Home / Romansa / Istri Liar Tawanan Sang Mafia / 7. Bunuh pria gila ini!

Share

7. Bunuh pria gila ini!

Author: MissAnn
last update Last Updated: 2022-08-02 19:48:19

Suara tembakan menggema kuat di ruangan itu. Peluru dari revolver yang tadi dilontarkan melaju mengenai tepat di ulu hati salah satu penjaga. Dia ambruk dengan mata melotot. Sementara yang lain segera mendekat, memberi perlindungan pada tuannya. 

"Kau gila, Leon!" sentak Dante sambil melempar pistol lain di sakunya pada pria itu. "Kau selalu saja seperti ini. Apa kau mau aku mati mendadak, hah?" 

Leon menerima pistol hasil lemparan Dante dan menatapnya datar. "Kau tidak akan mati semudah itu. Tekad bertahan hidupmu jauh lebih besar dariku," balas Leon santai. 

Mendengar jawaban dari Leon membuat Dante meradang.

Sialan! Pria ini sedang menghinanya. 

Keduanya lantas kembali fokus menembak musuh yang tersisa. 

Ada sekitar enam orang tersisa sekalian Johan. Salah satu dari mereka berhasil mendekat dan menghantamkan meja kecil pada Leon. Pria itu dengan gagah menangkis serangan darinya menggunakan kursi yang ada di sisinya. 

"Woah, kau nyaris mati!" celetuk Dante sambil melilit leher seorang pria dengan tangannya sendiri dari belakang.

Leon mendengus. Dia menunduk, menyikut dagu seseorang yang mencoba menyerangnya dari belakang. Pria itu berbalik dan menendang sang lawan hingga terjungkal. 

Leon dan Dante sibuk berkelahi dengan lawan masing-masing. Johan yang merasa memiliki kesempatan, berniat kabur. Dia merangkak keluar dari ruangan. 

Tetapi, nasib buruk sedang berpihak padanya. Sebuah peluru dengan kecepatan tinggi melesat dari samping, mengenai gendang telinganya, dan membuatnya ambruk. Darah segar mengalir keluar dan mengenang disekitar kepalanya. 

Dante melepaskan pukulan terakhir pada lawannya kemudian menembak jantung sang korban hingga tak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan di sana. Dia melirik Leon yang justru mengambil rokok dan kembali menyalakannya. Asap yang dikeluarkannya segera naik ke atas. 

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya Dante dengan tersenyum. 

"Bakar tubuhnya di rumahnya." 

Dante menahan napas. Ini bukan pertama kali dia mendengar hal mengerikan dari Leon, tapi, dia belum terbiasa. 

Pria ini memang sangat kejam. Leon menatap Dante dengan pandangan mengintimidasi saat asistennya tidak juga bekerja. "Apa kau ada masalah dengan itu, Dante?" tanya Leon dengan tilikan satiris yang kental. 

"Tidak."

Leon bangkit dan beranjak pergi melangkahi jasad Johan tanpa menoleh sedikit pun ke belakang. Dia meninggalkan tempat itu tanpa beban sementara Dante yang ditinggalkan tampak jengkel. 

"Uh, padahal hari ini aku ada kencan, tetapi sekarang harus kubatalkan karena sibuk membuat kebakaran besar di tengah kota. Hah ... Kenapa kau harus membuat masalah dengannya? Apa kau tidak tahu jika pria itu gila?" rutuknya pada mayat Johan yang tergeletak di dekat pintu. 

Sekarang Leon akan kembali, menemui kucing kecilnya dan bermain. 

Ah, dia sudah tak sabar. 

***

Pintu mansion dengan tinggi lima meter milik Leon terbuka sempurna. Eise, kepala pelayan itu menerima dengan kepala tertunduk hormat. "Selamat datang kembali di rumah, Tuan." Eise menyapa dengan sopan. 

Leon melonggarkan dasinya dan melirik Eise kemudian bertanya, "Apa sesuatu terjadi?"

