“Jika menurutmu pernikahan ini hanya main-main dan Tuhan enggan menyaksikan karena tak suka akan caraku memaksamu, maka biar iblis yang jadi saksi. Kau milikku.” –Mike–
*** Angie tampak gelisah dan mondar mandir di kamar. Dia menggigiti jemari dan menyumpah serapahi tindakannya yang begitu bodoh hari ini. Bahkan mungkin sejak kemarin. Mengapa dia begitu percaya pada sahabatnya dan setuju saja saat gadis itu mengajaknya ke kelab malam, tempat yang tak sekali pun pernah dia masuki dan akhirnya menjadi awal mula kesialan yang dia alami? Apa itu bourbon, margarita, vodka? Dia sama sekali tak tahu nama-nama itu. Meski kemarin sudah menenggaknya sembarangan, tetapi andai bukan sahabatnya yang memaksa, dia tak akan pernah menyentuh minuman itu barang sedikit pun. “Bodoh, bodoh, bodoh! Kau bodoh sekali, Ji!” Angie berulang kali memukul kepala dan kemudian mengempaskan tubuh di ranjang. Ingatannya seketika melayang ke beberapa jam lalu di mana dirinya dan Mike telah membuat perjanjian konyol yang kini menjadikannya pusing tujuh keliling. Dia dan lelaki itu sebentar lagi akan menjadi sepasang suami istri. Sulit dipercaya! “Bagaimana kalau aku tidak mau menanda tanganinya? Aku masih berusia sembilan belas tahun dan baru saja merasakan kehidupan perkuliahan yang bebas dan pekerjaan yang bagus. Aku tidak mau menjadi boneka seseorang.” Kala itu, Angie berusaha meyakinkan Mike bahwa hidup dengannya akan sangat merepotkan. “Diam! Jika kau tidak mau menanda tanganinya, aku bisa menembakmu saat ini juga dan membuang mayatmu ke laut.” Mike memberi isyarat ke luar jendela, di mana laut luas layaknya samudra Hindia terbentang di bawah jembatan yang tengah mereka lewati. “Atau kau ingin aku mengikat lalu menenggelamkanmu ke sana? Itu pasti akan lebih menyenangkan.” Seketika Angie bergidik menatap seringai Mike. Bagaimana jika saat Mike menenggelamkannya, dia tidak langsung mati melainkan harus bertarung dulu dengan malaikat maut? Tercebur ke laut dan harus menyaksikan kematian secara perlahan pasti sangat menyiksa. Terlebih, Angie adalah seorang pengidap Talasofobia dan beberapa fobia lain—menghadapi ketakutannya sendiri adalah senjata pembunuh paling mengerikan baginya. Sontak, ancaman Mike berhasil mempengaruhi Angie dan segera dia meraih pulpen untuk menandatangani berkas tersebut. Akan tetapi, gerakannya terhenti saat dirinya mengingat sesuatu. “Aku akan tanda tangan jika boleh mengajukan syarat,” ucapnya kala itu. “Kau adalah tawanan di sini, tak ada hak untukmu bicara.” “Kalau begitu bunuh saja aku.” Bodoh dan nekat. Angie menyesal telah mengatakan semua itu, karena Mike bukan orang yang akan bermain-main dengan perkataannya. Mike segera memerintahkan sopir menepikan mobil, lalu meraih Angie untuk dia bawa keluar dan melakukan apa yang menjadi ancamannya. Angie memberontak, tetapi jelas dia kalah tenaga dibanding dirinya dengan tubuh tinggi tegap. Satu lengan saja berhasil mengangkat Angie dan menaikkannya ke pembatas jembatan, tanpa kesulitan. “Tidak, tidak ... jangan lakukan ini! Aku tidak serius mengatakannya, Tuan. Please … turunkan aku ....” Sekujur tubuh Angie bergetar hebat, bulu kuduknya meremang bahkan hingga ke lengan. Dia menutup mata, enggan melihat ke bawah. “Kumohon turunkan aku, Mike ....” Kening Mike berkerut seketika. Bagaimana bisa gadis itu mengetahui namanya yang