Share

6. Kesepakatan yang berubah

Provinsi Grosseto, Tuscany, Italia. 

Pertemuan dua kolega di sebuah rumah kecil namun nyaman yang terbuat dari kayu di daerah peternakan tampak sedikit berbeda dari biasanya.

Suasana yang seharusnya menenangkan karena embusan angin segar di sekitar yang di kelilingi pepohonan rindang dan tanah lapang yang luas berwarna hijau tak berlaku, sebab, ketegangan yang mengudara karena salah satu dari mereka mengubah perjanjian yang telah disepakati di pembicaraan pertama.

Bagi Leon, kesepakatan seperti itu tidaklah bermoral. Orang yang mudah ingkar janji berarti adalah orang yang bisa berkhianat kapan saja dan itu bukanlah orang yang menyenangkan untuk dihadapi. 

Leon, pria dengan jas hitam dipadukan kemeja putih bermerek terkenal dan dasi berwarna merah maroon ini tampak tampan. Celana hitam yang agak kecil membuatnya semakin menarik. Dia menyugar rambutnya ke belakang dan tersenyum sinis.

Sementara Johan, pria dengan jas putih dengan dibalut kemeja putih motif bunga. 

"Kau mengubah kesepakatan di menit terakhir. Itu bukan etiket yang baik saat berbisnis, Johan."

"Oh ayolah, Leon. Santai sedikit. Kenapa kau harus seserius ini? Itu bukan masalah besar, kesepakatan bisa berubah kapan saja bukan? Ini adalah bisnis," tutur Johan santai. 

Leon diam. Tatapannya tertuju lurus ke depan seorang pria paruh baya yang sedang meminum wine di tangannya.

Pria berkebangsaan Amerika yang merupakan rekan kerja keluarga Benigno. Dari gelagatnya, Leon paham jika Johan adalah orang sombong yang merasa bisa melakukan apa saja. Orang semacam Johan selalu berhasil menguras tenaganya dan membuatnya muak. 

"Hei, kubilang santai saja. Aku melakukannya karena melihat pasar tanah di daerah itu satu hari yang lalu baru saja berubah. Tentu saja aku harus bergerak cepat dan menambah kesepakatan yang dibutuhkan, jika tidak, akulah yang akan rugi." Johan menatap keluar jendela. "Lagipula ini hanya bertambah seribu dolar menjadi dua ribu dolar per-meter. Ini bukan harga yang besar untuk billionaire seperti kalian."

Billionaire? Bah, kata-kata bodoh macam apa itu? Leon menertawakan maksud Johan dalam hati. 

Johan seketika terkekeh pelan untuk menyembunyikan kegugupannya sendiri kala melihat wajah Leon yang berubah menyeramkan. "Oh iya, kudengar penjualan sabu kalian sangat lancar dan sukses besar. Bukankah itu berarti kalian memiliki banyak uang di kantong kalian," ujarnya pelan seolah berniat memuji namun dia salah langkah.

Dia malah terdengar seperti sedang  mengejeknya, sial! 

Leon mengepalkan tangannya. Dadanya sesak karena emosi. Kepalanya juga ikut berdenyut dan otot-otot di rahangnya mengetat.

Johan sedang memancingnya tetapi Leon berhasil menenangkan dirinya karena jika dia hilang kendali maka orang ini akan langsung mati. 

"Aku tidak bisa memberimu harga awal, Leon. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, ini adalah bisnisku dan aku harus merubahnya. Sebab, jika tidak kulakukan, maka aku akan rugi besar. Aku tidak boleh bermain-main dengan uang jutaan dolar seperti itu bukan?" papar Johan sambil tersenyum manis. 

Dante yang berada di sisi Leon melirik pada tuannya. Dia melihat iris Leon yang sedikit membesar menandakan jika pria itu mulai marah.

Leon benci orang yang ingkar janji dan suka merubah kesepakatan di saat kata 'deal' sudah terucap. Dia tidak suka orang yang tidak konsisten. Orang-orang seperti itu hanya buang-buang waktu dan tidak pantas ada di hadapannya.

Orang bodoh yang bahkan tidak bisa memutuskan apa yang dia mau dengan keyakinan penuh dan mengubah keputusan hanya karena sesuatu adalah orang yang tidak Leon sukai. 