Wajah tua Eise berubah pucat. Tubuhnya gemetar dan jemari tangannya terpaut erat. Dia ragu dan takut! Dia tidak tahu apakah dia harus mengatakan perihal jatuhnya Elena dari tangga atau tidak. 

Risiko pertama, dia akan dipecat dan diusir karena tidak melakukan tugasnya mengawasi Elena dengan baik. 

Walaupun dia diusir, Leon tidak akan membiarkannya begitu saja. 

Risiko kedua, dia dibunuh.

“Aku tidak suka mengulangi apa yang sudah kukatakan. Kau tahu itu, Eise.” 

Eise tersentak. Dia bersujud didepan Leon diikuti oleh para pelayan dibelakangnya. 

Wajah Leon berubah sedingin salju. Aura mencekam mengudara disekitarnya. Leon tidak suka kesalahan apapun terjadi di rumahnya! 

“Maafkan saya, Tuan. Saya memang pantas untuk mati,” ratap Eise dengan menyesal. Keringat dingin bercucuran di sekitar dahi dan lehernya. “Saya telah melakukan kesalahan fatal, Tuan. Saya mohon maaf.”

Leon melipat tangannya di dada dan menatap tajam perempuan itu. 

“Nona Elena jatuh dari tangga, Tuan. Dia mencoba melarikan diri dan kami mengejarnya. Kami tidak tahu jika dia akan mengalami kecelakaan,” lapor Eise perlahan. 

Leon menggeram pelan. “Sudah kukatakan, aku akan menghukum kalian jika membuatnya terluka!” desis pria itu dingin. 

“Hei, kau! Cepat ke mari!” panggil Leon pada seorang penjaga yang ada di sana. “Cambuk mereka semua dua puluh kali!” titahnya mutlak. 

Wajah para pelayan semakin putih tak terkecuali Eise. Jika mereka memohon maka Leon akan menambah hukumannya.

Seperti itulah Leon. 

Dia adalah pria berdarah dingin yang suka menyiksa orang lain. Entah apa tujuannya. Dia benar-benar suka melihat orang lain memohon ampun padanya walaupun mereka tetap berakhir mati. 

Leon pergi menuju kamar Elena dan melihat pergelangan kaki gadis itu diperban, begitu juga dengan lengan kanan, dan juga bagian kepala. 

Oh, sepertinya dia terluka parah. 

Wajah gadis itu sangat damai dan membuatnya geram. Bisa-bisanya dia tidur senyaman ini di tempatnya! Ini tidak bisa dia biarkan. “Gadis sialan! Beraninya kau tidur se-nyenyak itu di sini?!” rutuk pria itu sebal. Leon melirik luka Elena dan menyeringai. Pria itu bergerak memegang kaki Elena yang terbungkus perban dan menekannya cukup kuat. 

Dahi gadis itu berkerut dan bibirnya mengeluarkan ringisan kecil. Melihat Elena tak juga bangun, Leon menambah kekuatannya dan semakin menekan kaki Elena hingga gadis itu terbangun dan memekik, “AKH! SIAL! SAKIT SEKALI!” 

Elena mengedip-edipkan matanya dan mendelik melihat Leon berdiri didekat kakinya. Rasa perih menjalar menusuk tulangnya dan membuatnya merintih. “Kenapa kau melakukan itu, hah? Aku sedang sakit! Kakiku sangat sakit, berengsek!” sembur Elena murka. 

“Aku sengaja. Kau sangat cantik saat kesakitan,” ujar Leon sambil beralih mendekati Elena. 

Gadis itu bermaksud mundur namun rasa sakit di kakinya membuatnya terhenti dan meringis. “Apa maumu, hah? Kau mau membunuhku? Lakukan saja sekarang!” sentak Elena ketus. 

“Tidak, itu tidak akan menyenangkan.” Leon kembali menekan kaki Elena yang terluka. “Aku suka melihatmu menderita.”

“AKH, SIALAN KAU!” 

“PRIA TUA SIALAN! KAU MENYAKITIKU! HEI! ITU MENYAKITKAN! AKHHH!” 

