Aleana Putri Wicaksono sudah sangat muak dengan perlakuan Alex Pangarep-suaminya, beserta keluarga dari suaminya itu, Aleana selalu diperbudak dijadikan seorang babu di rumah suaminya sendiri, alih-alih membela Aleana si pria arogan itu mengabaikan istrinya karena merasa Aleana sudah tak menarik lagi di matanya hingga sering kali Alex menghina Aleana kucel dan penampilannya ketinggalan zaman. Aleana atas permintaan Putri-anaknya, untuk segera meninggalkan Alex karena Putri tak tahan melihat Aleana tersiksa, lantas memantapkan diri untuk berpisah. Di sisi lain ia juga sudah tak tahan karena sikap Alex yang suka bermain wanita. Hal yang lebih mengejutkan adalah selama ini Alex tidak pernah tahu-menahu bahwa istri yang selama ini ia hina dan diperbudak adalah seorang pewaris tunggal seluruh aset kekayaan keluarga Wicaksono-almarhum ayah Aleana. Lantas setelah identitas asli Aleana terungkap apakah Alex akan menyesali perbuatannya? Atau justru Alex akan merenggut kembali kebahagiaan Aleana? Bagaimana kisah Aleana setelah berpisah dari Alex? Apakah ia akan bertemu dengan sesosok yang bisa menerima dirinya atau justru akan menjanda seumur hidupnya?
View More“Pasti Mbak yang ngambil kalung aku, kan!” tuduh Salsabila-adik kedua Alex.
“Kalung? Mbak nggak ada ngambil apa-apa Bila,” bantah Aleana.
Perempuan keras kepala itu tentu saja tetap kekeh bahwa iparnya-Aleana yang mengambil kalungnya yang hilang, ia menggeledah kamar Aleana dan mengacak seisi kamar tanpa belas kasihan.
“Apa untungnya Mbak ngambil kalung kamu, sih! Kamu jangan seenaknya dong ngacak-ngacak kamar nanti mbak dimarahin Mas Alex!” Aleana mulai meradang.
“Heh kamu! Bisa diam? Mbak kan nggak pernah lagi dibeliin perhiasan sama Mas Alex, jadi bisa aja Mbak iri sama aku yang selalu dibeliin sama suami Mbak!” Tuduhan demi tuduhan terus dilontarkan Salsabila pada iparnya.
Salsabila terus saja melanjutkan penggeledahannya, alih-alih menemukan kalungnya yang hilang ia justru menemukan sekotak perhiasan Aleana yang tak sengaja ditemukan perempuan keras kepala itu di dalam lemari.
“Bil-Bil, Mbak minta tolong kembaliin itu mahar pernikahan Mbak Bila.” Aleana merengek meminta belas kasihan agar sekotak perhiasannya dikembalikan.
Senyum jahat muncul di wajah perempuan tanpa hati itu, ia membuka kotak perhiasan dan mengambil kalung yang ada di dalamnya, matanya kalap melihat kalung emas Aleana yang tampak lebih bagus daripada yang dimilikinya.
“Bagus juga, aku suka,” ucapnya, sembari menggantungkan kalung itu di lehernya.
“Tolong kembaliin itu punya Mbak! Kamu ke luar sekarang!” Aleana berusaha memaksa adik iparnya untuk ke luar dari kamar.
“Aku ambil ya! Sebagai ganti kalung aku yang hilang!” ujarnya tanpa rasa segan.
“Kamu jangan hilang akal gitu ya, itu punya mbak bukan punya kamu. Kembaliin Bila!” Aleana berusaha merebut kalungnya.
Pertikaian pun terjadi, aksi saling tarik menarik kalung pun berlangsung hal tersebut memunculkan keributan dalam rumah yang mengundang Kanjeng-mertua Aleana datang menghampiri mereka.
“STOP! Apa-apaan sih ini?” Kanjeng tampak geram melihat keributan yang terjadi dan kamar yang sudah seperti kandang karena dihancurkan oleh Salsabila si perempuan keras kepala.
Aleana sontak terkejut dan menghampiri mertuanya itu, “Ma, Lea minta tolong Ma. Bila ngambil kalung mahar pernikahanku sama Mas Alex.”
“Ka-kalung aku hilang Ma, Mbak Lea yang ngambil jadi aku ambil balik kalungnya sebagai ganti, jadi kan impas!” ucapnya tanpa rasa bersalah.