sama sekali belum pernah dia sebutkan sejak awal? Sebegitu terkenalkah dia di kalangan wanita? Bahkan gadis di kelab kemarin pun tahu siapa dirinya. “Apakah kau berubah pikiran, hah?” tanya Mike dengan seringai iblis yang selalu berhasil membuat siapa pun yang melihat, memilih untuk tidak menatap wajahnya, atau lebih memilih menyerah. Menjadi budak pun mereka rela asalkan tidak menjadi bahan bulan-bulanan lelaki gila itu. Angie mengangguk, tubuhnya kaku saking takut membayangkan jika bergerak sedikit saja, dia akan terjatuh dan menjadi santapan ikan-ikan di bawah sana. “Well, aku suka pilihanmu. Jangan melawan lagi kalau kau masih sayang nyawamu.” Mike menurunkan Angie dan membiarkan tubuhnya tergolek di tanah. Napas Angie tersengal. Membayangkan diri nyaris mati konyol, membuatnya tak berkutik dan membeku. “Berjalanlah! Kutunggu di mobil,” ucap Mike kemudian melangkah meninggalkan Angie yang tak henti menyumpah serapahi tindakan lelaki maniak tak berperasaan. Belum menjadi istri saja, dia sudah layaknya mainan seru bagi lelaki itu. Apa jadinya nanti setelah mereka tinggal di satu rumah? “Aku ti-tidak bisa berjalan, bajingan! Apakah matamu buta?” Angie memberi isyarat agar Mike membuka ikatan di tangan dan kakinya. Namun, karena lelaki itu bersikap tak acuh, dia bersiul supaya Mike berbalik. “Hey! Buka ikatanku dulu, brengsek!” Mike berbalik, tetapi saat tiba di hadapan Angie, dia tidak membuka ikatan melainkan meraih tubuh gadis itu untuk dia bawa kembali ke mobil. “Sekarang tanda tangani!” titah Mike saat tiba di mobil, kemudian melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa mencekik. Angie masih membeku, air mata menetes di pipi membayangkan kehidupannya setelah ini. “Aku ingin mengajukan syarat penting,” ujar Angie, setelah mengusap air mata. “Kumohon ....” Mike mengangkat sebelah alis, tampak berpikir. Entah mendapat dorongan dari mana, dia akhirnya mengangguk. “Baiklah. Kau boleh mengutarakan keinginan, tetapi apakah akan kukabulkan atau tidak, terserah padaku.” Meski sama halnya dengan berjudi—menang atau kalah, Angie tak akan pernah tahu, tetapi setidaknya dia mencoba memastikan keluarganya baik-baik saja. “Pertama, kalian harus memberi jaminan keamanan bagi kakak dan ibuku, karena kehidupan kalian yang pasti memiliki banyak musuh tentu akan membahayakan mereka jika ada yang tahu tentang ini.” “Oke. Mereka akan menerima perlindungan dari kami. Sudah?” “Ada lagi. Setelah menikah, tidak akan ada kontak fisik,” imbuh Angie. Kali ini Mike menggeleng. “Kau harus tahu beberapa hal yang membuatku memilihmu untuk menjadi pengantin tawananku. Satu, karena kau sudah tidur denganku.” Mendengar pernyataan Mike, Angie mendengkus. “Kau ini lucu. Bukankah seharusnya aku yang meminta pertanggung jawaban untuk masalah itu? Aku masih virgin dan kau sudah mengambilnya.” “Apa kau pikir hanya kau yang masih perawan sementara aku sudah tidak perjaka?” timpal Mike, yang membuat Angie mengatupkan bibir. Tawanya nyaris meledak. Lelaki seperti Mike tak pernah berurusan dengan perempuan sebelumnya? Sangat sulit dipercaya. “Sudah, cukup! Kau tidak boleh bicara sebelum aku selesai.” Angie membiarkan lelaki yang mulai tantrum itu melanjutkan perkataan yang baginya penting. Akan tetapi bagi Angie, inti dari kesemuanya hanya satu: hidupnya pasti akan seperti di neraka setelah ini. “Alasan