Malam ini Frisca tidak mau tidur, ia duduk di teras depan rumah menunggu Daniel pulang. Saat suaminya bilang padanya kalau akan sampai di rumah beberapa jam lagi, di situlah Frisca tidak mau masuk ke dalam rumah dan sukses membuat Kakaknya uring-uringan. Dante sejak tadi memukul lengan, wajahnya yang digigit nyamuk. Herannya adiknya masih tetap santai saja duduk di kursi teras menutup tubuhnya dengan selimut. "Ayolah dek masuk ke dalam rumah, darahku habis lama-lama karena nyamuk!" pekik Dante dengan kesal menatap adiknya. Gelengan kepala diberikan oleh sang adik. Frisca menoleh menatap sang Kakak. "Dermawan sedikit kek sama sesama makhluk!" sentak Frisca pada sang Kakak. Kedua mata Dante melebar seketika. "Heh, kalau saja Mama yang tidak memerintahku, gue kunciin juga lo di luar!" pekik Dante mengarahkan kepalan tangannya pada Frisca. Gadis itu kembali cemberut, dan duduk diam di sana. Dante duduk di teras menyandarkan kepalanya di pilar seraya mengomel tak sudah-sudah. Di dal
Pagi ini Daniel dan Frisca sudah kembali ke rumah mereka. Frisca tidak semangat hari ini, permintaannya pada Daniel tidak dituruti entah apa alasannya Daniel tidak mau menerima permintaan Frisca untuk menghubungi keluarga Daniel atas kabar Kehamilan Frisca. Gadis itu duduk lesu di dalam kamarnya, ia memeluk bantal dengan kakinya yang membujur lurus di atas ranjang. "Kenapa diam saja?" tanya Daniel mendekati istrinya membawa mangkuk kecil berisi buah yang sudah dipotong dadu kecil-kecil. "Ini, aku bawakan buah apel dan pear. Tadi katanya mau makan buah." Kedua mata Frisca menatap isi mangkuk itu, namun ia tetap menggelengkan kepalanya. "Tidak mau," jawabnya mendorong pelan mangkuk kecil di hadapannya. "Tidak mau buah." Daniel mengembuskan napasnya pelan, ia mengusap pucuk kepala sang istri dan mengecup pipi gembilnya."Kenapa istriku rewel sekali? Apa ada yang lainnya kau inginkan, hem?" Daniel menarik selimut menutupi kaki istrinya. Frisca mengulurkan kedua tangannya dan meminta
Seperti janjinya kalau Daniel akan membawa Frisca ke klinik untuk mengecek dan selalu memantau kondisinya dan juga janinnya. Merek berdua kini berada di sebuah klinik khusus ibu hamil dan anak kecil milik salah satu teman Mamanya Frisca. Daniel mencarikan dokter terbaik dan benar-benar ia percaya untuk memantau kondisi Frisca. "Jadi bagaimana kondisi istri saya dan janinnya, Tan?" tanya Daniel pada dokter perempuan yang kini mendekatinya. "Tidak ada masalah, Niel. Semuanya sehat, mungkin kalau mual-mual, pusing, dan lemas di awal kehamilan itu sudah hal yang wajar, untuk yang lainnya pada Frisca tidak ada masalah," jelas dokter itu dengan begitu melegakan hati Daniel. "Syukurlah, aku bisa sedikit bernapas," ujar Frisca tiba-tiba. "Bernapas? Memangnya kenapa, Frisca?" tanya Dokter Sasha seraya tersenyum manis. Frisca cemberut. "Tante tidak tahu sih... Suamiku itu sangat Posesif, seram sekali pokoknya," jawab Frisca. Sementara Daniel yang mendengarnya pun hanya tersenyum. "Aku Po
Pagi ini Frisca bersiap pergi ke kampus. Suaminya masih tidur pun Frisca biarkan saja, tidak biasanya juga Daniel bangun lambat dari pada dirinya, atau mungkin Frisca saja yang kini menjadi sangat rajin. Gadis itu baru saja bersiap, ia menatap Daniel yang terlihat begitu lelah. Frisca pun mendekatinya dan mengusap kening Daniel dengan lembut. 'Dia pasti lelah, sudah mengurusku, mengurus kantor, belum lagi di kampus, dan banyak lagi. Kak Daniel sangat hebat, aku sebagai pendampingnya kenapa tidak bisa mengimbangi sifatnya yang sangat tangguh seperti ini,' batin Frisca sedikit kecewa pada dirinya sendiri. "Kak Daniel," panggil Frisca pelan, ia mengusap pipi Daniel dan mengecupnya. "Kak, bangun sebentar saja. Kak Daniel ke kampus atau tidak?" "Tidak Sayang, aku lelah sekali. Kau juga jangan ke kampus, ayo tidur saja," ajak Daniel malah menarik lengan Frisca ke dalam pelukannya. Kedua mata Frisca sontak melebar dengan tingkah Daniel yang kini malah berubah menjadi sangat manja padany
