"Lepaskan! Aku tak mau mandi denganmu!""Jangan bicara lagi."Adipati langsung melumat bibir Sarah. Awalnya Sarah memberontak sekuat tenaga. Namun ciuman hebat dari sang suami membuatnya kalah.Milik Adipati kini semakin mengeras. Sarah dapat merasakannya.Dengan tidak sabar, Adipati membuka semua kain yang melekat di tubuh Sarah dengan kasar.Mereka melakukannya penuh dengan hasrat yang menggelora pada setiap sentuhan dan gerakan ….****"Sarah, ambilkanlah makanan untuk suamimu lebih dulu."'Bukankah dia punya tangan? Mengapa harus aku yang mengambilkannya?'"Terima kasih." ucap Adipati seraya menyodorkan piringnya untuk diisi.Sarah mengambil sesendok nasi dan beberapa lauk pauk untuk sang suami.Mereka makan malam dengan tenang, tidak ada yang berbicara, karena mereka segan jika bukan Adipati yang memulainya.Sedangkan Sarah tampak biasa saja meskipun mereka tahu, Sarah masih tidak menyukai sang suami.Sial bagi Adipati. Hasratnya yang menggelora masih tersisa, ia begitu menikmati
"Aku tidak mau, ranjangku masih bagus."Adipati mengernyitkan dahi. Apa wanita itu tidak merasa sakit setiap bangun tidur? Sedangkan dirinya selalu merasa sakit dan tidak nyenyak karena kasur yang keras.Adipati tidak menghiraukan Sarah yang menolak permintaannya.Pria itu berkeliling mencari barang yang dia inginkan. Ia terlihat sedang melihat dan mempertimbangan mana ranjanh yang akan dia ambil."Aku beli yang ini," Adipati menunjuk kasur dengan ukuran king untuk mengganti kasur keras di kamar Sarah.Adipati ingin merasa nyaman saat ia menginap dirumah Sarah. Selain itu, ia memutuskan untuk membeli sofa, lemari es, lemari pakaian dan banyak perabotan rumah lainnya."Paman, kau tidak perlu membeli semua itu.""Aku membeli dengan uangku, mengapa kau melarangku?"Sarah meneguk salivanya, memang benar perkataan pria itu. Namun, untuk apa membeli semua itu, jika dia saja tidak tinggal di rumahnya.Akhirnya Sarah membiarkan suaminya melakukan semaunya. Lagi pula ia tak dirugikan apapun."
"Dasar orang tua mesum!" Sarah mendengus kesal. Menatap Adipati dengan mata menyalang.Adipati menyeringai. "Aku tahu, kau juga menikmatinya, bukan?"Sarah memalingkan muka, tidak menjawab pertanyaan Adipati. Ia mulai kesal dengan dirinya sendiri, ia memang ikut menikmati, namun ia tentu tak sudi mengakuinya. Baginya melakukan itu hanyalah kewajibannya. Namun ia tetap mengukuhkan cinta di hatinya untuk Arjuna tercintanya."Apa kita akan melakukannya lagi di kamar mandi?"Sarah tidak menjawab. Adipati yang merasa gemas dengan wanita susah diatur itu lantas menggigit dagu Sarah, bercanda.Seketika Sarah melemparkan lirikan mautnya pada Adipati. Ia tak suka pria itu terus menggodanya.Adipati menyeringai sombong."Pakailah baju dinasmu yang sudah kubelikan. Jangan melawan perintah suamimu."Sarah lantas pergi meninggalkan Adipati. Jantungnya berdegup sangat cepat. Pria tua itu sangat membuatnya
"Anna, aku akan segera pulang. Tunggulah dirumah orang tuamu, aku akan langsung menjemputmu kesana.""Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Aku juga membawa mobil sendiri."Adipati mengalah tidak ingin berdebat. Ia sangat paham dengan sifat keras kepala sang istri. "Tuut." Anna mematikan panggilan teleponnya sepihak. Jika Anna berkata tidak, maka sebaiknya tidak usah repot-repot melakukannya. Atau itu akan menjadi sia-sia dan berbuntut perkelahian panjang."Ekhem. Apa kau akan terus melamun dengan tubuh polosmu itu, Paman?" suara Sarah membuyarkan lamunan.Sarah meneguk salivanya saat melihat sang suami yang belum juga mengenakan pakaian. Terlihat jelas aset milik suaminya yang masih terlihat mengeras, menyambut pagi."Aku sebenarnya lebih suka seperti ini saat bersamamu, tapi aku takut kau akan semakin menginginkanku. Jadi aku akan mandi sekarang."Adipati beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Ia menyeringai, meledek Sarah."Huh, apa Paman bilang? Aku menginginkannya? Itu tidak m