“Oh, lancang kamu ya Lea!” pekiknya, sembari melayangkan jari telunjuknya ke dahi Aleana.
“Ma, aku mohon Ma sekali ini aja tolong kembaliin kalung aku.” Aleana mencakupkan kedua tangannya di hadapan mertuanya untuk memohon membantunya membujuk Salsabila mengembalikan kalung itu.
“Kasi aja! Lagian kamu siapa suruh ngambil kalung anak saya, kamu sih cari gara-gara!” Kanjeng tak menghiraukan Aleana yang sudah memohon-mohon di hadapannya. “Mending sekarang kamu turun terus masak! Makanan di dapur udah habis,” titahnya.
Aleana tak berdaya, wanita itu hanya bisa pasrah dan menuruti kemauan mertuanya. Ia lekas melangkahkan kakinya dan menyeka air matanya. Aleana menahan semua rasa sakit hatinya walaupun ia sendiri sebenarnya sudah muak dengan perlakuan adik iparnya.
“Ada makanan nggak?” tanya seorang pria, yang tiba-tiba sudah ada di belakang Aleana.
Aleana terkejut, “Eh, Mas. Kapan datengnya?”
“Baru aja, ada makanan nggak?”
“Aku baru masak Mas, sebentar ya,” sahutnya lembut.
“Duh, gimana sih! Cepetan ya, aku udah laper,” titahnya.
“Iya, Mas.”
Si pria dingin itu lantas meninggalkan istrinya tanpa sepatah kata lagi, tak ada sambutan hangat ataupun ucapan sayang untuk menyemangati istrinya yang sudah lelah seharian mengurus pekerjaan rumah, seperti biasa Alex hanya bersikap acuh.
“LEAAA!” teriak Alex dari kamar.
Aleana terkejut, sontak ia langsung meletakkan panci yang sedang dicucinya dan segera menghampiri suaminya itu.
“I-iya Mas. Kenapa?”
“Kamu ya! Dasar istri nggak becus, kamu masih nanya kenapa? KAMU BUTA YA!” pekiknya.
Aleana hanya bisa menelan udara kosong menghadapi amarah suaminya.
“Ini kamar kamu apain, hah!”
“Ma-maaf Mas, ta-tadi Bila bongkar kamar kita mau nyari kalungnya yang hilang,” ucapnya sambil tertunduk.
“Kamu punya otak kan! Bisa nggak sih kamu beresin dulu!”
“Aku tadi mau beresin Mas cuma langsung disuruh masak sama Mama,” ujarnya polos.
“Alasan kamu! Pakek bawa-bawa Mama lagi! Kamu di rumah kerjaannya ngapain aja sih? Suami pulang makanan nggak ada, kamar berantakan, heh!”
“Aku kan ngurus rumah sendirian Mas, semua aku yang ngerjain, aku kelabakan Mas, maaf.”
Alex yang sudah lelah sedari pulang bekerja hanya bisa memijit keningnya melihat kamarnya yang berantakan.
“Ya sudah kamu lanjut masak sana! Aku beresin dikit, habis masak kamu lanjutin beresin.”
“Iya Mas.” Lagi dan lagi Aleana hanya bisa pasrah menghadapi perlakuan yang seperti ini.
Wanita itu kembali memasak.
“Mama, Putri pulang.” Anak perempuan yang memiliki paras manis itu langsung berlari ke arah Aleana dan memeluknya.
“Eh, anak Mama udah pulang. Langsung prepare buat makan ya Nak, ini udah mau siap.”
“Siap, Ma.”
Aleana segera menghidangkan makanan di meja makan setelah itu ia langsung pergi ke kamar untuk membereskan kekacauan yang terjadi. Semua orang sudah berada di meja makan untuk menyantap makanan yang dihidangkan Aleana, tapi tak satu pun yang memanggil wanita itu untuk segera bergabung di meja makan.
“Mama mana, Pa?”
“Kamu kalau lagi makan jangan banyak bicara.”
“Tapi Pa, Mama nggak ikut makan sama kita?”
“Putri jangan ganggu Papanya lagi makan, malah ditanya-tanya,” tegur Kanjeng pada Putri.
“Maaf Oma.”
Putri segera menghabiskan makanannya yang ada di piring setelah itu ia mencari ibunya.
“Mama, kenapa Mama masih di sini?”
“Putri, udah selesai makan Nak?”
“Mama nanyain aku udah selesai makan apa belum, emang Mama sendiri udah makan?” tanya Putri khawatir.