Leon tertawa kesenangan sementara Elena berusaha keras menahan rasa sakit. Leon sinting dan sialnya dia tidak bisa menendang pria itu karena kakinya terluka. 

Wajah Elena memanas, dia ingin menangis keras dan meraung meratapi penderitaannya akibat siksaan Leon namun jika dia melakukannya maka Leon akan lebih bahagia. 

Dia tidak akan menyerah! 

Elena membekap mulutnya dan mencengkeram seprai kuat saat Leon terus saja menekan lukanya hampir lebih dari satu jam. Dia seperti bayi yang menemukan mainan menyenangkan. Sial, sampai kapan dia harus menderita seperti ini? 

Oh astaga, siapapun, bunuh pria gila di depannya ini! 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    19. Sesuatu yang terjadi di Pesta

    Pesta yang dia hadiri kali ini jauh berbeda dari kebanyakan pesta anak-anak muda yang dia datangi. Semua orang di tempat ini memakai pakaian formal dengan tema gelap dan tidak menonjol. Tidak ada satupun orang yang memakai aksesoris mencolok seperti berwarna pink atau kuning cerah. Nyaris semua memakai serba hitam dan merah maroon, atu ada juga biru gelap dan abu-abu.Elena tanpa sadar menaikkan sudut bibirnya sinis. Orang-orang ini sama sekali tidak ada yang menikmati pesta, begitu yang dia simpulkan.Mereka semua berbicara serius, dengan suasana yang menegangkan, dan tidak ada hiburan sama sekali.Musik pestanya pun terlalu pelan, hanya ada dansa-dansa kecil yang dilakukan di lantai dansa."Hoam ... Ini membosankan," komentar Elena di samping Leon.Ketiga pria yang sedang berbincang dengan Leon melirik Elena. Gadis itu tersenyum tipis dan mengangka

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    18. Persiapan Pesta

    Satu minggu.Kebebasan itu terasa sangat singkat dan juga cepat. Elena menikmati hidupnya di pedesaan yang terletak di pinggir Kota entah di mana ini.Saat ini dia tinggal di sebuah rumah kecil yang dihuni oleh sepasang suami istri. Begitu dia menyebutkan nama Leon, entah mengapa mereka sedikit takut padanya. Tapi, mereka tetap berbuat baik padanya. Elena tidak menyangka jika pamor Leon sampai di tempat terpencil ini. Tapi tentu saja bukan pamor yang baik. Dia tak lebih dari berandal sinting yang menyebalkan. Mungkin, itu yang akan orang-orang katakan jika mereka berani. "Kuharap dia cepat mati," bisik Elena sambil mengangkat segelas kopi susu hangat di tangannya. Tatapannya tertuju pada pemandangan sore hari yang indah. Waktu-waktu menyenangkan yang sudah lama tak dia nikmati karena penculikan sialan ini. "Sepertinya harapanmu tidak akan terwujud dalam waktu dekat."Elena tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja bersuara. Dia sangat mengenali nada rendah dan serak yang

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    17. Berhasil melarikan diri

    "Aku bukan Diana.""Apa? Apa yang kau katakan, sayang?""Aku bukan Diana!" ulang Elena sekali lagi dengan penuh penekanan."Tidak, tidak, itu tidak mungkin. Kau adalah Diana. Kekasihku, cintaku, dan calon ibu dari anak-anakku! Kau ... Kau milikku!" seru pria itu posesif.Elena menggeram pelan. Dia membiarkan Leon menggerayangi tubuhnya dengan bibirnya yang panas, kemudian melemas dan memeluknya dengan erat setelah beberapa saat.Ah, kesempatan. Gadis itu mendorong Leon kemudian menampar pipinya dengan kuat.Plak! Elena menampar pria itu hingga menjauh ke belakang."Hah ... Apa?" Dia kaget, tapi tidak sadar juga. Dia terlihat bodoh.Elena berhasil mengatasi rasa takutnya. Kebencian yang mendalam membuatnya berani untuk melawan. Pria ini. Orang sialan ini yang membawanya ke tempat ini. Dia menculiknya, menyiksanya, melecehkannya, dan membuatnya tak berdaya. "Sayang ... Diana. Kenapa kau ...."Leon sepertinya memang mabuk berat karena pria itu langsung ambruk begitu saja di lantai se

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    16. Pembunuh anak dan wanitaku!

