공유

BAB 2

작가: Dannisa Idris
last update 최신 업데이트: 2025-07-06 18:12:07

Pintu mobil menutup rapat. Mesin langsung bergerak, meninggalkan gang kecil di depan rumah. Queen duduk tegak, mengatur nafas agar tidak terlalu cepat. Sabuk pengaman terasa menahan bahunya. Ia menggeser pandangan ke luar, melihat deretan toko, warung, dan tikungan yang familiar.

“Luruskan punggung,” ujar seorang perempuan yang duduk di kursi depan, ia menutup tablet, memasukkannya ke tas. Rambutnya rapi, eyeliner tegas.

Queen menegakkan duduknya. “Di mana?”

“Di tempat tujuan,” jawabnya. “Satu foto untuk dokumentasi internal Tuan.”

Queen hanya mengangguk. Ia tidak bertanya lebih lanjut.

Mobil membelok ke jalan besar, lalu melambat di depan gerbang besi berornamen emas. Dua penjaga berdiri tegak. Tanpa bertanya, pagar dibuka. Mobil masuk ke halaman luas dengan jalan setapak rapi dan rumput terawat.

Perempuan itu kembali menoleh. “Nama saya Dania, asisten pribadi Tuan Sultan.”

“Queen,” balas Queen singkat.

“Saran saya,” lanjut Dania, “bicaralah seperlunya saja dengan Tuan.”

Queen menatapnya sebentar. “Baik.”

Mobil berhenti di depan bangunan besar yang tampak seperti kantor mewah. Dindingnya tinggi, jendela lebar, pintu kayu berat. Tidak ada tamu, tidak ada dekorasi pernikahan.

Dania turun lebih dulu, berbicara sebentar dengan pria kurus yang membawa kamera. Queen keluar sesudahnya. Udara di halaman terasa dingin.

“Berdiri di sini,” kata Dania. “Bahumu tegap, pandangan lurus.”

Queen mengikuti arahan. Kamera mengambil satu bidikan. “Selesai,” kata pria itu lalu pergi.

Mereka masuk ke dalam. Lorong marmer panjang mengarahkan langkah ke ruang berpanel kayu gelap. Karpet tebal meredam suara sepatu. Di ujung meja panjang, Sultan duduk. Kemeja putih, jas abu gelap. Satu kaki menyilang, jari telunjuk mengetuk permukaan meja. Ia tidak menoleh ketika Queen masuk.

Dania mendorong pelan punggung Queen agar maju. Queen duduk di kursi berhadapan dengan Sultan. Di depannya, setumpuk dokumen dengan pita merah dan pena logam terletak sejajar.

Dua pengacara sudah duduk di sisi kanan meja. “Selamat siang, Ibu Queen,” kata pria beruban berkacamata tipis. “Saya Harun, ini rekan saya Raras. Kami akan membacakan perjanjian sebelum penandatanganan.”

Queen mengangguk. Sultan menggerakkan tangannya singkat, memberi isyarat agar mulai.

“Pasal satu,” ucap Harun, “pernikahan ini sah secara hukum dengan dasar perjanjian.”

“Pasal dua,” lanjut Harun, “wajib tinggal serumah, pihak perempuan harus hadir di acara resmi keluarga dan perusahaan.”

“Itu termasuk acara internal keluarga?” tanya Queen.

“Ya,” jawab Raras.

Harun melanjutkan, “Pasal tiga, masing-masing pihak tidak mencampuri kehidupan pribadi kecuali berdampak pada reputasi publik dan kepentingan korporasi.”

“Siapa yang menentukan dampak itu?” tanya Queen.

Sultan baru bicara, suaranya tenang, “Saya. Berdasarkan standar media dan pasar.”

Queen mengangguk. “Lanjut.”

“Pasal empat,” kata Harun, “larangan keterlibatan emosional. Tidak ada tuntutan perlakuan romantis.”

Queen mengangkat wajah. “Mohon definisi jelas ‘tidak ada kewajiban romantis’.”

Raras menjawab, “Tidak ada tuntutan atau klaim perasaan. Tidak wajib memberi atau menerima perlakuan yang didasari cinta.”

“Baik,” kata Queen.

Dania yang berdiri di belakang Queen menambahkan pelan, “Artinya tidak ada drama, Bu.”

Queen menoleh tipis. “Saya bukan pemeran sinetron, Dania.”

Sultan tetap diam.

“Pasal lima,” ujar Harun, “hak representasi publik berada pada Tuan Sultan. Interaksi fisik untuk tujuan resmi tidak harus dapat persetujuan dari pihak perempuan.”

“Apakah itu terdengar adil?” tanya Queen.

“Tak ada yang adil di dunia ini,” jawab Dania.

“Pasal enam,” kata Harun, “pernikahan dapat diubah, diperpanjang, atau dihentikan oleh Tuan tanpa pemberitahuan sebelumnya.”