Aleana melempar senyum pada Putri, “Mama lagi beresin ini, nanti pasti Mama makan, kok.”
“Emang Mama nggak laper? Mama pasti capek seharian ngurus rumah,” ucapnya sembari tangannya mengumpulkan bantal-bantal yang berserakan.
“Sebentar aja kok ini, lagian ini udah tugas Mama jadi nggak mungkin Mama tinggalin, kasian Papa nanti istirahat kamarnya berantakan malah nggak nyaman istirahatnya.”
“Kenapa sih Mama selalu perhatiin Papa? Kan Papa nggak pernah peduli sama Mama, tadi aja Mama nggak ikut makan semuanya nggak ada yang peduli Mama lagi kelaperan atau nggak!” ucapnya kesal.
“Eh, nggak boleh gitu ngomongnya. Papa kan suami Mama jadi wajib buat Mama perhatiin, kamu lain kali hati-hati ngomongnya ya sayang, takut Papa denger nanti Papa sakit hati, lo.”
“Mama mau sampai kapan kayak gini? Kan emang kenyataannya begitu. Papa nggak pernah perhatian sama Mama, Putri juga heran dan bahkan sampai lupa kapan terakhir kali lihat Mama sama Papa akur, kerjaannya berantem mulu.”
Aleana memegang tangan anaknya, “Sayang, Mama nggak papa, kok. Terima kasih ya udah peduli sama Mama.”
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”
Bersambung …
“Apa? Dia lagi?” Ekpresi Aleana yang sangat terkejut seperti itu mengundang banyak tanya di benak Putri-anaknya. “Eeee, emangnya kenapa Ma?” tanyanya ragu. “Aduh, sayang! Kamu ngapain masih mau dianterin sama om-om itu? Kan Mama udah bilang ke kamu kalau kamu harus hati-hati sama orang asing!” “Hmm, orang asing? Tapi kan Ma dia ayahnya temen aku di tempat les, jadi om itu kan bukan orang asing karena Putri tau!” bantahnya. Aleana memegang kepalanya dengan kedua tangan. “Mama kenapa sih? Hari ini aneh banget, kan buktinya Putri nggak kenapa-napa Ma … itu artinya om itu orang baik!” kekehnya. “Putri sayangnya Mama. Dengerin Mama baik-baik ya Nak, Mama cuma mau kamu aman dan kenapa Mama nggak setuju kalau kamu deket-deket sama om-om itu karena hari ini dia udah buat Mama kesel! Dan dari cara dia memperlakukan Mama tadi itu sudah menunjukkan kalau dia itu bukan orang baik!” jelasnya kembali berusaha meyakinkan. Alis Putri bertaut, bib
*** Wanita 35 tahun itu berjalan dengan badan sedikit tegap dan pandangan lurus ke depan, sementara di sisi sebelah kanan Aleana tampak David yang setia menemani adik tak sedarahnya itu. “Semua urusan di kantor tadi aman kan, kak?” “Aman kamu tenang aja, ada aku di sini!” “Hah, untunglah! Maaf ya Lea nggak bisa balik lagi ke kantor tadi, soalnya acara sekolahnya Putri selesainya lama nggak seperti yang aku bayangin di awal,” keluhnya. “Kamu santai aja, aku masih bisa handle semuanya kok. Urusan seperti ini hanya masalah kecil buat aku!” tukasnya santai. Aleana tetap fokus dengan langkahnya namun matanya terpatri dengan layar gawainya, sembari tangan kanannya memegang minuman soda kaleng yang telah diteguknya setengah. KLENTENG! Gubrakkk! [wanita itu bertabrakan dengan seorang pria yang mengakibatkan minuman yang ada digenggamannya tumpah mengenai bajunya]. “Awww!” Baju Aleana basah terkena tumpahan minuman soda yang dibawanya. “Kalau jalan bisa pakai ma
“Awas ya kamu Lea! Jadi begini cara main kamu, kamu pikir aku takut dengan cara licik kamu ini! Tunggu pembalasan aku, bahkan kalau bisa kamu harus ngerasain rasa sakit lebih dari apa yang aku rasain sekarang!” ucapnya penuh amarah. Ia menarik jas berwarna hitam dan mengenakannya, lelaki itu bercermin untuk memastikan apa yang dikenakannya telah rapi. Ia telah nampak kemas dengan kemeja biru dan jas hitam serta sepatu hitam andalannya. “Kamu mau ke mana Alex?” tanya Kanjeng yang keheranan dengan penampilan putranya yang sudah rapi. “Alex mau ke luar sebentar, di rumah sumpek!” sindirnya pada Salsabila yang tengah duduk santai di sofa sembari menggeser-geser layar gawainya. “Palingan mau cari mangsa baru Ma atau nggak mau cari selingkuhannya si Zahra itu!” balasnya sinis. “Nih, ini nih yang bikin sumpek, ada mulut yang kurang di sekolahin kalau ngomong! Gini ni akibatnya dimanjain mulu, udah tua bukannya nyari pasangan! Jadi perawan tua juga lu!” Alex tak mau kalah. “S
