LOGIN“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”
Aleana tertegun mendengar protes anaknya terhadap kelakuan Alex-suaminya, ucapan gadis itu begitu dewasa jika dibandingkan dengan usianya yang baru berusia lima belas tahun.
“Sutss, Putri sayang. Mama sama Papa baik-baik aja, apa yang Putri lihat belum tentu seperti apa yang kamu pikirkan Nak, lagi pula dia kan Papa kamu jadi Putri harus menghormati Papa dengan cara jangan membicarakan hal yang buruk tentang Papa ya Nak.” Aleana berusaha menasehati anaknya yang mulai berpikir macam-macam.
“Maaf Ma, Putri cuma nggak mau Mama dianggap kayak orang lain aja di rumah ini. Hmm, sisanya biar Putri yang beresin ya Ma, Mama mending makan dulu.”
“Eh, nggak usah. Putri istirahat aja kan kamu capek Nak habis les.”
“Mama juga lebih capek dari Putri, makan ya Ma!” Putri mendorong ibunya ke luar kamar niat untuk memaksa Aleana segera makan.
“Iya-iya Mama makan sekarang, makasi ya.” Mengelus kepala Putri.
Aleana menuruni anak tangga menuju ke dapur, sesampainya wanita itu di dapur ia mengelus dada melihat makanan di meja makan bersih tak tersisa sedikit pun, karena sudah tak sanggup lagi menahan lapar ia terpaksa memasak mie instan untuk mengganjal perutnya.
Putri menghampiri Aleana, “Ma, aku udah selesai beresin ya.”
“Iya sayang, makasi anak Mama paling baik.”
“Oh wait! Mama makan mie instan lagi?”
“E-e, Mama akhir-akhir ini emang lagi doyan makan mie,” kilahnya.
“Ma! Mama nggak bohong kan? Tapi Mama tadi udah makan yang lain kan?”
“Iya sayang.” Berbohong untuk yang kesekian kalinya.
“Oke. Oh iya Ma, malam ini Putri tidurnya agak malaman ya soalnya ada tugas tambahan, tapi nggak sampai larut kok soalnya kalau mau dikerjain besok takut nggak sempat, karena besok aku ada janji sama temen nyari buku ke luar sekalian jalan-jalan hehe, nggak papa kan Ma?”
“Iya nggak papa, tapi janji ya jangan sampai begadang larut malam nanti kamu susah lagi bangun paginya.”
“Oke, siap Ma. Makasi ya.”
Salsabila kemudian datang dengan tergesa-gesa, “Mbak! Mbak Leaaa.”
“Iya, kenapa Bila?”
Menyodorkan beberapa potong baju, “Nih! Setrikain ya, yang rapi! Soalnya besok aku mau pakek.”
“Kamu kan udah ngerti pakek setrika Bila, kenapa harus nyuruh Mbak sih?”
“Ah ribet! Ya udah disetrikain aja kenapa emang!”
“Kamu udah gede lo bukan anak-anak lagi, belajar dewasa dari sekarang.”
“Mbak nggak usah sok-sokan nasehatin aku ya! Kalau aku bilang setrika ya setrika, ngeyel banget sih. Udah ya, setrikain sekarang nggak pakek lama,” ucapnya dengan nada ketus.
Aleana lagi-lagi hanya bisa pasrah karena ia takut akan memunculkan keributan yang pada akhirnya ia juga yang akan disalahkan. Wanita itu segera membawa baju-baju Salsabila ke kamar untuk disetrika.
“Hah, Mas bisa nggak kamu nasehatin adik kamu?”
“Kenapa lagi sih?”
“Nih liat, aku disuruh nyetrika baju dia. Bila kan udah gede Mas udah bisa pakek barang elektronik, emangnya segala di rumah ini harus banget ya aku yang ngerjain? Nyetrika baju aja kan bisa dilakuin sendiri,” keluhnya.
“Kamu ini masalah setrika baju aja kamu permasalahin, ya apa salahnya sih orang minta tolong? Kamu nggak ikhlas ya nolongin saudara aku, itu kan ipar kamu juga gimana sih!”
“Bukannya nggak mau nolongin Mas, kamu juga ngertiin aku dong! Dari pagi sampai malam aku rasanya nggak berhenti-berhenti ya harus ngelayanin semua orang di rumah ini, bahkan buat istirahat sebentar aja rasanya aku sampai nggak bisa.”
“Mau sampai kapan kamu ngeluh kayak gini? Aku capek tau nggak dengernya!”
“Ngeluh kata kamu? Kamu sih nggak ada di posisi aku gimana rasanya capek ngerjain semua pekerjaan rumah seharian, belum lagi adik kamu dan Mama suka ngasi aku kerjaan tambahan kayak gini, bukannya aku nggak ikhlas Mas tapi aku juga manusia yang bisa ngerasain capek.”
“Ya terus kamu maunya gimana?”
“Aku cuma minta tolong ke kamu buat nasehatin ke mereka, kalau bisa urusan pribadi yang bisa dikerjain sendiri ya tolong dikerjain sendiri, karena aku juga capek udah ngurus rumah seharian dan satu lagi tolong nasehatin adik kamu itu jangan pernah lancang ngambil barang-barang pribadi aku!”