    Karen Valentine Parvez. Seorang perempuan paruh baya yang memiliki tatanan terkuat di keluarga Parvez setelah ibu mertuanya meninggal. Dia mewarisi gelar sebagai menantu dan ibu terbaik di kalangan masyarakat kelas atas. Dia adalah sosok yang dipuja dan juga menjadi panutan.Sayangnya, hal itu jauh dari kebenaran yang ada. Dia tak lebih dari sekedar seorang perempuan tua yang gila harta dan juga kehormatan. Dia ingin semua orang memandangnya dengan hormat dan tidak berani meremehkannya.Seorang ibu yang kejam dan juga tega dengan darah dagingnya sendiri. Dia orang yang berhati dingin dan sanggup menghancurkan anaknya dengan membunuh orang yang dicintainya tepat dihadapannya."Kudengar anda memanggil saya." Leon yang baru saja tiba duduk di hadapan ibunya dengan tenang. Dia membuka dua kancing atasnya dan melampirkan jasnya. Duduk dengan menyandarkan punggungnya dan terlihat berusaha mencari tempat nyaman untuk menghilangkan rasa amarah yang sedari tadi membara semenjak menginjakkan ka

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    15. Jangan sentuh milik orang lain!

    "Kita cari jalan alternatif lain. Pasar Rusia harus kita tembus apapun yang terjadi." "Tapi, Tuan Dante. Kami memiliki masalah dengan perbatasan. Mereka sangat sulit diajak untuk berbicara.""Lakukan saja seperti apa yang kukatakan. Kenapa kau selalu saja berbicara omong kosong?! Jika mereka tidak mau bicara, kau culik dan bunuh saja serangga yang mengganggu, berengsek! Berhenti membuatku sakit kepala!" Dante berteriak marah. Dia melempar gelas yang dipegangnya ke lantai dengan emosi. "Sialan. Kenapa mereka semua bodoh sekali? Apa mereka hanya akan bekerja jika aku memukul dan menendang pantat mereka?""Terlebih lagi aku harus mengurus Leon yang temperamental! Sialan, aku benci pekerjaanku!"Dante mengambil rokok dari balik jas hitamnya dan mematiknya, meniup asap tipis hingga membumbung tebal di udara. "Kali ini dia mau berbuat apa?" Lirihnya sambil menatap keluar jendela dengan malas. "Aku sedang malas membersihkan kegilaannya malam ini."Sementara Leon yang dibicarakan sedang du

  • Istri Liar Tawanan Sang Mafia    14. Aku akan membunuhnya

    Terlalu banyak menangis membuat Elena kelelahan. Matanya terlihat sembab. Fisik dan mentalnya sangat letih juga berantakan membuatnya kehilangan kesadarannya dalam pelukan Leon.Elena sangat pulas, dia bahkan tidak terlihat terganggu ketika Leon dengan lembut mengusapkan air ke tubuhnya.Leon memandikan Elena! Wow, dia bahkan melakukannya dengan hati-hati!Luar biasa. Bagi laki-laki sehat seperti Leon, ini adalah tantangan terbesarnya. Tetapi, dia baik-baik saja dan tidak terlihat ingin menuntaskan imajinasi liarnya pada gadis itu. Bahkan, dia terlihat menikmati memandikan Elena yang seperti bayi besar.Tangan besar Leon menyusuri leher, tengkuk, hingga kemudian jatuh ke bagian dada Elena. Dia mengusapnya pelan dan membuat Elena melenguh pelan.Leon menatap Elena dengan sebal. "Jangan mengerang berengsek. Kau masih kotor!" desis Leon tidak suka.&

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status