TOK! TOK! TOK! “Iya sabar!” “Permisi!” “Duh, siapa sih? Nggak sabaran banget!” Salsabila ngedumel emosi. KREKKK! [pintu dibuka] “Mbak Lea! E … mbak ngapain ke sini?” tanyanya terheran. “Mbak mau nyari mas Alex, ada?” “Ada urusan apa ya?” “Kamu nggak perlu tau, mbak urusannya sama mas Alex bukan sama kamu!” ucapnya datar. “Ow nggak bisa dong mbak, aku kan adiknya mas Alex jadi aku berhak tau dong!” kekehnya. “Bila, udah ya! Mbak lagi nggak mau ribut sama kamu, mbak tanya sekali lagi mas Alex ada di rumah nggak?” Salsabila menarik napas dalam, “Hah, iya ada!” Aleana kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah neraka itu, pandangannya beredar memerhatikan suasana yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Kini tiap hirupan napasnya di rumah itu terasa sedikit lega tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan kesesakan. “Mas … Mas Alex! Ada yang nyariin tuh,” panggilnya. “Siapa?” “Turun aja kenapa, banyak nanyak!” Alex yang masih asyik menggosok-gosok
PYANG! [suara barang-barang pecah] “Alex! Apa-apaan kamu,” tegur Kanjeng, yang keheranan melihat anaknya membabi buta. “Mama nggak usah ikut campur!” teriaknya kesal. “Ini jadi urusan Mama karena kamu masih anak Mama! Kalau kamu marah dan kesal bicara, jangan main rusakin barang kayak gini!” protesnya mulai tersulut emosi. “Ini semua gara-gara anak Mama yang manja itu, coba aja dia nggak ngasi rencana konyol seperti itu pasti semuanya masih baik-baik saja dan Alex tidak akan menanggung malu seperti ini serta kehilangan segalanya,” keluhnya. “Maksud kamu Bila?” “Iya, siapa lagi kalau bukan dia! Asal Mama tau ya, harga diri Alex sudah jatuh sejatuh-jatuhnya di hadapan semua orang, karena Aleana dan asisten keparatnya si David itu! Itu semua nggak bakalan pernah terjadi kalau anak manja Mama itu nggak ngasi ide konyol murahan!” “Ehmm,” Salsabila berdeham. Ia rupanya sedari tadi sudah berada di balik pintu mendengar semuanya. “Ini ni biang keroknya! Kamu harus tanggung jawab Bila!”
DEG!!! Menghadapi sikap Putri Aleana tiba-tiba kikuk, pernyataan anaknya membuat dirinya kehabisan kata-kata. “A e … ngobrolnya nanti aja ya sayang, kamu kan mau ke sekolah nanti telat lo,” kilahnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. “Hmm, iya deh Ma.” Pertanyaan Putri yang menyinggung soal pasangan kepada dirinya membuat wanita 35 tahun itu gelagapan, pasalnya pertanyaan tersebut dilontarkan oleh anak usia 15 tahun dan itu anak kandungnya sendiri. Aleana hanya terkejut mendengarnya karena hal itu menjadi sebuah pembicaraan yang tabu ketika yang menyatakan bukan orang yang seharusnya. “Bi, semua persiapan sekolah Putri udah kan?” “Udah bu, semuanya sudah saya siapin.” “Oke, makasi ya bi.” Putri sudah kemas dengan pakaian sekolahnya dan siap untuk berangkat ke sekolah. “Ayo sayang. Bi Aya nitip rumah ya, saya sama Putri berangkat dulu.” “Iya bu, siap.” “Pamit dulu sayang sama bi Aya,” titahnya. Putri meraih tangan bi Aya untuk bersalama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments