Uhukkkk bagi gemnya ya geng adapun outline kisah ini masih lumayan karena GN suka novel panjang jadi aku harap kalian masih mau mengikuti bisa pakai koin misi atau iklan ya geng kalau keberatan top up makasih
Tatapan mata Jiwa tak sedetikpun terlepas dari sosok Ayuda yang masih berdiri di ambang pintu. Wanita yang dengan tega meninggalkannya itu terlihat jelas tak ingin memandang ke arahnya. Ayuda seolah menghindari kontak mata dengan Jiwa, dan bergegas menuju bagian depan ruangan untuk memulai presentasi.Semua orang yang hadir di rapat itu pun menyimak dengan seksama, setiap penjelasan Ayuda yang dirasa sangat cerdas membuat mereka menganggukkan kepala. Ramahadi bahkan tersenyum senang dengan kepercayaan diri sang menantu, begitu juga Raga yang sibuk menyembunyikan tawa bahagianya. Pria itu berpikir selama ini pasti papanya lah yang membantu Ayuda bersembunyi.Raga melirik Jiwa, kakaknya itu terus memandangi Ayuda dengan ekspresi datar. Hingga dengan jelas dia memergoki pandangan dua orang itu bersirobok. Raga tersenyum miring bersamaan dengan Ayuda menutup presentasinya.Wanita itu menunduk mengucapkan terima kasih ke semua orang. Hal yang membuat Jiwa tercengang karena Ayuda sama sekal
Pertemuan antara dua orang yang saling merindu seharusnya penuh romansa. Pelukan, sapaan hangat yang keluar dari lisan, atau sekadar tatapan penuh kasih yang bisa mengungkapkan segala hasrat yang tertahan di dada.Namun, semua itu hanya angan semu yang tidak mungkin bisa Ayuda dapatkan. Jiwa, pria itu malah melempar tatapan dingin penuh kebencian kepadanya.âDia memang pantas melakukan itu, dan aku juga pantas mendapatkannyaâAyuda bergelut dengan pikirannya sepanjang perjalanan pulang. Ari yang tahu sesuatu yang kurang mengenakan pasti telah terjadi memilih menutup mulut. Hingga Ayuda tersadar dari lamunan dan mengingat putrinya.âApa bisa cepat sedikit, aku takut Nala masih saja rewel.âAyuda panik bahkan menggigit kuku ibu jarinya. Ia juga harus menahan rasa nyeri di bagian payudara karena seharusnya Nala sudah mendapatkan ASI lagi.__Setelah tak bisa mengejar Ayuda, Jiwa memutuskan menuju ruang kerja Ramahadi. Sambil melonggarkan simpul dasi di leher, Jiwa memikirkan pertanyaan
Ayuda berbaring dan memandangi Nala sesampainya di rumah. Ia bersyukur karena sang putri bisa tidur meski tadi sempat rewel. Merasa Nala bisa untuk ditinggalkan, Ayuda bergegas mengganti baju, dia mengambil pompa ASI untuk meringankan rasa penuh di payudaranya.Ayuda mencoba menyamankan dirinya dengan duduk di sofa, dia memakai pompa model handsfree sehingga tangannya masih bisa mengerjakan hal yang lain.Ayuda membuka ponsel, ada sebuah berita yang mungkin akan mengejutkan dia di sosial media. Namun, suara lembut bik Nini lebih dulu mengalihkan pandangannya.âNon, Apa Nona mau dibuatin sayur daun katuk lagi?âAyuda menoleh lantas mengangguk, tentu saja dia tidak akan menolak masakan berbahan daun yang dipercaya memilik khasiat untuk memperbanyak dan memperlancar ASI itu. Ia butuh stok ASIP di freezer, karena dia harus berjaga-jaga. Mungkin saja sebentar lagi harus meninggalkan Nala bekerja.âApa Nona tadi bertemu dengan Tuan muda Jiwa?â Tanya bik Nini penuh kehati-hatian. Ia tidak in
Ayuda memberikan Nala ke gendongan Jiwa, meski dengan sedikit rasa takut dan tangan gemetar pria itu akhirnya bisa menggendong putri kandungnya. Nala bahkan nampak tenang dan hanya menggeliat kecil. Ayuda sendiri tak kuasa menahan haru, apalagi dia melihat Jiwa meneteskan air mata, pria itu mengangkat sedikit pundak kanannya untuk mengusap air mata itu.âKamu beri nama siapa dia?ââSurinala Flair Zivanya, panggilannya Nala.ââNama yang cantik,â puji Jiwa setelahnya menempelkan hidung ke pipi Nala.Ayuda sendiri memilih keluar, dia bingung bagaimana menghadapi situasi yang sedikit canggung ini, dan sekaligus ingin memberikan kesempatan Jiwa untuk bisa berduaan dengan sang putri. Dia memilih menyiapkan makan malam, meskipun sesekali menoleh ke belakang karena terlalu penasaran apa yang Jiwa lakukan di kamar.âBi, bisa tidak periksa mereka sedang apa di dalam!âBukannya langsung menuruti perintah sang Nona, bi Nini malah menggoda. Wanita itu meminta Ayuda mengecek sendiri, siapa tahu Jiw
âRindu? Tidak!âAyuda menjawab diikuti gelengan kepala. Ia duduk di kursinya dengan sikap cuek, meski begitu tetap menyodorkan sayur dan lauk ke Jiwa.âAku tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal lain kecuali Nala. Kamu pasti tahu, ada orang yang tidak menginginkan anak itu lahir.â Ayuda berbicara tanpa menatap wajah Jiwa, dia fokus dengan sayur dan lauk di piring dan mulai menyantapnya.âBegitukah? Jadi hanya aku sendiri yang menyimpan perasaan ini.âJiwa mengangguk sambil melihat ke piring. Hatinya patah mendengar ucapan Ayuda.âAku pikir kamu benar-benar mencintaiku, tapi ternyata semua itu palsu.âAyuda diam, dia hanya mengerjab lantas memasukkan nasi ke dalam mulut. Wanita itu tak ingin membahas masalah hati dengan Jiwa, meski sebenarnya dia ingin berteriak kegirangan mendapati kenyataan Jiwa masih menyimpan perasaan untuknya.âKita belum bercerai Ayuda, aku juga tidak akan menceraikanmu. Aku akan mengurus kartu keluarga kita.â Cara bicara Jiwa terdengar tegas dan diktator. Ia
âTapi Aldi masih menjaganya âkan?â âAku tidak tahu, aku tidak memikirkan orang lain karena aku sendiri sakit saat kamu pergi begitu saja.â âWangi akan menikah tahun depan, apa kamu sudah tahu?â Ayuda bertanya ke Jiwa. Ia sejatinya penasaran, benarkah Jiwa sudah melupakan sosok wanita yang sejak remaja dipujanya itu. âDengan pria pengusaha itu, bukan? aku sejak awal sudah tahu hubungan mereka, jadi wajar jika dia akan cepat menikah.â Jiwa semakin mendekat dan memeluk Ayuda. Ia benar-benar merasa seperti mimpi bisa memeluk wanita yang sangat dicintaiya lagi. âAku harus menyusui Nala, dia harus minum ASI dua jam sekali.â Ayuda berusaha mengurai pelukan, dia pikir akan susah lepas dari bayi besarnya, tapi ternyata tidak. Jiwa sepertinya mengalah jika itu tentang sang putri. âKamu tidurlah! atau mau pulang?â tanya Ayuda sambil bangkit lalu duduk di sisi ranjang sebelah Nala. Dia angkat tubuh putrinya itu pelan-pelan dan Nala pun menggeliat. âApa kamu mengusirku? Aku mau di sini sampai
Ayuda merasa bersalah. Jiwa ternyata pulang dan bik Nini bahkan sudah memandikan Nala. Wanita itu mengambil alih putrinya dari gendongan bik Nini lalu memberinya ASI seperti biasa. Sesekali Ayuda melirik sang pembantu, dia malu memikirkan apa yang mungkin bik Nini kira.âKapan Jiwa pergi, Bi?âAyuda berbasa-basi, dia sedikit mengubah posisi Nala sambil harap-harap cemas menunggu bik Nini menjawab pertanyaannya.âJam enam tadi, tuan muda bilang Nona tidur sangat nyeyak, jadi dia tidak tega untuk membangunkan.ââMaaf ya, Bi! Semalam berapa kali Nala bangun?ââNon Nala cuma bangun pas saya beri ASIP, selebihnya dia tidur nyeyak. Sepertinya dia juga tahu kalau papa dan mamanya sedang butuh waktu berduaan setelah sekian lama.âAyuda mengulum bibir, bik Nini pasti tahu kalau dia dan Jiwa hanya tidur bersama dan tak melakukan apa-apa.Seusai memberi ASI Nala, Ayuda berniat pergi membersihkan diri. Namun, baru saja mengambil handuk, suara Jiwa kembali terdengar menyapa bik Nini. Ayuda dengan
