Share

Dijadikan Pembantu

Putri menatap Alex dengan penuh emosi, “Apa? Kenapa? Papa mau tampar aku! Tampar aja! Tampar Pa aku nggak takut!”

            Tangan Alex tertahan di udara, tatapannya tajam penuh amarah melihat anaknya sendiri berani melawan dirinya, sekejap ia terdiam perlahan ia menurunkan tangannya lantas ia balik mencekal lengan Putri dan menarik gadis itu menuju kamar.

“Mas! Kamu mau apakan anak aku!” Aleana berlari mengejar Putri.

“Lepasin Pa! Sakit!”

“Masuk kamu! Masuk!” Mengunci pintu kamar Putri.

“Papa buka!” teriak gadis itu dari dalam kamar.

“Mas! Apa-apaan kamu!”

“Besok nggak ada les-lesan atau pun sekolah, kamu Papa tahan di kamar sampai kamu sadar dengan kesalahan kamu!”

“Mas! Sadar itu anak kamu bukan hewan yang harus dikurung kayak gini.” Aleana tak tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu.

“Nggak ada yang boleh buka kamar ini kecuali ngasi dia makan! Kamar ini aku awasin di cctv kalau sampai ada yang berani bukain awas aja!” ancam pria kejam itu.

            Aleana tak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya bergeming ia terkulai lemas bahkan anaknya sendiri harus ikut merasakan penderitaan seperti dirinya.

***

“Nanti sore Zaskia sama anak-anaknya mau singgah ke sini main, Lea kamu jangan lupa siapin makanan buat mereka ya!” titah Kanjeng pada menantunya.

“Iya, Ma.”

“Alex, kenapa kamu kurung Putri ini udah pagi! Dia harus sekolah.” Protes wanita 60 tahun itu.

“Ini urusan ayah dan anak jadi tolong Mama jangan ikut campur dulu, dia harus dididik biar tau sopan santun biar nggak kayak Mamanya.” Menatap sinis Aleana. Wanita itu hanya bisa tertunduk.

“Sehari aja ya! Awas aja sampai Putri kenapa-napa, Lea kamu buruan kasi Putri makan.” Wanita tua itu meskipun selalu memperlakukan menantunya buruk tetapi ia tetap menyayangi Putri layaknya seorang nenek yang tak tega jika melihat cucunya disakiti.

Tok! Tok! Tok! [Aleana mengetuk pintu]

“Putri, ayo makan sayang.”

“Nggak mau! Aku nggak mau makan!” kekehnya.

“Putri sayang Mama kan, Nak?”

            Gadis itu menatap ibunya dalam, ia perlahan mendekati ibunya dan mengambil sepiring makanan dari tangan Aleana.

“Aku mau makan, tapi Mama ikut makan bareng aku!” pintanya.

“Hmm, iya sayang.” Begitu keduanya memulai interaksi hangat antara anak dan ibu, Putri dan Aleana menyantap makanan bersama.

“Nak, kamu mau melakukan sesuatu demi Mama?”

“Apa Ma?”

“E-e, kamu mau kan minta maaf ke Papa Nak?”

“Minta maaf? Aku kan nggak salah Ma!” Putri berontak.

“Sayang, dengerin Mama dulu. Minta maaf bukan berarti kita salah justru dengan minta maaf kita selangkah lebih di depan ketimbang orang yang tidak mau mengakui kesalahannya meskipun dia salah.”

“Tapi ….”

“Mama peduli sama kamu, Mama nggak mau liat anak Mama kayak gini! Kamu masih ada pendidikan yang harus kamu ikuti, Putri emangnya mau dikurung terus di kamar dan nggak sekolah-sekolah? Mama jadi sedih liat kamu kayak gini sayang.”

Mengelus pipi ibunya, “Maafin Putri ya Ma karena Putri Mama jadi sedih dan pasti Mama jadi diomelin sama Papa dan Tante Bila.”

“Nggak papa sayang, kamu mau kan?”

“Iya, Ma.” Keduanya pun saling berpelukan.

*

“Kia, duh Mama kangen banget sama anak-anak. Papanya anak-anak nggak ikut?”

“Nggak Ma, lagi ada kerjaan jadi nggak bisa ikut.”

“Duh, sayang banget. Ayo sini kita makan, makanannya udah disiapin sama Lea.”

“Oh, Lea ada di rumah Ma?”

“Ada, dia lagi di belakang tuh.”

