berangkat ke kantor, tapi pagi ini hanya keheningan yang menemaninya.

Pikirannya masih tertuju pada percakapan misterius semalam. Nama itu—Yelena—terus terngiang di benaknya.

Siapa dia? Apakah dia mantan? Atau lebih dari itu?

Ketika langkah kaki akhirnya terdengar, Aluna segera menoleh. Arsenio muncul dengan setelan kerja dan raut wajah serius. Ia terlihat tergesa.

“Kamu nggak makan dulu?” tanya Aluna, mencoba terdengar biasa saja.

“Ada meeting mendadak. Maaf ya,” jawab Arsenio sambil meraih jasnya.

Aluna menatapnya, ragu-ragu. Tapi ia tak ingin diam.

“Aku ditelepon seseorang tadi malam.”

Langkah Arsenio terhenti.

“Dia bilang… aku harus tanya tentang Yelena.”

Tubuh Arsenio membeku. Matanya menatap Aluna, tak berkedip.

Beberapa detik hening sebelum ia akhirnya berkata, “Jangan dengarkan omong kosong orang. Aku akan jelaskan semuanya… tapi tidak sekarang.”

“Kenapa nggak sekarang?” desak Aluna.

“Ada hal yang lebih penting yang harus aku urus hari ini.”

Aluna menahan napas. “Kamu marah?”

Arsenio menghela napas dalam. “Aku cuma… nggak siap.”

Ia pun pergi, meninggalkan Aluna dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

---

Di Kantor Li Group – Sesi Rahasia

Di ruang meeting tertutup, Kevin memasukkan flashdisk ke laptop Arsenio. Video rekaman dari kamera tersembunyi mulai diputar. Tampak Yolanda bertemu dengan pria dari Red Lotus di lounge hotel, menyerahkan dokumen tender yang sebelumnya hilang.

“Bukti ini cukup kuat untuk membawa kasus ke ranah hukum,” kata Kevin.

Arsenio mengangguk. “Tapi kita tunggu. Aku ingin tahu siapa dalangnya.”

Ia menatap layar—tapi pikirannya tetap bercabang.

Yelena.

Nama itu membangkitkan luka yang belum sembuh.

---

Flashback – Dua Tahun Lalu

Yelena adalah tunangan Arsenio. Gadis cerdas, penuh tawa, dan satu-satunya orang yang mampu membuat pria itu tersenyum tanpa batas.

Namun, Yelena meninggal dunia karena kecelakaan saat menghadiri event amal perusahaan. Mobilnya ditabrak lari. Hingga hari ini, pelakunya tak pernah ditemukan.

Sejak saat itu, Arsenio menutup diri dari cinta. Ia tak ingin kehilangan lagi.

Namun, kehadiran Aluna perlahan membuka pintu yang telah lama terkunci itu.

Dan justru itulah yang membuatnya takut.

---

Di Penthouse – Malam Hari

Aluna duduk di ruang kerja Arsenio. Penasaran, ia mulai membuka laci-laci meja kerja suaminya. Ia tidak bermaksud melanggar privasi, hanya… mencari jawaban.

Hingga akhirnya ia menemukan album foto kecil, disimpan di balik dokumen tebal.

Ia membuka halaman pertama. Di sana, foto seorang perempuan berambut panjang, dengan senyum hangat, berdiri di samping Arsenio.

Yelena.

Hatinya seperti diremas.

Halaman demi halaman penuh dengan kebersamaan mereka. Di pantai. Di pesta perusahaan. Di rumah keluarga.

Semua foto itu... penuh kebahagiaan.

Aluna menutup album dengan tangan gemetar. Ia merasa seperti penyusup. Perempuan pengganti.

“Maafkan aku, Yelena…” bisiknya, meski ia sendiri tak tahu kenapa ia merasa bersalah.

---

Keesokan Harinya – Kediaman Keluarga Li

Madam Liana memanggil Aluna untuk sarapan bersama. Namun pagi itu, topik obrolan tidak sesantai biasanya.

“Aluna,” kata Madam pelan. “Aku dengar kamu sudah tahu tentang Yelena.”

Aluna terkejut. “Ibu tahu?”

“Tentu. Dia tunangan Arsen sebelumnya. Kami semua mengira mereka akan menikah. Keluarga kami… kehilangan banyak saat dia pergi.”

Aluna mengangguk, tak bisa berkata-kata.

Madam Liana melanjutkan, “Aku tahu ini bukan hal mudah. Tapi kamu harus kuat. Kamu bukan bayang-bayang siapa pun. Kamu adalah dirimu sendiri. Dan kamu membawa kehidupan baru.”

Aluna menahan air mata. Kata-kata itu menyentuhnya dalam.

Tapi bagian dirinya tetap bertanya—apakah Arsenio mencintainya… atau hanya mencari penebusan?