âAku tidak jadi berangkat kerja.ââHei, kenapa?âJiwa meletakkan jasnya ke sandaran kursi meja rias Ayuda, dia mendekat dan merebahkan diri di samping wanita itu yang sedang memberi ASI Nala.âMau di sini saja melihatmu dan Nala.ââKamu pikir kami tontonan?âAyuda menggeleng tak percaya. Ia tutup bajunya setelah Nala kenyang. Dengan cekatan mengambil burb cloth dan meletakkannya di pundak. Ia tegakkan tubuh Nala dan menepuk punggungnya lembut.âKamu apakan dia, Ayuda?â tanya Jiwa yang heran, dia bingung kenapa punggung putrinya ditepuk-tepuk setelah diberi ASI.âIni namanya disendawakan agar dia lega.âBahu Jiwa mengedik, dia heran sejak kapan Ayuda tahu banyak hal tentang cara mengasuh bayi. Jiwa keponya pun meronta, mungkinkah selama melarikan diri darinya Ayuda belajar banyak hal?âKamu sangat berbeda jauh, bukan seperti Ayudaku yang dulu, tapi aku tetap sangat mencintaimu.ââGombal!â sergah Ayuda. Ia tersenyum miring mencibir lalu membaringkan Nala. âSudah sana berangkat kerja, ka
Pelukan, kasih sayang dan senyuman tulus kini bisa Jiwa rasakan setiap hari. Hidupnya sudah lengkap dengan kehadiran istri yang sangat dia cintai, juga putri cantik yang semakin hari semakin pintar. Jiwa berdiri sambil memegang cangkir kopi di tangan, dia memandang ke arah Nala yang sudah mulai belajar berjalan bersama bik Nini. Sementara itu, Ayuda bertelanjang kaki menemani dengan perut yang nampak membuncit. Nala, dia pasti terlihat seperti saudara kembar dengan adiknya nanti. âNala pintarnya!â puji Ayuda, putrinya itu tertawa dan memeluk kakinya. Dia sedikit kesusahan untuk mengusap punggung sang putri karena terganjal perutnya yang sudah besar. Dengan bantuan bik Nini, Ayuda akhirnya bisa menggendong Nala. Namun, tak diduga Jiwa langsung berlari dan meminta Ayuda untuk tidak melakukan itu. âSayang, kasihan adik Nala nanti,âucap Jiwa. Bik Nini yang melihat tuannya sangat posesif pun tersenyum. Ia bahkan dibuat malu sendiri dengan tingkah Jiwa yang over protective. âDari pada
Aura pengantin baru terpancar jelas dari wajah Dira. Kembaran Ayuda itu nampak sedang duduk bersama mertua dan saudara-saudara Aldi di teras sambil bercanda. Ibunda Aldi menceritakan bagaimana masa kecil pria itu, sampai aibnya yang masih suka minum susu menggunakan dot meski sudah kelas 5 SD.âBesok kalau kamu hamil banyak-banyak sugesti calon bayimu, jangan sampai kayak bapaknya.âDira tertawa, dia tak sadar Aldi sedang memandanginya. Pria yang sudah resmi mempersuntingnya itu sibuk membantu merapikan kursi yang dipinjam dari RT untuk acara pengajian.âLha âĶ gimana nggak kayak bapaknya, Bu? Kalau aku hamil âkan memang anak mas Aldi, kalau nggak mirip nanti bisa-bisa malah menimbulkan fitnah,âkata Dira.âMaksudnya sifatnya yang jelek-jelek itu lho, Ra!ââMas Aldi nggak punya sifat jelek, Bu. Mas Aldi itu sempurna buatku.âAldi yang mendengar pujian sang istri seketika malu. Pipinya bahkan merona merah sedangkan Dira terlihat sangat santai meski orang-orang bersorak menggoda.âYa begi
Pernikahan adalah impian setiap wanita, apalagi menikah dengan pria yang sangat dicintai. Begitu juga dengan Sienna, dia tidak pernah menyangka hatinya akan tertambat pada pria casanova seperti Raga. Meski tahu bagaimana sepak terjang pria itu, tapi Sienna yakin, suaminya itu kini sudah berubah. Ibarat panci bertemu tutupnya, mereka saling melengkapi. Membangun pernikahan yang sebenarnya mereka sendiri masih belum begitu yakin.Namun, Raga dan Sienna yakin mimpi-mimpi dan rencana akan mereka temukan seiring berjalannya waktu. Seperti saat ini. Mereka harus menunda bulan madu karena Sienna harus menghadapi ujian semester."Boleh aku bicara serius?" tanya Raga saat mereka berada di dalam salah satu kamar villa milik Ramahadi.Raga teringat akan Ayuda yang mual-mual tadi, setelah ditanya kakak iparnya itu menjawab dia memang belum datang bulan sejak melahirkan Nala. Kata Linda, kemungkinan besar Ayuda pasti hamil lagi."Bicara serius? Apa?"Sienna yang memakai paha Raga sebagai bantalan
Tiga bulan kemudianHari yang membahagiakan untuk semua orang akhirnya tiba. Ramahadi mengajak seluruh keluarganya pergi ke villanya yang dulu digunakan Ayuda untuk bersembunyi.Raga baru seminggu menikah dengan Sienna. Bulan madu mereka pun tertunda karena Sienna harus menghadapi ujian semester minggu ini. Raga tidak mau kalau sampai kuliah istrinya itu terganggu hanya karena bulan madu - yang sejatinya sudah sering mereka lakukan sebelum menikah.Affandi juga hadir, dia menerima undangan dari Ramahadi dengan penuh suka cita. Awalnya Affandi ingin mengajak Dira ke sana, tapi putrinya itu lebih dulu menerima ajakan dari sang mertua untuk berkumpul di rumah keluarga besar Aldi.Ayuda nampak memangku Nala, dia menyusui putrinya sambil menatap keluar jendela di mana papanya tengah sibuk mengobrol dengan sang mertua. Ayuda menepuk pantat Nala lembut, dia menoleh kaget kala Jiwa keluar dengan membawa buku - yang dulu selalu menjadi teman saat dirinya merasa kesepian tinggal sendiri di sana
Di saat putra putri mereka sedang berdua dan kembali meleburkan asa, Affandi dan Ramahadi duduk bersama. Ramahadi tak menyangka pria yang seumur hidup terus menganggapnya musuh kini mengajaknya bicara. Affandi bahkan mengeluarkan satu kata yang dia rasa mustahil untuk didengar. âMaaf!â Ramahadi tentu tak bisa percaya begitu saja, setelah hampir berpuluh-puluh tahun menganggapnya musuh, kini Affandi mengucap kata maaf dan terdengar begitu sangat tulus. âAku tahu perbuatanku salah, dan selama ini aku terlalu malu untuk mengakuinya. Mungkin, pertemuan Ayuda dan Jiwa adalah takdir yang memang sudah ditetapkan, hingga akhirnya aku bisa sadar,âungkap Affandi panjang lebar. Hening, Ramahadi tak langsung membalas permintaan maaf Affandi. Ia mencoba mencerna dulu, menimbang apakah pria itu tulus atau hanya sekadar meminta maaf agar dirinya tak lagi menaruh prasangka. âAku sudah lelah bekerja, aku ingin menyerahkan perusahaan ke anak-anakku, dan aku ingin hidup tenang bermain bersama cucu,â
Terkesan nakal, tapi begitulah naluri manusia dewasa. Mereka memiliki birahi yang butuh disalurkan. Ayuda tahu perbuatannya membuat Jiwa semakin ingin menerkamnya. Namun, bukankah itu yang mereka inginkan? Ayuda memindai manik mata Jiwa, di sana terlihat penuh cinta, berbeda dengan tatapan mata pria itu saat pertama kali menyentuhnya. Tak ada perasaan hangat seperti ini, Jiwa bahkan mencekoki dirinya obat perangsang agar nafsunya tersalurkan tanpa perlu ikatan seperti saat ini. Jiwa membelai pipi Ayuda, mencium setiap bagian wajahnya seolah setiap incinya tak ingin terlewatkan untuk dia cicipi. Pria itu menghentikan sapuan bibir di hidung bangir sang istri, sorot matanya seolah meminta izin. âBisakah aku bisa melakukannya jauh lebih dari ini.â Ayuda tersenyum tipis, tangannya menarik tengkuk Jiwa hingga bibir mereka kembali bertaut. Mereka sama-sama memejamkan mata, menyelami setiap perasaan cinta yang membara. Perlahan tangan Ayuda melonggar dan beralih membuka kancing kemeja Jiw
