Share

5. Pertunjukan di Kolam Renang

Hari pertama Elena di mansion Leon. 

“Hei, bangun!” 

“Ibu ... Hentikan, aku masih mengantuk,” racau Elena sambil memeluk bantal yang dia pegang lebih erat. 

Semalam, Leon melepaskan ikatan yang menjerat tubuh Elena setelah gadis itu tidur. Untungnya, gadis itu tidak bangun. Tetapi Leon heran karena gadis itu sangat santai dan bisa tertidur dalam sekejap. 

Elena hanya takut di awal saja, setelah itu sikapnya jadi kurang ajar. Dia tidak peduli dengan semua siksaan yang diterimanya.

Elena perlakuan Leon dengan kalem. 

Sialan, dia meremehkannya! 

Leon pikir gadis ini masokis makanya dia tenang saja saat ditampar dan dipukul, tetapi tidak, dia meringis kesakitan saat Leon mencoba mematahkan lengan Elena dengan memutarnya wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan adanya ciri bergairah. Dia menunjukkan raut wajah tersiksanya, tak ada emosi aneh yang keluar dari wajahnya selain kesakitan. 

Itu menyebalkan! 

Dia ingin melihat Elena meraung dan memohon ampun padanya tetapi Elena tidak juga menunjukkan itu padanya. 

“Aku bukan ibumu jadi cepat bangun!” perintah Leon dingin. 

Elena tidak mengindahkan keberadaan Leon dan meneruskan tidurnya. Leon yang kesal menarik selimut Elena dengan paksa kemudian menyeretnya hingga terjatuh. 

“Ah, sial! Pantatku sakit, apa yang kau lakukan, Bu?” teriak Elena kesal. 

Mulut gadis itu seketika menutup begitu tahu siapa yang melakukannya. Si Pak Tua gila. Ah, dia lupa jika sekarang dia sedang diculik dan disekap di kamar ini. 

“Tuan, kau sudah gila? Kau seharusnya membangunkanku dengan lembut dan bukannya malah menyeretku seperti ini?!” ujarnya menggurui. 

Leon tidak memperdulikan ucapan Elena yang terdengar kurang ajar ditelinganya kemudian mengangkat paksa tubuh gadis itu dan membawanya keluar kamar seperti karung beras.

“Hei, Pak Tua! Kau mau bawa aku ke mana? Apa kau mau memukulku lagi, huh? Sudah kubilang aku tidak akan memohon padamu. Aku tidak sudi!” 

“Hei! Apa kau tidak mau menjawabku? Apa aku benar? Hah, kau ini sangat kuno. Kenapa aku diculik pria bodoh sepertimu?” 

“Aku tidak takut. Kau tidak bisa membuatku takut, kau dengar aku? Yakkkkk!” 

Elena berteriak memaki Leon sambil menepuk pantat Leon tetapi pria itu juga tak mau kalah. Dia membalas memukul pantat Elena hingga gadis itu meringis pedih. 

'Dia benar-benar Pak Tua sialan!' 

Elena membatin kesal. 

Para pelayan mengintip dari kejauhan untuk melihat apa yang akan Leon lakukan pada mainannya kali ini. Itu menjadi hiburan tersendiri yang kini banyak disukai, anggap saja mereka sudah ternoda kegilaan Leon.

Orang waras macam apa yang bisa bertahan di rumah ini? Tidak ada! 

Mereka semua gila dan diam saja menikmati alunan kesakitan yang terus terdengar setiap harinya tanpa ada niat untuk menolong. 

Mereka tidak sudi mempersembahkan nyawa mereka yang berharga untuk dikorbankan pada iblis kejam seperti Leon hanya untuk menyelamatkan orang asing. 

“Hoi orang gila, kau mau membawaku ke mana?” 

Leon tidak menjawab. Dia menyeret Elena ke tepi kolam kemudian mengikat kaki Elena dengan rantai yang juga terhubung dengan sebuah batu besar. 

Otak Elena bekerja dengan cepat. 

Oh sial, dia akan dibuang ke kolam renang. 

“Tidak, jangan!!” teriaknya panik. 

Leon menyeringai sementara Elena melotot karena tak sadar jika baru membeberkan kelemahannya. 