54. Frisca tidak berani keluar dari dalam kamar, ia tetap mengurung dirinya bahkan saat ia tahu Mama mertuanya di sana. Gadis itu kesal, pasalnya Silvia yang awalnya berkata langsung pulang ternyata wanita itu tiba-tiba memilih untuk. Mungkin dulu Friska sangat takut kepada Silvia, tapi tidak lagi dengan saat ini ia bahkan berani membantah dan melawannya. "Kak Daniel, kenapa Mama malah menginap di sini? Kalau dia menyakitiku bagaimana?" tanya Frisca seraya memeluk Daniel dari belakang, laki-laki itu diam berdiri menatap cermin di dalam kamar mandi. "Tidak akan Sayang, Mama tidak akan melakukan itu. Karena aku ada di rumah dan aku selalu menjagamu, maka kau akan aman bersamaku," jawab Daniel kini mencukur bulu di dagunya dengan sangat rapi. Frisca mana pernah percaya semudah itu dengan apa yang Daniel ucapkan. Ia dia memperhatikan wajah Daniel dari cermin, gadis itu tiba-tiba keluar dari dalam kamar mandi dan membanting pintunya dengan keras. Kali ini ia memang ingin membuktikan
"Halo Dante, apa kau hari ini sibuk? Kalau tidak aku titip Frisca padamu ya, tolong jemput dia dan ajak ke rumah Mama. Aku ada meeting mendadak hari ini." Daniel mengapit benda pipih berwarna hitam di pipi kiri dan telinganya. Laki-laki itu mondar-mandir menata sarapan untuk Frisca, padahal ia sudah siap dengan pakaian kerjanya. "Oke, sepuluh menit lagi aku sampai ke sana!" seru Dante di balik panggilan yang tengah berlangsung. Baiklah, thank you," ucap Daniel. Panggilan itu langsung terputus dan Daniel meletakkan ponselnya di atas meja makan. Laki-laki itu menoleh ke belakang dan ia melihat istrinya yang baru saja turun dari lantai dua, Frisca yang belum mandi dan masih memakai piyama merah mudanya. "Pagi," sapa gadis itu mendekati Daniel dan memeluknya dari belakang. "Mau ke mana kok sudah rapi aja?" "Hari ini aku ada meeting, aku akan berangkat pukul setengah tujuh. Sebentar lagi cantik akan menjemputmu, tapi kau harus sarapan dulu, Sayangku." Daniel mengecup singkat bibir Fr
Dari pagi Daniel pergi hingga kini sudah malam pun laki-laki itu belum pulang. Seperti biasa kalau Frisca menunggu suaminya di depan rumah sambil memeluk boneka Unicorn miliknya. Bahkan gadis itu sampai menangis sesenggukan karena ia mual saat makan, tidak bisa tidur, dan Frisca juga sangat benci saat melihat wajah Dante. "Sayang ayo masuk, ini sudah malam, nak," bujuk Tarisa pada putrinya. "Tidak mau! Frisca mau nunggu Kak Daniel!" seru gadis itu menyeka air matanya. Tarisa baru saja melangkah keluar, tanpa sengaja kakinya menginjak beling dan ternyata pecahan ponsel. Putrinya itu membanting ponselnya lagi dan lagi. Satu hal yang membuat Frisca teramat kesal pada Daniel, suaminya berpamitan kalau pergi meeting bersama dengan Papanya, namun ternyata tidak. Johan di rumah, hal ini yang membuat Frisca merasa dibohongi. "Frisca...." Suara Johan membuat tangisan gadis itu terhenti. Namun Frisca menundukkan kepalanya dan menggeleng. Laki-laki itu mendekatinya dan menutup punggung F
'Kak Daniel jahat banget sih, kenapa terus pura-pura kuat. Aku tahu kalau kamu pasti capek.' Frisca memaki dirinya sendiri yang kesal, Bisa-bisanya ia sangat manja dan seolah menyiksa suaminya meminta ini dan itu dan akan menangis kalau tidak dituruti, sedangkan Daniel selalu bersikap baik-baik saja dan selalu menurutinya. Gadis itu kini meringkuk di atas ranjang menatap wajah suaminya yang rengah tertidur dengan lelap. Sekedar menyentuh wajah Daniel seperti biasa membuat Frisca sedikit takut."Kak Daniel, maaf...." Frisca memejamkan kedua matanya dan tertunduk sebelum ia merasakan pinggangnya direngkuh hangat dan pekukan hangat. "Sayang," bisik Daniel mengecup pelipis Frisca. "Kenapa pagi-pagi sudah menangis terus, hem?" tanya Daniel terbangun. "Kak Daniel capek kan?" tanya Frisca mengusap rahang Daniel dan telapak tangannya berhenti di pelipis laki-laki itu. "Frisca tidak pernah dengar Kak Daniel ngeluh, kenapa? Kalau capek bilang aja, tidak papa kok." Daniel tersenyum tipis, s