kedua yang memperkuat alasan pertama adalah karena ayahku menginginkan keturunan dariku. Jadi kesimpulannya, aku tidak mengabulkan permintaanmu untuk tidak adanya kontak fisik,” lanjutnya. Angie gelagapan, belum membaca apa saja yang tertera dalam surat, juga belum memahami apa yang sebenarnya menjadi alasan utama Mike memilihnya sejak semula. Baginya, ini semua adalah nasib buruk. Apakah ada hubungan dengan sahabatnya, ataukah memang dia hanya sedang tertimpa kesialan berkepanjangan? Yang pasti, Angie tak punyai kesempatan dan pilihan ketika Mike lagi-lagi menodongkan benda kesayangannya agar Angie tak akan pernah berubah pikiran. Mimpi buruk akan dimulai, tepat setelah coretan terakhir jemarinya di atas kertas yang dia terima.“Mencintaimu adalah kesedihan. Aku tak inginkan kehadirannya, tetapi dia akan terus melekat pada diri, membelenggu hidup, bahkan hingga mati.” -Jiji-***Angie terbangun dengan tangan-kaki terikat dan tak bisa digerakkan. Kesadaran belum penuh mengisi rongga kepala. Namun, dia tahu apa yang terjadi saat suara denting tertangkap indra pendengarnya setiap kali dia bergerak.“Shit! Tidak, tidak, tidak.” Kedua tangan yang terborgol terus dia gerakkan, tetapi tentu saja mustahil melepaskan diri. Angie bukan super hero yang bisa mematahkan besi, melainkan hanya manusia biasa. Keahlian utamanya hanyalah berkamuflase, menjadi karakter berbeda di tiap misi. Untuk kali ini, sepertinya Jim jauh lebih pintar.“Jimmy! Lepaskan aku, bajingan!” Dia berteriak menggila setelah berusaha mengingat kejadian kali terakhir, tetapi nihil. Bisa dipastikan ada campur tangan pihak lain yang membuat Angie kesulitan mengumpulkan ingatan dan dia tahu siapa. “Sialan kau, Meredith!”“Apakah kau memanggilku?”
“Jika nyawaku bisa meredakan amarah dan dendammu, ambillah sesuka hatimu. Namun, kembalilah kepadaku sebagai Jiji yang kukenal dan mencintaiku.” -Mike-***Seorang lelaki membuka mata perlahan. Seolah baru tersadar dari tidur panjang, dia terhenyak, terbatuk keras sebelum mengedar pandangan ke seluruh penjuru ruangan kosong dan berdebu.Perempuan dengan setelan serba hitam duduk di sudut ruangan dengan pistol di tangan, menatap ke arahnya yang memicingkan mata, memperjelas penglihatan yang sedikit kabur. Kepalanya pengar seperti baru saja dihantam dengan cukup keras.“Hello, Husband. Did you miss me?” sapa Angie sembari berjalan mendekat, membuat lelaki itu sadar siapa yang ada di depannya. Perempuan itu berjongkok, memandanginya dengan iris cokelat yang berhasil menawan hatinya selama ini. “Kau pasti terlalu lelah sampai tidur seperti bayi.”“Jiji, apa-apaan ini?” Mike berusaha melepaskan ikatan di tangan dan kaki, tetapi percuma. Beruntung Angie tidak menyumpal mulutnya, sehing
“Nyawa dibalas nyawa, Mike. Andai ayahku membunuhmu, aku pun akan melenyapkannya.” -Jiji-***“Hari ini aku dan The Black Venom akan mengadakan pertemuan,” ujar Jordan sembari menilik tampilan rapinya di cermin di kamar Angie. Yang diajak bicara tak memberi respons.Angie baru bisa terlelap selama dua jam karena terus memikirkan pertemuan dengan Mike. Pagi hari buta suara berisik di luar kamar membangunkannya dan ternyata Jordan tengah menyibukkan diri dengan koleksi senapan. Sekarang, baru hendak memejamkan mata lagi, lelaki itu masuk tanpa mengetuk pintu dan memintanya ikut menghadiri rapat. Yang benar saja!“Bagaimanapun, kau adalah pasanganku sekarang.” Jordan beralasan.Andai Jordan tahu, Mike dan Angie sudah menandatangani akta pernikahan sah dan menghancurkan surat kontrak mereka. Jadi, Angie masih bagian keluarga Genosie. Ikut sebagai pasangan Jordan hanya akan menimbulkan masalah baru ditambah kesempatan bertemu Mike.Dia masih enggan melihat wajah lelaki itu.“Sayang
