Share

Istri Manis sang Pewaris
Istri Manis sang Pewaris
Penulis: Rosa Uchiyamana

1. Pernikahan Yang Tidak Bahagia

Prang!!!

Bunyi gelas yang terjatuh ke lantai membuat Jingga terkejut. Seketika itu juga Jingga mematikan kompor, lalu bergegas menyeret langkah kakinya yang terseok-seok menuju ruang tengah.

Jingga tertegun.

Ia melihat pecahan gelas berserakan di lantai. Putranya tengah memeluk salah satu kaki Davin dengan wajah ketakutan. Dan… suaminya—Davin William, yang tampak marah sambil mengepalkan kedua belah telapak tangannya, menatap Jingga dengan tatapan penuh kebencian.

Jingga menghampiri mereka dengan perasaan bingung. Dengan suara pelan ia bertanya, “Dave, apa yang terjadi?”

“Pa… pa. Pa… pa…,” celoteh anak berusia satu tahun itu sambil mengeratkan pelukannya pada kaki Davin.

Jingga kembali tertegun. Papa?

Oliver memanggil Davin dengan panggilan ‘papa’?

Hati Jingga seketika diliputi perasaan haru, karena untuk pertama kalinya ia mendengar Oliver berbicara setelah lama ia menantikannya.

Papa, kata pertama yang terucap dari mulut Oliver.

“Kamu dengar?” Suara dingin Davin membuat rasa haru Jingga seketika lenyap. “Anak haram ini memanggilku dengan panggilan sialan itu! Aku nggak sudi mendengarnya!”

Sekarang Jingga mengerti, pecahan gelas di lantai itu adalah akibat ulah Davin yang melemparkan gelas untuk melampiaskan amarahnya, tadi. Jingga bersyukur, setidaknya Oliver tidak menjadi sasaran gelas tersebut.

“Dave, Oliver masih anak-anak. Dia belum mengerti apa-apa. Dia--"  

Ucapan Jingga terhenti, ia kaget dan hatinya terasa perih saat melihat Davin menarik kakinya yang dipeluk Oliver ke belakang, hingga membuat Oliver jatuh terduduk ke lantai.

Ibu mana yang tak sakit hati melihat anaknya diperlakukan seperti itu?

Davin berjongkok di depan Oliver yang tampak ketakutan. Ia berdesis, “Jangan memanggilku papa lagi, Anak Kecil. Aku bukan ayahmu. Dan sampai dunia kiamat pun aku nggak akan pernah mau jadi ayahmu!”

“Davin!” seru Jingga dengan bibir bergetar, tangannya terkepal.

Davin mendongak, mengangkat satu sudut bibirnya seraya menatap Jingga dengan jijik seolah-olah yang ia tatap adalah sampah.

“Kenapa? Mau melawanku demi anak haram ini?”

Jingga membuka mulut hendak melawan Davin, tapi seluruh perbendaharaan katanya mendadak lenyap. Lidahnya kelu. Tak ada ekspresi apapun di wajah Jingga selain ekspresi datar, berbanding terbalik dengan hatinya yang hancur berkeping-keping, dadanya bergemuruh hebat.

“Oliver nggak punya dosa apa-apa, Dave,” gumam Jingga sambil merengkuh Oliver ke dalam dekapannya. Hanya itu yang terlontar dari mulut Jingga, sebab ia tidak memiliki hak untuk menuntut lebih dari Davin—pria yang telah menikahinya dua tahun lalu.

“Anak ini memang nggak punya dosa.” Davin berdiri dan masih menatap Jingga dengan tatapan merendahkan. “Tapi darah seorang pelacur mengalir di tubuhnya. Kalau kamu nggak suka dia diperlakukan seperti ini, serahkan saja anakmu pada ayahnya. Itupun kalau kamu tahu dia anak kandung dari pria yang mana,” cemooh Davin sambil mendengus.

Kepalan tangan Jingga semakin kuat. Detik itu juga Jingga pergi meninggalkan Davin dengan dada yang terasa nyeri. Ia masuk ke kamar dan duduk di tepian ranjang sambil memeluk Oliver.

Anak ini memang bukan anak kandung Davin.

Namun, bukan berarti Jingga adalah mantan wanita tuna susila yang menjajakkan dirinya kepada para pria hidung belang.

Dua tahun lalu, tepat di hari pernikahannya dengan Davin, Jingga sangat terpukul saat mengetahui dirinya tengah mengandung, tanpa tahu siapa lelaki yang telah menghamilinya.

Karena kehamilannya itulah, Davin semakin membenci Jingga. Davin selalu menganggap Jingga wanita murahan dan menjijikan seperti sampah yang tak pantas hidup di planet ini.

Padahal Jingga sendiri tidak tahu siapa ayah janin di perutnya. Tepat satu bulan sebelum pernikahannya, Jingga dijebak oleh seseorang. Dalam keadaan tidak sadar Jingga dirudapaksa seorang pria yang sampai saat ini tidak Jingga ingat siapa sosok pria itu.