Dira masih berada di pelukan Ayuda, meski tak mau membalas pelukan saudaranya, tapi Dira menyandarkan kepala ke pundak ibunda Nala itu. Ia masih tergugu, tak menyangka satu orang datang lagi ke rumahnya dan masuk dengan wajah kebingungan. Aldi menjadi pusat perhatian semua orang, sampai Ayuda melonggarkan pelukan dan Dira memanggil dengan manja nama pria itu.âMas Al!ââRa, kenapa kamu menangis?â tanya Aldi bingung, dia hanya diberitahu Affandi akan datang, tapi jika tahu akan membuat calon istrinya menangis, tentu saja Aldi akan melarang. Alih-alih berada di sana tepat waktu, Aldi terjebak lampu merah beberapa kali.âPak, ini bukan seperti yang Anda janjikan, bukankah âĶ.âAldi menjeda kata, Dira yang masih sesenggukan mendekat dan memberitahu Aldi kalau Affandi baru saja berkata akan menikahkannya.âBenarkah?â Aldi nampak bahagia. Ia raih tangan Affandi dan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.Meski awalnya kesal, tapi Dira tertawa melihat kelakuan Aldi. Ayuda lega karena yakin Dir
Setelah Jiwa berangkat ke kantor, Ayuda tak langsung pergi ke rumah Dira. Ia malah berdiri di depan lemari baju, bingung memilih pakaian mana yang cocok dia kenakan untuk malam spesial yang Jiwa katakan tadi. Ayuda menekuk bibir ke dalam lalu memajukannya lagi, bunyi decapan lidahnya membuat bik Nini yang baru saja masuk untuk menata baju Nala keheranan.âNon, cari apa?âAyuda menggeleng, wanita itu sedang berpikir mana mungkin memakai gaun yang sama di depan Jiwa. Apalagi dia sama sekali tidak memiliki satu pun baju tempur selain piyama satin yang sering dia pakai karena praktis saat menyusui Nala.âSeharusnya aku pergi shopping kemarin,âucap Ayuda.Bik Nini tentu saja semakin heran, dia sejajari Nonanya itu dan kembali bertanya,âNon cari apa?ââLinger âĶ â Ayuda keceplosan, matanya melotot menoleh bik Nini dan melempar senyuman canggung.Pembantunya itu pun menarik sudut bibir, tersenyum aneh sambil menaikturunkan alis mata. Bik Nini berhasil membuat Ayuda merasa malu, dia pasti tahu
Sejak pagi, Jiwa terus saja menampakkan wajah riang. Ia memandangi sang istri yang sibuk melakukan tugas merawat putrinya seperti biasa. Jiwa membuat Ayuda salah tingkah setelah semalam wanita itu menjawab pertanyaannya dengan kata âyaâ.âApa sudah?ââBerhenti bertanya apa sudah â apa sudah,âamuk Ayuda. Pipinya merona merah karena Jiwa bersikap sangat agresif. âAku mau bertemu papa dan Dira dulu, kamu cepat bersiap sana untuk pergi bekerja!âJiwa tak menggubris ucapan Ayuda, dia malah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu yang sedang menggendong putrinya.âJiwa!â bentak Ayuda.âMalam ini aku akan memberi bonus ke Bik Nini untuk menjaga Nala, kita bisa pakai apartemenku untuk melakukan itu.ââMelakukan apa?â Ayuda dengan sengaja menggoyangkan pinggang untuk membuat Jiwa melepaskan tangan. Namun, pria itu terlalu kuat dan membuatnya berakhir pasrah karena Nala ada di pelukannya.âJangan berpura-pura! aku tahu kamu tidak sepolos itu, bahkan saat tidur kamu sesekali nakal dengan meng