Queen menautkan jari. “Sebelum saya tanda tangan, saya minta lampiran tertulis pelunasan utang keluarga, penghentian penagihan, dan pasokan bahan baku 3 bulan.”

Harun mengeluarkan map lain. “Semua ada di sini. Termasuk daftar firma audit independen yang bisa dipilih Ibu.”

“Saya ingin salinan laporan audit,” kata Queen.

Sultan menimpali, “Akan dikirim ke Anda dan Ayah Anda.”

Queen menatap langsung. “Tambahkan klausul, jika terjadi penundaan pembayaran atau pasokan yang merugikan pabrik, saya berhak menangguhkan kewajiban hadir di acara resmi sampai masalah selesai.”

Sultan berpikir sebentar. “Kecuali acara penting yang tidak bisa diulang.”

“Kalau keterlambatan dari pihak Kalian?” tanya Queen.

“Denda berimbang,” jawab Sultan.

Harun mencatat tambahan itu. Raras menyiapkan lembar revisi.

Setelah Queen membaca ulang, ia mengambil pena, menandatangani halaman terakhir. Tangannya stabil. Sultan menandatangani cepat dan menyerahkan map ke Dania.

Baru setelah itu Sultan mengangkat kepala. “Selamat datang di hidup saya. Ingat satu hal, saya tidak suka perempuan yang bicara terlalu banyak.”

Queen menatap dua detik. “Baik.”

Sultan melanjutkan, “Kontrak berlaku sekarang. Malam ini kamu ikut ke rumah.”

Queen menahan napas. “Saya perlu pulang dulu. Dua jam. Mengemas barang, bicara dengan keluarga.”

Sultan mengangguk singkat. “Saya ikut.”

Dania bersuara, “Baik, Tuan. Mobil disiapkan.”

Mereka berdiri. Dania menyerahkan kartu nama. “Nomor saya. Semua urusan koordinasi lewat saya.”

Queen menyimpan kartu itu. “Saya juga perlu kontak staf keuangan yang menangani pabrik.”

“Nanti saya kirim,” kata Dania.

Mereka keluar dari ruangan. Fotografer menunggu di depan. “Satu foto lagi untuk dokumentasi, Tuan.”

Sultan berdiri di kiri, Queen di kanan. Kilatan kamera menyala sekali. Selesai.

Mereka turun ke halaman, masuk ke mobil. Sultan duduk di kursi belakang bersama Queen. Dania di depan. Mobil bergerak keluar gerbang menuju rumah keluarga Rahadi.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 67

    Nala duduk perlahan di kursi seberang Queen, menunggu dengan sikap tenang. Ruangan terasa hening beberapa saat, hanya suara detik jam dinding yang terdengar jelas.Queen menatap cangkir kopinya, jemarinya mengetuk pelan permukaan meja. Diamnya panjang, sampai akhirnya Nala membuka suara. “Boleh saya bertanya, Nyonya?”Queen mengangkat wajahnya perlahan. “Apa yang ingin kamu tanyakan, Nala?”“Apa yang sedang Nyonya pikirkan?” tanya Nala hati-hati, sorot matanya tulus penuh rasa ingin tahu.Queen menimbang sejenak sebelum membalas dengan pertanyaan lain. “Apa yang dilakukan Sultan hari ini?”Nala mengangguk kecil, seperti sudah menduga arah pertanyaan itu. “Sejak pagi, beberapa direksi dan pimpinan anak perusahaan bergantian masuk ke ruang kerja Tuan Sultan. Mereka membawa laporan terkait masing-masing divisi.”Queen terdiam, matanya menggelap sesaat. Lalu ia bersandar, suara lebih pelan namun tajam. “Seberapa banyak kebocoran data yang sudah terjadi, Nala?”Pertanyaan itu membuat Nala

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 66

    Queen mengatur napas, mencoba menahan amarah yang sudah hampir meledak. “Kalau benar anda tahu soal kebocoran data itu,” suaranya rendah tapi tajam, “berarti ada orang dalam yang bicara padamu. Siapa?”Rivando terkekeh pelan, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. “Pertanyaan yang bagus, tapi anda tidak benar-benar mengira aku akan memberitahumu, bukan?”“Kalau anda tidak mau bilang, berarti kabar itu hanya setengah benar. Atau malah anda sendiri yang membuatnya terlihat seolah ada kebocoran.” Queen menatapnya lurus, tidak goyah.Rivando mengangkat alis, matanya berbinar seakan menikmati ketegasan Queen. “Saya tidak perlu memalsukan apa pun, Nyonya Queen. Kalatama sendiri yang sudah membuka celahnya. Saya hanya berdiri di tepi, menunggu air masuk lebih banyak.”Queen mengepalkan tangan di samping tubuhnya. “Berhenti bermain teka-teki. Kau tidak akan menjebakku dengan kalimat manismu. Kalau benar ada kebocoran, cepat atau lambat kami akan tahu siapa dalangnya. Dan waktu itu, jangan