Jingga baru sadar keesokan harinya, saat ia terbangun di kamar hotel dalam kondisi yang berantakan.

Jingga tak pernah menyangka, bahwa kejadian mengerikan malam itu membawa Jingga pada kehidupannya yang menyedihkan.

Meski begitu, Jingga tidak bisa membenci Oliver. Anak ini sama sekali tidak berdosa. Jingga memutuskan untuk membesarkannya, meski Davin sempat memaksa Jingga untuk menggugurkan kandungannya.

Gedoran dipintu membuyarkan lamunan Jingga. Ia mendudukan Oliver yang sudah lebih tenang di atas baby chair.

Kemudian Jingga membuka pintu kamarnya dan mendapati Davin sedang berdiri di hadapannya dengan ekspresi datar.

“Siapkan makan malam untukku.”

Jingga mengangguk. Dengan langkah tertatih-tatih ia menghampiri dapur dan menyiapkan makanan—yang sebelumnya sudah ia masak, di atas meja.

Jingga tidak pernah bisa melawan Davin, meski selama dua tahun pernikahan mereka Davin selalu memperlakukan Jingga dengan buruk.

Jingga tidak pandai berkomunikasi. Ia tidak bisa menunjukkan kemarahannya dan rasa sakit hatinya. Jingga selalu memendam perasaannya sendiri.

Davin duduk di kursi utama. Jingga duduk di sampingnya sambil memisahkan makanan ke piring Davin. Lalu pria berusia 29 tahun itu menyantap makanannya tanpa protes. Suasana di meja makan terasa hening, hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring.

Setelah berperang dengan pikirannya sendiri, Jingga memberanikan diri untuk bertanya, “Aku dengar… pengumuman pemilik New Pacific Group yang baru, akan dilakukan minggu depan?”

“Ya,” jawab Davin tanpa menatap Jingga.

‘New Pacific Group akan resmi menjadi milik Davin. Itu artinya pernikahan kita akan segera berakhir,’ batin Jingga sambil mengentikan kunyahannya.

Sesuai perjanjian di awal pernikahan mereka, bahwa pernikahan ini akan berakhir, setelah Davin mendapatkan hak warisnya berupa perusahaan besar, yang bernama New Pacific Group dari mendiang sang kakek.

Seharusnya Jingga merasa senang bisa terbebas dari pernikahan yang menyiksanya dan pergi sejauh-jauhnya dari Davin.

Namun, kenapa ia tidak merasa senang sedikit pun?

Apakah… ini karena rasa cinta yang sudah tertanam di hatinya untuk Davin?

“Lalu, mengenai perceraian kita….” Jingga menelan ludah sejenak. “Apa kamu sudah menghubungi pengacara?”

BRAK!!!

Jingga tersentak ketika Davin tiba-tiba membanting sendok dan garpu ke atas piring.

“Kamu ingin segera mendapat uang dua milyar dariku?” desis Davin dengan tatapan tajam, yang membuat Jingga seketika tertegun.

Tidak. Bukan itu maksud Jingga. Meski ia dijanjikan akan mendapat uang sejumlah 2 milyar setelah bercerai nanti, tapi Jingga sama sekali tidak memikirkan hal itu.

“A-aku… bukan begitu, tapi—”

“Baik,” sela Davin sembari berdiri, kursi yang ia duduki terdorong ke belakang. Kemudian ia mengeluarkan sebuah kartu hitam dari dompetnya, dan melemparkannya ke arah Jingga dengan tidak sopan. “Uang dua puluh milyarmu ada di sini.”

Jingga menatap kartu yang tergeletak di hadapannya itu tanpa ekspresi.

“Benar-benar wanita murahan dan mata duitan,” gumam Davin sambil mendengus kasar, lalu ia pergi meninggalkan Jingga dengan wajah penuh amarah.

‘Kenapa dia tiba-tiba marah?’ batin Jingga sambil mendongak menatap punggung Davin yang berjalan menuju kamarnya.

Davin selalu membenci Jingga dan membenci pernikahan mereka.

Jingga pikir, bukankah seharusnya Davin senang saat membahas perceraian? Tapi kenapa lelaki itu justru marah?

Tangisan kencang Oliver yang tiba-tiba terdengar, membuyarkan lamunan Jingga. Dengan cepat ia menyeret langkahnya menuju kamar.

Begitu membuka pintu, seketika Jingga terhenyak, wajahnya mendadak berubah pucat begitu melihat pemandangan di hadapannya.

“Oliver…!”

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Ririn Satkwantono
aq mmpir nih thor
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
jingga kmu jangan takut d ceraikan Davin .buat spa kmu takut akan perjanjian itu lebih baik kmu siap2 cari rmh yg bagus tuk kmu tinggalin dgn anak mu dn kmu cari kerjaan tuk kehidupan selanjut nya dr pada d siksa sama Davin terus
goodnovel comment avatar
Cicih Sophiana
rumah tangga macam apa itu? pernikahan hanya untuk mendapatkan warisan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status