"Tak bisakah kita kesampingkan masalah organisasi dan hanya pedulikan perasaan kita sekarang? Aku rindu, otu yang kuingin kau tahu. Namun, bagaimana denganmu? Tak inginkah kau berhenti sejenak dan habiskam malam panas seperti dulu?" -Mike-***Angie membuka jendela hati-hati, melangkah berjinjit tanpa menimbulkan suara. Seseorang masih terbaring di ranjang, lelap dan tampak tak terganggu dengan kehadirannya di sana.Dia tidak datang untuk misi, melainkan hanya hal remeh-temeh yang selama dua tahun ini seharusnya dia lakukan, tetapi terhalang oleh keadaan.Perlahan dia belai rahang lelaki di ranjang, lalu memandangi sebentar sebelum memutar tubuh untuk pergi. Beberapa menit saja seharusnya cukup. Sayang, saat dia hendak menjauhkan tangan, sebuah cengkeraman menghalangi niatnya.“Apa yang kaulakukan di sini?” sergah lelaki itu, membuka mata dan menatap wajah panik Angie yang terlihat jelas meski hanya diterangi cahaya rembulan dari luar jendela. “Kau mau kabur dan menghilang lagi? Sa
Another winter day Has come and gone away In even Paris and Rome And I wanna go home [Home – Michael Buble] *** Mansion Jordan adalah tempat tinggal Angie sekarang. Dia setuju, tetapi meminta agar tetap memiliki kebebasan menjalankan tanggung jawab terhadap organisasi. Menyetujui perjanjian dengannya tak berarti Angie akan berhenti dari keterlibatan dengan The Black Shadow. Masih banyak tugas yang belum terselesaikan dan setelah mendengar penuturan Meredith, dia jadi tak sabar untuk segera melakukan investigasi sendiri. Gadis yang menyerupai Meredith pasti berkeliaran bebas. Siapa dan apa tujuannya, masih jadi tanda tanya besar di benak Angie. “Lantas, apa tujuanmu bergabung di dua organisasi? Bagaimana jika Mike sampai tahu? Dari ceritamu, dia sepertinya sangat menyayangimu. Jika tahu kau berkhianat, dia akan sangat terluka,” ujar Angie di markas The Black Shadow setelah mendengar penjelasan sang adik ipar. “Karena itu, tolong jangan sampai itu terjadi. Aku tak ing
When the rain is blowing in your faceAnd the whole world is on your caseI could offer you a warm embraceTo make you feel my love[Make You Feel My Love – Adele]***Semua berkumpul untuk menikmati makan malam pertama mereka dengan formasi lengkap—ibu, ayah, dan anak-anak. Sayangnya hal semacam itu hanya terjadi di depan kamera, tayangan favorit para remaja. Menmpilkan keseharian keluarga sempurna yang tak akan pernah terjadi dalam hidup Meredith.Zack, ayah mereka, tak pernah bersedia duduk satu meja dengannya. Tidak ada yang tahu alasan mengapa lelaki paruh baya itu begitu membenci gadis tak berdosa seperti Meredith. Dia selama ini harus menerima kenyataan menjadi anak buangan. Namun, sebelum akhirnya terlahir, tidak ingatkah mereka pada proses penuh cinta, suka sama suka?Jika tidak, mustahil semua itu terjadi. Tanpa rasa suka, tak mungkin dia terlahir meski akhirnya dibuang, sehingga Vivian menyelamatkannya dan menyembunyikan rahasia besar itu dari Mike sekian lama hany