"Johan, apa kau sedang bermain-main dengan kami?"

Leon mengambil rokok. Dia pun menyalakannya dan menyesapnya kemudian mengembuskan asapnya kuat-kuat hingga membumbung tinggi di udara. Rasa amarahnya sedikit berkurang. Kepalanya yang tadi berdenyut karena emosi pun mulai mereda. Dia sudah berhasil mengambil kontrol penuh akan dirinya.

"Kita sudah membuat kesepakatan itu dan kau menyetujuinya, bukankah aku juga sudah memberimu waktu dalam seminggu untuk mengubahnya? Tetapi kau tidak melakukannya. Namun, di saat kita akan menandatangani kontrak itu, lantas kau langsung mengubahnya? Itu adalah hal yang sangat kubenci, Johan." Leon menjabarkan semuanya dengan jelas.

Johan menghela napas dan tersenyum sok lugu. "Itu keputusanku, Leon. Jika kau tidak mau melakukannya maka aku bisa menjual tanah ini pada yang lain. Ada orang lain yang menungguku selain kau, Leon."

Leon tidak menyahut. Dia menatap Dante yang tampak mulai tak nyaman dan ingin mencegah Leon yang akan melakukan sesuatu.

"Dia bilang dia membutuhkan tanahnya. Dia tidak mengatakan bagaimana aku harus mendapatkan tanah itu bukan?" ujar Leon pada Dante yang tampak kaget karena sebenarnya dia tidak tahu apapun.

'Hah, sudah pasti dia melakukannya lagi.'

Dante mengeluh dalam hati. 

Leon selalu melakukannya. Terlebih Leon mengatakannya sembari membuat raut wajah mengingat-ingat kembali perintah yang diberikan bos besar padanya. Itu terasa lebih meyakinkan. 

"Aku butuh tanah di daerah peternakan terkenal di La Maremmana. Dapatkan itu dari Johan. Orang Amerika itu memiliki sekitar empat puluh lima persen dari luas tanah yang tidak dikuasai penduduk sekitar."

"Apa yang akan kau lakukan di sana, Sean?" 

"Aku akan membuat peternakan lalu memproduksi keju khusus di sana. Itu akan sangat menyenangkan, Leon."

Dan, ya. Mau tidak mau Leon harus mengikuti rencana gila Sean. Untuk apa dia repot-repot membuat produksi keju sendiri? Ah, pikiran Sean dan kegilaannya membuat kepala Leon sakit. 

"Leon," lirih Dante was-was. Mencegah amukan Leon jauh lebih sulit dari tugas apapun. 

Leon menyeringai tipis. Dia menjentikkan ujung rokoknya ke dalam asbak hingga bagian puntung yang terbakar dan menghitam jatuh. 

Tubuh Johan menegang. Dia melirik anak buahnya yang segera sadar jika sesuatu akan terjadi. 

Suara mesin yang menderu diluar mengejutkan Johan dan juga para penjaganya. Dia menoleh dan menganga syok melihat mesin excavator sedang menggali tanah dan membuat keributan besar. Johan menatap Leon dan mendelik.

"Kau! Apa yang sudah kau lakukan tanpa izinku, hah?!" teriak Johan murka. Dia melihat bagaimana mesin besar itu mengeruk tanah dan menghancurkan kebun semangka eksklusif siap panen miliknya. "APA KAU SADAR DENGAN YANG KAU LAKUKAN?" sembur Johan lagi. 

Melihat reaksi Leon yang biasa saja membuat emosi Johan semakin membumbung tinggi. Rahangnya mengetat dan pupil matanya sedikit membesar. Dia sangat marah. "Apa kau ingin mengajukan perang denganku?" tuding Johan garang. 

Leon mengetuk-etukkan jarinya di atas meja dan membuat raut wajah berpikir. "Perang?" beo Leon dengan suara pelan. "Orang mati tidak bisa melakukannya," imbuhnya dingin. 

Dia menendang Johan hingga tubuh pria itu terpelanting ke samping. Dante juga segera beraksi mengeluarkan pistol di sakunya.

Dor! 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status