---

Di Kantor Red Lotus – Konspirasi Baru

Hendra Wijaya membaca laporan intel Red Lotus tentang reaksi Aluna yang mulai goyah.

“Bagus. Terus mainkan isu masa lalu. Perempuan yang ragu, akan mudah dibelah,” katanya dingin.

Anak buahnya mengangguk. “Kami akan sebar narasi bahwa Aluna hanya pelampiasan CEO Li. Publik akan menelan cerita itu bulat-bulat.”

Hendra tersenyum.

“Kalau kita bisa menghancurkan dia secara emosional, maka Arsenio akan runtuh dari dalam.”

---

Malam Hari – Kembali di Penthouse

Arsenio pulang larut. Kali ini, Aluna menunggunya di ruang tamu.

“Kita harus bicara,” katanya tegas.

Arsenio terlihat lelah, tapi ia mengangguk dan duduk di hadapan Aluna.

“Aku tahu tentang Yelena,” kata Aluna pelan. “Dan aku ngerti kalau kamu belum bisa sepenuhnya lepas darinya. Tapi kamu juga harus ngerti... aku bukan dia.”

Arsenio terdiam.

“Aku bukan pelarian, Arsen. Aku bukan pengganti. Dan aku nggak akan terus tinggal di sini kalau kamu masih hidup di masa lalu.”

“Aku tahu,” bisik Arsenio akhirnya. “Dan aku minta maaf... karena selama ini aku terlalu takut kehilangan, sampai lupa caranya memberi tempat untukmu.”

Ia menggenggam tangan Aluna. “Tapi sejak kamu datang… kamu bukan hanya mengisi tempat kosong. Kamu membentuk tempat baru di hatiku.”

Aluna menatapnya, dan untuk pertama kalinya… ia percaya.

Mungkin cinta tak selalu datang dengan janji manis.

Kadang ia hadir lewat luka, lewat keheningan, dan lewat keberanian untuk melepaskan masa lalu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 59 – Saksi dalam Bahaya

    Malam itu, suasana rumah kontrakan Bima terasa menegangkan. Lampu temaram membuat bayangan di dinding bergerak-gerak, seolah ada sosok yang mengintai.Reyhan, Ayara, dan Ardi duduk di ruang tamu kecil. Bima gelisah, mondar-mandir, wajahnya penuh rasa takut.“Kalau saya buka mulut, saya dan keluarga bisa diburu,” kata Bima lirih. “Saya sudah lihat sendiri bagaimana orang-orang Rasya bekerja. Mereka nggak segan-segan menghilangkan orang.”Reyhan menatapnya dengan sorot mata tegas. “Itulah sebabnya kami datang. Kami akan lindungi Anda, Pak Bima. Tapi tanpa kesaksian Anda, kebenaran nggak akan pernah terungkap.”Ayara menambahkan, suaranya lembut namun penuh keteguhan. “Kami paham risikonya. Tapi kami juga percaya, orang baik selalu punya jalan. Dan Anda bukan sendirian.”Bima terdiam lama, sebelum akhirnya menghela napas. “Baiklah. Saya akan bantu. Tapi kita harus hati-hati. Rasya punya orang di mana-mana.”---Gerakan di Luar RumahTanpa mereka sadari, Reno dan beberapa anak buah Rasya

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 58 – Fitnah di Balik Layar

    Pagi itu, layar televisi di hampir semua kafe, kantor, bahkan warung kecil menayangkan breaking news. Nama Reyhan terpampang besar di headline:“Skandal Besar: Pengusaha Muda Diduga Rekayasa Data Korupsi.”Ayara yang baru saja menyalakan TV di apartemen langsung terpaku. Tubuhnya terasa lemas, remote jatuh dari tangannya.“Tidak mungkin…” suaranya bergetar. “Mereka… mereka balikkan semuanya…”Reyhan keluar dari kamar, masih mengenakan kemeja setengah dikancingkan. Ia mendekati layar televisi, menatap dengan rahang mengeras.Di layar, seorang “ahli keuangan” yang sebenarnya adalah boneka bayaran Rasya berbicara lantang.“Bukti yang katanya ditemukan oleh Reyhan itu tidak valid. Ada indikasi manipulasi data. Bahkan, ada jejak digital yang menunjukkan bahwa file itu direkayasa dari laptop milik Reyhan sendiri.”Wajah Reyhan tetap dingin, tapi tangannya mengepal begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Ayara menoleh padanya. “Rey… ini fitnah. Kamu harus jelasin ke publik. Kamu nggak