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 65

    Queen menoleh sekali lagi ke lukisan pria paruh baya itu. “Tatapannya memang berat,” ucapnya pelan. “Tapi bukankah itu justru yang membuat orang tak bisa berpaling?”Rivando tersenyum tipis. “anda melihat sisi itu.” Ia melangkah mendekat, jarak mereka kini hanya selembar kanvas besar. “Kebanyakan orang justru merasa tertekan. Seperti dia bisa membaca kesalahan yang mereka sembunyikan.”Queen mengangkat alis sedikit. “Mungkin itu karena mereka punya terlalu banyak yang disembunyikan.”Senyum Rivando melebar, kali ini bercampur heran. “anda tidak takut? Bahkan setelah… segala yang terjadi?”“Aku tidak datang untuk takut,” jawab Queen, suaranya stabil meski dadanya masih berdebar. Ia melangkah ke arah lukisan berikutnya, sebuah kanvas abstrak dengan dominasi merah pekat. “Aku datang untuk melihat sendiri apa yang sebenarnya ingin anda sampaikan.”Rivando menatapnya beberapa saat, lalu ikut memandang lukisan abstrak itu. “Lukisan ini disebut Api yang Terkekang. Katanya, seniman membuatnya

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 64

    Sultan sudah rapi dengan jas gelapnya, berdiri di dekat pintu sambil menunggu Queen yang masih menata scarf tipis di lehernya. Suasana rumah pagi itu tenang, hanya terdengar suara langkah pelayan yang sesekali melintas.Queen melirik ke meja, ponselnya bergetar. Ia meraihnya sekilas. Sebuah pesan baru muncul di layar, nama pengirim membuatnya refleks menahan napas.Rivando Samdani. Galeri Citra Aruna. Pukul sepuluh. Datang sendiri.Dada Queen berdegup keras. Ia buru-buru menekan layar agar pesan itu hilang dari pandangan sebelum Sultan sempat melihat.“Sudah siap?” suara Sultan terdengar datar, tapi penuh penekanan.Queen tersenyum tipis, mencoba menutupi kegelisahannya. “Ya, hanya aku mungkin tidak bisa langsung ke kantor bersamamu.”Sultan berhenti merapikan jam tangannya, menoleh dengan tatapan tajam. “Kenapa?”Queen menghela nafas pelan, pura-pura sibuk memasukkan ponsel ke tas. “Ada urusan yang harus aku selesaikan dulu. Tidak lama, hanya sebentar. Setelah itu aku akan menyusul k

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 63

    Sinar matahari perlahan merembes masuk melalui celah tirai. Queen membuka mata perlahan, butuh beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada. Hangatnya selimut, aroma samar kayu dari perabotan kamar, dan, napas teratur di sampingnya.Ia menoleh, mendapati Sultan masih tertidur. Posisi tubuhnya sedikit miring menghadap Queen, wajahnya tenang, jauh berbeda dari kesan keras yang biasanya. Ada sisi manusiawi yang jarang terlihat.Queen menahan diri agar tidak membuat suara. Tangannya tanpa sadar bergerak, hampir menyentuh lengan Sultan, tapi ia segera menariknya kembali. Jantungnya berdetak terlalu cepat hanya karena jarak sedekat itu.Suara pintu diketuk pelan memecah keheningan. Queen buru-buru duduk, menoleh. Seorang pelayan baru, Rendra, kepala pelayan yang menggantikan tugas Nala untuk pagi itu, masuk setelah mendapat izin. Ia menunduk hormat.“Selamat pagi, Tuan, Nyonya. Sarapan sudah disiapkan di ruang makan.”Queen menoleh sekilas pada Sultan, yang ternyata sudah membuka mata.

  • Istri Kontrak Tuan Sultan   BAB 62

    Mobil berhenti di halaman rumah besar itu. Udara malam terasa lebih tenang, tapi suasana di dalam hati Queen belum benar-benar reda. Ia turun setelah sopir membukakan pintu, sementara Sultan berjalan di sampingnya tanpa banyak kata.Mereka melangkah masuk. Lorong rumah senyap, hanya lampu dinding yang temaram. Queen sedikit tertinggal, pandangannya menyapu sekitar, sampai langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kayu gelap yang setengah terbuka.Ia ragu sejenak, lalu mendorongnya pelan. Pintu berderit ringan, memperlihatkan sebuah ruangan kecil yang berbeda dari bagian rumah lain. Dindingnya penuh rak buku, meja kayu tua di sudut, dan di atasnya beberapa bingkai foto hitam putih.Queen masuk setengah langkah, matanya tertumbuk pada satu foto besar di dinding, seorang pria dan wanita dengan wajah yang mirip Sultan, berdiri berdekatan. Senyuman mereka sederhana, tapi hangat.“Jangan sentuh,” suara berat Sultan terdengar dari belakang.Queen tersentak, berbalik. Sultan berdiri di ambang

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status