Setibanya di rumah sang mertua, Adipati mengedarkan pandangan ke seluruh sudut garasi. Namun ia tak menemukan mobil istrinya yang terparkir di sana."Kemana dia?" batin Adipati.Adipati beranjak masuk ke dalam rumah sang mertua. Saat membuka pintu, tampak kedua mertuanya sedang duduk di sofa ruang tamu."Selamat malam. Ayah, Ibu." sapanya pada mereka.Mereka tampak terkejut atas kedatangan sang menantu. "Kenapa kau tiba-tiba datang tanpa memberitahu kami? Jika kami tahu kau akan datang, kami pasti menyiapkan hidangan istimewa untukmu.""Aku tidak ingin merepotkan kalian. Aku hanya ingin menjemput istriku. Tapi, kenapa aku tidak melihat mobilnya di garasi?"Andre-sang ayah mertua langsung berdiri, "Anna ada di kamarnya. Tadi dia sempat pergi bersama temannya. Lalu, mobilnya mogok dan perlu di service. Tenang saja, Ayah sudah menyuruh orang untuk mengurusnya.""Begitu rupanya. Terima kasih, Ayah. Seharusnya akulah yang melakukannya."Andre melempar senyum. "Tidak usah dipikirkan. Aku jug
"Anna, Ibu akan masuk." Gresta membuka pintu kamar sang anak. Terlihat Anna masih berdiri mematung di dekat jendela. Ia hanya menoleh ke belakang, menatap sang ibu sebentar lalu kembali menatap luar jendela. Anna sama sekali tidak mengatakan apapun pada Gresta. Perlahan Gresta menghampirinya. "Sayang, kenapa kau sangat keras kepala? Kasihan Adipati. Dia tampak sangat sedih dan putus asa."Anna menghela nafasnya. "Mengapa ibu kasihan padanya, dan tidak kasihan padaku, putri ibu sendiri?"Gresta tersenyum. Ia tahu putrinya sedang butuh dibujuk dan dirayu terus menerus. Itulah wanita, ia mungkin telah memaafkan, namun ia hanya ingin dibujuk agar merasa benar-benar dicintai."Tentu saja saat ini Ibu juga marah pada suamimu. Tapi, wanita berkelas di level kita tidak akan meributkan hal kecil yang tidak bermanfaat, bukan?"Kedua mata mereka saling menatap. Merasa perkataan ibunya ada benarnya. "Kau itu wanita sempurna, Anna. Banyak pria kaya lainnya yang lebih dari Adipati ingin meminang
"Apa yang bisa kau berikan pada perusahaan?" tanya Adipati mendadak.Perekrutan karyawan Dharmawangsa group sebenarnya sangat ketat. Namun untuk posisi urgent yang telah kosong itu, Adipati tak dapat ikut serta dalam proses perekrutan, karena urusan pribadinya. Ia menyerahkan urusan itu sepenuhnya pada divisi HR dan sekretarisnya."Saya akan memberikan kontribusi yang terbaik dengan skill dan energi yang saya miliki untuk Anda dan Dharmawangsa group."Adipati tampak tersenyum. Itu adalah jawaban yang biasa baginya. Banyak bawahannya yang sering berusaha menjilatnya dengan kalimat manis tersebut. Namun ia percaya, ada sesuatu dalam diri Arjuna yang menarik perhatiannya."Clara, keluarlah. Aku ingin berbicara empat mata dengannya."Clara sang sekretaris menatap Arjuna sejenak, lalu kembali menatap sang CEO lantas berpamit keluar ruangan."Duduklah," perintah Adipati mempersilahkan."Terima kasih, Tuan."Segera, Ar
Mereka sedang duduk berdua di sebuah bukit, melihat hamparan rumput hijau dari sana."Sarah, kau tahu? aku punya sebuah mimpi. Aku ingin hidup bersama seseorang yang aku cintai. Memiliki dua orang anak, dan hidup dengan damai hingga akhir hayatku." ujarnya tiba-tiba. Membuat sarah tersenyum, merona. "Kalau kau, apa mimpimu?" tanya Arjuna penasaran."Mimpiku?" Beo Sarah. "Aku ingin tinggal di kota yang indah. Semuanya serba ada di sekitarku. Tidak ada huru hara. Hanya ada kenyamanan di sana. Semua yang tinggal di sana sejahtera dan bahagia dengan hidupnya.""Apakah itu kota impianmu yang ingin kau tinggali bersama seseorang?"Sarah mengangguk, "Ya, itulah kota impianku. Maukah kau tinggal disana bersamaku?" tanya Sarah polos, membuat Arjuna yang masih berusia tujuh belas tahun saat itu, tergugup.Drrrt!Getar ponsel Arjuna mengejutkannya. "Arjuna, Tuan Adipati ingin bertemu denganmu nanti sore. Apa kau sudah ada bahan un