“Banyak banget maunya! Emang Bila ngambil apa sih?”
“Hari ini dia ngambil kalung Mas, mahar pernikahan kita karena alasan buat gantiin kalung dia yang hilang.”
“Oh kamu ngambil kalung dia?”
“Nggak mungkin lah Mas! Kamu kenapa malah nyalahin aku sih?”
“Ya kan nggak mungkin ada asap kalau nggak ada api! Siapa suruh kamu cari masalah.” Alex terus saja menyalahkan istrinya.
Perdebatan tersebut tanpa sengaja didengar oleh Putri yang kebetulan lewat di depan kamar mereka dan tak sengaja menguping. Putri yang meradang mendengar ibunya terus saja disalahkan itu lantas membuka pintu, tanpa berbicara sepatah kata pun gadis itu lantas mengambil semua baju milik Salsabila.
“Nak.” Aleana terkejut.
“Mau kamu apa kan baju tante Bila?”
Gadis itu lantas membawa baju tersebut ke kamar Salsabila.
“Nih baju Tante! Udah gede kan, punya tangan? Bisa nyetrika kan!”
“Nggak sopan kamu ya!”
“Tante tau sopan santun? Kirain nggak tau, terus ngapain masih nyuruh-nyuruh Mama aku! Mama aku bukan pembantunya Tante ya!”
“Nak udah, Nak!” Aleana khawatir perdebatan itu semakin parah.
“Mama diem aja! Aku aja yang anak Mama nggak pernah nyuruh-nyuruh Mama buat ngerjain urusan pribadi aku segala, nyuci dan nyetrika aku bisa, masak Tante yang udah segede ini nggak bisa ngapa-ngapain emang nggak malu sama aku?” Putri mulai tersulut emosi.
“CUKUP! Mbak bisa nggak nasehatin anaknya biar nggak kurang ajar gini!”
“Maafin Mbak Bila, sayang udah, Nak.”
“Gini ni kalau kamu nggak becus didik anak kamu!” imbuh Alex, memperkeruh suasana.
“Papa nggak usah nyalah-nyalahin Mama, Papa sama Tante sama aja nggak pernah peduli sama Mama aku!”
Putri mulai tak bisa mengontrol kata-kata yang ke luar dari mulutnya dan membuat suasana semakin memanas. Alex pun mulai meradang, pria arogan itu mengayunkan tangannya seraya menampar Putri.
“STOP!” Aleana menghalang Alex.
“Minggir kamu! Biar aku kasi pelajaran dia!” ucapnya emosi.
“Kamu kalau mau nyentuh anak aku lewati aku dulu! Berani kamu ngangkat tangan kamu ke anak kamu sendiri Mas!”
“Udah salah masih aja dibelain!” imbuh perempuan manja itu.
“Ma, udah Ma.”
“Minggir kamu!” Menarik lengan Aleana dan menghempaskan badan Aleana menjauhi Putri.
Putri menatap Alex dengan penuh emosi, “Apa? Kenapa? Papa mau tampar aku! Tampar aja! Tampar Pa aku nggak takut!”
Bersambung …
***[Halo, Putri!][Ini siapa?][Ini Papa Nak! Kamu apa kabar?][Kenapa nelpon-nelpon Putri lagi? Selama ini Papa ke mana saja?] tanyanya kesal.[Kamu kan tahu akses Papa ke kamu susah, jadi Papa susah juga hubungin kamu,] jelasnya.[Mau apa? Langsung to the point saja, Putri sibuk!] balasnya datar.[Kok Putri begitu sih ke Papa Nak? Papa kan selama ini sayang sama Putri terlebih lagi eyang,] jelasnya, Alex mencoba merayu Putri.[Hmpp, Papa sudah lupa ya sama perbuatan keluarga Papa ke aku dan Mama? Jangan tiba-tiba lupa ingatan begitu dong Pa! Emang selama ini aku nggak bisa nilai bagaimana cara keluarga Papa memperlakukan Mama seperti pembantu di rumah? Untung-untung masih aku anggep sebagai orang tua aku! Ngapain sih pakek cari-cari aku segala sekarang dari dulu ke mana saja?] Putri mengeluarkan unek-uneknya.[Putri-Putri, stsss! Kasi Papa ngasi kamu penjelasan dulu, Papa kayak begitu itu dulu dan sekarang Pa
***“Zahra! Kamu dari tadi diem di kamar aja, memang kamu nggak tau apa makanan sudah habis?”“Hubungannya sama saya apa?”“Kurang ajar kamu ya! Kamu tu memang nggak tau sama sekali tugas kamu di rumah ini sekarang apa ya?” tanyanya tegas.“Loh emangnya apa? Saya merasa nggak ada tugas apa pun yang harus saya kerjakan!” jawabnya santai.“Kayaknya Alex harus benar-benar ngasi tahu kamu, sebelum darah tinggi saya naik harus ngomong ini itu ke kamu!” jelasnya.“Mau ngasi tahu apa hah? Saya nikah dengan Alex ya dijadikan istri sama anak Mama, jangan harap saya mau dijadikan babu sama seperti Aleana sebelumnya!” tekannya.