“Ah, jadi kau tidak bisa berenang....”

Leon kemudian melempar tubuh Elena ke dalam kolam renang dan menyaksikan gadis itu kelabakan berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. 

“Tolong ... bleblebeleb ... Tolong ... Hmhmmpp.”

Elena yang sekarang terlihat sangat lucu dimata Leon, dia berjuang dengan keras untuk keluar dari air padahal dia bilang untuk membunuhnya saja kemarin. Dia sangat yakin jika dia tidak takut mati tetapi apa yang dihadapannya justru sebaliknya. 

Dia sangat ingin hidup dan takut pada kematian. Hah, dasar! 

Dia tidak suka jika mainannya mengemis untuk mati, dia lebih suka mainannya meminta untuk dilepaskan, itu lebih menarik untuk dilihat karena mereka sangat menyedihkan.

Lolongan putus asa dan jeritan kesedihan yang mengudara adalah alunan melodi terindah untuk yang Leon sukai. 

Setelah beberapa saat, tubuh Elena mengambang di air tanpa pergerakan. Leon segera turun kemudian menarik Elena yang pingsan dari dalam kolam dan memberinya napas buatan. Tak lama kemudian Elena bangun dan terbatuk-batuk karena merasakan sesak di bagian dada.

“Oh, kupikir kau akan menyerah dan memilih mati. Ternyata kau berusaha untuk hidup, ya.” Leon mencibir Elena yang masih sibuk mengatur napasnya dengan meraup oksigen sebanyak-banyaknya setelah sesaat hilang dari paru-parunya. “Jalang menyedihkan!”

Elena mengangkat wajahnya dan menampar pipi Leon dengan sekuat tenaga. “Dasar gila!” makinya marah. “Kau benar-benar pria tua gila, sialan!” semburnya kasar. 

Leon balas menampar Elena hingga membuat kepala gadis itu tertoleh ke arah kiri. Lagi-lagi rasa panas dan sakit itu kembali dia rasakan. 

Leon kemudian menangkup pipi Elena dan mencium kening gadis itu dengan sangat lembut, hal menjijikkan yang membuat Elena semakin ingin membunuhnya. “Terima kasih untuk hiburan pagi yang menyenangkan, cantik,” ujar Leon sambil tersenyum tipis hingga membuatnya semakin terlihat tampan. 

Elena yang jijik meludah tepat di muka Leon. “Fuck you, jerk.” Elena memaki dengan serius. 

Leon menggeram pelan. Dia balas meludah pada Elena yang hanya ditanggapi gadis itu dengan wajah datar. Leon tak mau mengusap wajahnya dengan tangannya jadi dia langsung berbalik mengambil air kolam untuk membersihkan ludah Elena, gadis itu dengan cepat mendorong Leon hingga terjungkal ke dalam kolam. “Terima kasih juga untuk hiburan pagi yang menyenangkan, tampan,” ejek Elena mengulangi ucapan Leon beberapa saat yang lalu dengan nada sinis yang kental. 

Leon berenang ke pinggir kolam dan tertawa. Dia menatap tajam Elena yang sedang berusaha melepaskan diri dari tali rantai yang mengikatnya. Leon segera keluar dari air dan pergi ke dalam.

Pria itu menemui seorang perempuan tua yang sudah lama menjadi kepala pelayan di rumahnya. Dia mengambil handuk dari tangan perempuan itu dan mengusap wajahnya yang basah.

“Eise, urus dia dan pakaikan dress hitam yang ada di lemariku.” Leon mengembalikan handuk itu pada Eise, “Jika kalian sampai menambah luka ke tubuh gadis itu tanpa aku pinta, aku sendiri yang akan mencincang kalian. Perhatikan dia dengan baik!” sindirnya mengingatkan kelakuan para pelayan pada setiap mainannya. “Apa kau dengar yang kukatakan Eise?” ancamnya tajam. 

Para pelayan itu menunduk dengan takut. Ternyata kelakuan mereka diketahui oleh tuan mereka. Eise sendiri mendengus sembari menengok ke arah para bawahannya berada. 

“Baik, Tuan.” 

Mereka menjawab dengan sopan dan bersamaan. Tetapi, siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan? 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status