            Zaskia langsung mencari Aleana sembari membawa satu bungkus plastik besar ditenteng di tangannya yang entah apa isi di dalamnya.

“Lea.”

“Iya, Mbak kenapa?”

Menyodorkan bungkusan plastik itu pada Aleana.

“Ini apa Mbak?”

“Itu pakaian anak-anak aku sama ada beberapa punyaku, cuciin ya! Soalnya hari ini aku sama anak-anak mau me time jadi nggak sempat ngurusin pakaian.”

Aleana bengong dengan tatapan kosong.

“Kamu denger kan? Cuciin!” titah Zaskia-adik pertama Alex.

“Eh, ma-maaf Mbak bukannya aku nggak mau tapi … kerjaan aku di rumah juga udah banyak takut nggak sempat ngambil.”

“Ya kan harus disempet-sempetin dong gimana sih! Udah ya, aku nggak mau tau sebelum aku balik bajunya udah beres, disetrikain sekalian!”

            Setelah kejadian semalam yang sampai menyebabkan Putri mendapatkan hukuman dari Alex, wanita itu hanya bisa pasrah menerima pekerjaan tambahan dari Zaskia.

“I-iya, Mbak.” Wanita itu hanya bisa pasrah.

            Semua orang sudah duduk di meja makan, Kanjeng, Salsabila, Alex, Zaskia dan anak-anaknya semuanya berkumpul kecuali Aleana karena ia disibukkan dengan perabotan kotor di dapur dan Putri yang masih menerima hukuman dari ayahnya. Dari pagi hingga sore ini, wanita 35 tahun itu tak henti-hentinya mengambil pekerjaan rumah tangga karena tak ada satu pun orang yang membantunya dan kini malah datang satu lagi beban untuk Aleana di mana Zaskia membawakannya sebungkus plastik besar yang berisi pakaian untuk dicuci.

            Aleana hampir selesai mencuci perabotan wanita itu segera mengeringkan tangannya untuk segera bergabung di meja makan, belum saja tangannya benar-benar kering anak-anak Zaskia sudah memberikannya piring kotor, Aleana dengan senang hati mengambilnya untuk dicuci, namun hal itu berlanjut Kanjeng, Salsabila dan Alex menyusul memberikan piring kotor pada Aleana. Wanita itu mulai merasakan sesak di dadanya karena dirinya merasa tak dianggap dan tidak dipedulikan padahal ia sudah lelah menyiapkan makanan untuk semuanya.

Aleana mendengus, “Sebenarnya aku dianggap apa sih sama mereka?.”

            Setelah menyelesaikan semuanya, Aleana pergi ke meja makan hendak ingin mengisi perutnya yang lapar, namun lagi dan lagi yang tersisa hanya semangkok nasi dan sup yang bahkan isinya sudah tinggal kuahnya saja. Dada wanita itu terasa makin berat dan tak terasa ia meneteskan air mata, Aleana mau tidak mau hanya menyantap makanan yang tersisa.

PYANG! [suara gelas pecah]

“Astaga! Lea cepat sini!”

“Iya Mbak, kenapa?.” Aleana tergesa.

“Ini dipel ya! Si Azka numpahin jus jadi pecah itu gelasnya nanti takut diinjak sama anak-anak.”

“Iya Mbak.” Aleana pergi mengambil serok sampah untuk mengamankan pecahan gelas lantas mengepelnya.

            Azka dan adiknya berlari-lari di sekitar tumpahan jus tadi, tempat Aleana sedang mengepel melihat hal tersebut wanita itu menegur ponakannya.

“Azka jangan lari-lari Nak, ajak adeknya jauh-jauh dari sini.” Entah mengapa setelah Aleana berusaha menegur, Azka langsung menangis.

“Mama,” teriak Azka.

“Astaga Azka kamu kenapa?” Zaskia panik.

            Azka menunjuk ke arah Aleana.

“Kamu apain anak aku?” tanyanya geram.

“Aku nggak ada ngapa-ngapain Mbak, aku cuma negur anak-anak buat nggak lari-larian ini lantainya licin! Lagi aku pel nanti anak-anak ke pleset gimana?”

“Oh kamu berani-beraninya bentak anak aku!”

Aleana terkejut, “Hah! Aku nggak ada ngebentak Mbak, harusnya Mbak ngasi tau ke anak-anak kalau itu bahaya bukannya malah nyalahin aku.”

“Udah ngebentak anak aku! Malah doain anak aku ke pleset lagi! DENDAM KAMU SAMA AKU?”

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status