“Kamu!”“Apa? Mama mau marah? Jangan lupa ya anak kesayangan Mama itu lagi di bawah kendalinya siapa?” Ya kalau Mama mau anak Mama itu hancur lagi silahkan saja!” ancamnya.“Sialan, saya kira dia seperti Aleana yang bisa diatur seenaknya! Tahu begitu saya tidak akan pernah memberikan restu kepada Alex pada saat ia mendekati wanita licik ini!” celetuknya dalam hati.“Kenap
***“Gara-gara si Zahra jadi gua harus menyaksikan semua ini! Pasti Aleana sengaja ngajak Aji sialan itu untuk datang ke pernikahanku hanya untuk manes-manesin aku! Kok bisa sih wanita rendahan kayak dia bisa dapetin Aji, muak banget gua lihat wajah mereka yang puas setelah berhasil ngerendahin gua!” Tampaknya rencana kali ini benar-benar senjata makan tuan, pasalnya justru Alex yang lebih merasa terbakar perasaannya, Alex tak terima jika Aleana mendapatkan pasangan yang lebih tinggi derajatnya dari dirinya. Lelaki tak tahu diri itu merasa Aleana tak pantas mendapatkan Aji.“Mas!” pekik Zahra yang sudah sedari tadi berdiri di samping Alex.“Loh, kamu kok tiba-tiba di sini? Bikin kaget saja!” keluhnya.“Aku disuruh Papa buat nganterin bekel siang buat kamu!” ucapnya dengan terpaksa.“Tumben! Tapi ... kalau misalnya kamu ter
“Iya, ini semua tentang huru-hara yang telah terjadi karena itu, saya mohon maaf mungkin setelah berita itu tersebar anda pasti merasa sangat tidak nyaman,” jelasnya. Aji tampak merasa sangat bersalah karenanya.“Oh itu, jelas. Kebetulan juga saya ingin membicarakan hal ini pada anda, saya yakin anda pasti sudah tahu ini semua bakalan terjadi kan makanya anda ngebet ngajak saya menghadiri undangan Alex!” tuduhnya kesal.Aji diam sejenak, ia mendengarkan dengan saksama celotehan Aleana.“Sudah selesai?”“Hmpp!”“Saya ke sini untuk memperbaiki itu semua, bukan untuk membuatnya semakin parah. Aleana sekali lagi saya ingin tegaskan di sini, bahwa saya tidak pernah bermaksud sedikit pun untuk mengganggu kenyamanan anda, tetapi anda kan tahu sendiri kalau saya begitu terkenal jadi tak heran jika semua orang akan membicarakan perihal kejadian beberapa hari lalu,” jelasnya. Aji sedikit menyombongk
***“Kamu ni kalau ngomong emang nggak bisa disaring ya!”“Apa lagi Zahra?”“Gara-gara kamu ngomong keceplosan saat hari pernikahan kita jadinya orang-orang pada tau kamu mantan napi! Makanya kalau punya mulut itu dijaga, bikin malu aja!” keluhnya.“Lah, kamu kok jadi nyalahin aku sih! Kan kamu sendiri yang undang mereka ke pernikahan kita, emangnya aku salah apa? Coba aja kamu nggak ngundang mereka, pasti aku nggak bakalan kepancing emosi gitu!” belanya.“Kamu ni kalau dikasi tau emang suka ngeyel ya! Lagian aku cuma ngundang Aleana ya mana tau aku kalau dia pacarnya si Aji itu! Tapi toh kamu juga setuju kan, kok jadi ikut nyalahin aku juga sih!”“Ya intinya kalau kamu nggak ngundang dia, ini semua nggak bakalan pernah terjadi!” tegasnya. Alex pergi begitu saja.*“Eh-eh lihat deh itu pacarnya Aji kan?”“Eh iya, canti
Resepsi pernikahan besar-besaran digelar, tak tanggung-tanggung undangan pernikahan mencapai seribu orang. Zahra si wanita licik itu benar-benar memanfaatkan kekuasaan ayahnya.“Kira-kira Aleana punya nyali nggak ya datang ke pernikahan kita?” tanyanya pada Alex.“Apa? Aleana, kamu ngundang Aleana ke pernikahan kita?” tanya Alex meyakinkan terhadap apa yang barusan ia dengar.“Iya, emang kenapa? Kamu nggak setuju, telat Mas. Lagian pernikahan kita ini memang sengaja buat dia lihat hari kebahagiaan kita kan!” tegasnya.“Kali ini aku memang tidak turut campur tapi kalau dipikir-pikir setelah kejadian dia memenjarakan aku beberapa tahun silam rasanya undangan pernikahan ini akan menjadi hadiah yang menyenangkan untuknya hahaha,” ucapnya dalam hati. Alex merasa sangat puas.“Gimana ide aku?”“Aee, bagus! Lagi pula