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 57 – Jejak Bayangan

    Pagi itu, langit Jakarta mendung seakan ikut menahan napas menunggu badai yang akan segera datang. Reyhan, Ayara, dan Ardi duduk di sebuah kafe kecil yang cukup sepi, jauh dari keramaian. Di meja mereka tergeletak sebuah map cokelat yang berisi print out data korupsi Rasya.Ayara sesekali melirik ke luar jendela, waspada kalau-kalau ada orang mencurigakan yang membuntuti mereka. Tangannya tak berhenti menggenggam erat jemari Reyhan.“Aku masih nggak tenang, Rey,” bisiknya. “Tadi malam mereka bisa tahu tempat kita, padahal apartemen kamu itu pakai keamanan berlapis. Bagaimana kalau hari ini mereka sudah pasang mata juga di sekitar sini?”Reyhan menatapnya lembut, meski wajahnya sendiri terlihat tegang. “Aku tahu, Ara. Tapi ini satu-satunya cara. Kita harus serahkan bukti ini sebelum Rasya sempat menghilangkannya.”Ardi mengangguk mantap. “Tenang aja, Ara. Bu Mira itu jurnalis senior, dia bukan orang sembarangan. Dia sudah biasa menghadapi ancaman kayak gini. Kalau data ini sudah di tan

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 56 – Jebakan Balik Rasya

    Pagi itu, suasana apartemen Reyhan penuh ketegangan. Flashdisk kecil berisi bukti korupsi Rasya terletak di atas meja, seolah menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.Ayara menatapnya dengan wajah gelisah. “Rey… kalau bukti ini sampai salah langkah, Rasya bisa balas dendam lebih gila lagi. Kamu yakin kita siap?”Reyhan menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Ayara penuh keyakinan. “Aku tahu risikonya. Tapi kalau kita diam, dia akan semakin kuat. Kita nggak boleh kasih dia kesempatan lagi.”Ardi, yang sibuk memeriksa data dari laptop, ikut menimpali. “Semua bukti sudah jelas. Transfer dana fiktif, rekening luar negeri, nama-nama perusahaan boneka. Kalau ini sampai keluar ke publik, Rasya habis.”Ayara menggigit bibir. “Tapi kita harus hati-hati. Rasya itu licin. Dia pasti sudah pasang mata di mana-mana.”---Rencana PublikasiReyhan kemudian berdiri, berjalan ke arah papan tulis kecil di ruang tamu. Ia menggambar alur strategi:1. Kirim data ke media besar yang independen.2. S

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 55 – Penyusupan di Malam Hari

    Malam turun perlahan, menyelimuti kota dengan cahaya lampu yang berkelap-kelip. Di kejauhan, gedung Surya Corp berdiri gagah, jendela-jendelanya memantulkan kilau lampu jalan. Namun bagi Reyhan, gedung itu kini lebih menyerupai benteng musuh yang penuh jebakan.Ayara berdiri di depan jendela apartemen, menatap gedung itu dengan hati gelisah. “Rey, apa kamu yakin harus lakukan ini malam ini?” tanyanya lirih, suaranya bergetar.Reyhan meraih jaket kulitnya, wajahnya penuh tekad. “Justru malam ini saat yang tepat. Keamanan lebih longgar setelah jam kerja, dan sebagian besar karyawan udah pulang. Kalau aku nunggu besok, Rasya bisa makin rapat nutupin jejaknya.”Ardi yang duduk di sofa ikut menimpali, “Aku udah atur seseorang di dalam. Namanya Pak Bima, kepala arsip lama yang masih hormat sama Reyhan. Dia bakal bantu kasih akses. Tapi setelah itu, kita sendiri yang harus cari dokumen.”Ayara menggigit bibir, lalu menghampiri Reyhan dan menggenggam tangannya erat. “Janji sama aku, kamu bali

  • Istri Kontrak Sang Miliarder   Bab 54 – Fitnah dan Tekad

    Hujan baru saja reda sore itu, tapi hawa dingin masih menusuk. Dari jendela apartemen mungilnya, Ayara melihat langit yang kelabu, seakan mencerminkan suasana hatinya.Ponselnya terus berbunyi, notifikasi dari media sosial, portal berita, dan pesan tak dikenal. Semuanya menuding Reyhan sebagai pengkhianat keluarga, bahkan kriminal yang dituduh mencuri data perusahaan.“Rey…” Ayara menoleh ke suaminya yang duduk di kursi, wajahnya lelah menatap laptop. “Fitnah ini makin parah. Mereka bilang kamu kabur bawa dokumen penting.”Reyhan menghela napas panjang, lalu menutup laptop. “Itu jelas permainan Rasya. Dia memang sengaja menjebakku. Aku udah menduga ini bakal terjadi.”Ayara menggenggam tangannya erat. “Terus kita harus gimana? Kalau terus-terusan gini, nama kamu bisa rusak selamanya.”Reyhan menatap Ayara dalam-dalam, sorot matanya tajam. “Justru itu, Ara. Aku nggak boleh diam. Kalau aku lari, Rasya menang. Aku harus buktikan siapa yang sebenarnya bersalah.”---Gerakan RasyaDi gedun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status