Aku sebenarnya sudah tidak mau peduli lagi dengan keadaan Keluarga Abdillah. Bagiku mereka hanya orang-orang dari masa lalu, yang tidak harus aku ingat-ingat lagi. Kecuali Mama Sulis tentunya, Karena aku bukan orang yang tidak tahu berterima kasih. Namun, cukup sampai di sana saja. Aku tak ingin berinteraksi, mencari tahu kabar mereka, apalagi berhubungan dengan mereka lagi.
Tidak, aku tidak mau. Hanya saja, kalian tahu dunia ini, kadang seperti selebar daun kelor, kan? Meski luas, tapi pada beberapa orang terasa sempit. Itulah yang aku rasakan.
Kenapa? Ya ... karena meski aku sangat ingin menjauh, dan tak ingin berurusan dengan keluarga itu. Semesta malah menghubungkan aku dengan orang yang terhubung dengan mereka.
Dokter Kenneth Putra Setiawan. Alias Ken, pria yang sedang dekat denganku, ternyata adalah Dokter kan
Jantungku seperti baru saja melompat ke perut, saat melihat pemandang yang mampu membuat aku langsung tercekat di tempatku, dengan ketakutan yang luar biasa.Sean menggendong Kean! Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa pria itu bisa menggendong putraku senyaman itu? Tidak, Tuhan! Tolong ... jangan sampai terjadi. Aku tidak mau pria itu menyentuh putraku. Aku tidak mau!Pemandangan itu sontak saja membuat aku ketakutan dan terancam jadi campur aduk. Karena, bagaimana jika pria itu mengambil Kean dariku, dan menjauhkanya. Oh, Tuhan. Lebih baik aku mati!Tak ingin terjadi hal yang tak aku inginkan. Aku pun segera berlari ke arah pria itu, berniat menjauhkan Kean darinya dengan cepat. Kean hanya putraku. Hanya putraku. Tidak ada yang boleh mengambilnya dariku!Aku sudah berusaha
Kukira, aku sudah sepenuhnya move on, dan sembuh dari lukaku. Nyatanya, mengetahui aku masih tak ada artinya dalam hidup pria itu, tetap saja masih sesakit ini. Entah ada apa dengan hatiku. Aku juga tidak mengerti. Yang jelas, rasanya sedih dan kembali terpukul dengan kenyataan ini. Apa yang aku harapkan sebenarnya?Bukankah harusnya aku senang. Karena dengan begitu, dia tidak akan pernah mengusik hidupku dan Kean. Lalu ... kenapa? Apa yang sebenarnya kamu inginkan wahai hati? Seingin itukah kau diakui pria itu? Atau ... ini hanya bagian dari egomu? tapi ... kenapa? Kenapa ucapannya begitu membekas padaku seperti ini? Tuhan ... sebenarnya apa yang terjadi padaku?“Sayang, Bunda benar-benar minta maaf, ya? Bunda beneran gak tahu kalau tadi itu—”
“Aduh, maaf, aku gak--loh, Rara?!”Deg!Tuhan ... kenapa dari banyaknya manusia yang kukenal, aku harus bertemu dengan wanita ini, sih? Audy!“Rara, kamu apa kabar?” sapanya riang. Sambil tersenyum manis seperti biasanya.“Baik, Kak,” jawabku singkat, juga tanpa minat.Duh! Kenapa, sih, aku harus ketemu wanita ini di sini? Demi apapun, aku malas sekali bicara lagi dengannya. Sekalipun hanya untuk sekedar basa basi. Aku tak—“Sayang, aku udah dapet titipan Mama, nih!”Seakan kurang kejutanku hari ini. Aku pun kembali mendapat kejutan la
Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu, sejak mereka mengetahui keberadaan Kean, mereka pasti akan mulai mengusikku kembali. Bahkan salah satu dari mereka pasti akan menemuiku secara pribadi.Bukannya aku sok PD, atau merasa sok penting sekarang. Namun, mengetahui kenyataan sampai sekarang mereka masih belum juga dikarunia anak, meski sudah sudah hampir lima tahun berumah tangga.Prasangka buruk pun tak urung mulai menghantuiku, seiring dengan pertumbuhan Kean yang semakin mirip ayah kandungnya itu. Karenanya, berbohong tentang kenyataan ayah biologis anak itu makin sulit aku hindari semakin harinya.Ugh ... kenapa pula anakku harus mirip pria galak itu, sih? Apa itu karena saat hamil aku sangat membenci pria itu? Atau, karena anakku ingin mematahkan tuduhan ayahnya tempo dulu.
“Maukah kamu kembali menjadi istri Sean, Ra?”Aku sontak menarik tanganku dari genggaman tangan Kak Audy, saat permintaan itu terucap. Ini tak masuk akal. Tentu saja, bagaimana mungkin dia bisa meminta hal konyol itu dengan lugas seperti itu. Istimewanya, setelah apa yang sudah mereka lakukan padaku. Tentu saja itu tak mungkin aku lakukan. Karena ... Ini benar-benar gila!“Aku tahu ini konyol!” Nah, kan? Dia sendiri mengakui hal itu tanpa harus kuberitahu. “Tapi semua ini demi kebaikan kita, Ra?” Lanjutnya kemudian.“Kebaikan kita? Maksudnya?” tanyaku bingung, karena masih belum bisa menangkap maksud dan tujuan ucapannya barusan. Tepatnya kebaikan siapa saja yang dia maksud? Itu yang ingin aku ketahui.“Iya, kebaikan
“Ken?”“Ya?”“Boleh aku tanya sesuatu?”Aku menatap Ken dengan ragu, saat menikmati makan siang kami hari itu. Ken kadang memang mampir ke Kantorku jika sedang tidak sibuk, dan mengajak aku makan siang, atau sekedar menemani kegiatanku. Dia memang sebaik itu.“Boleh, dong. Tanya apa?” ucap Ken tanpa curiga, seraya menikmati makanannya dengan rakus.Sebenarnya, aku merasa tak enak hati untuk menanyakan hal ini pada Ken. Hanya saja, aku terlanjur penasaran akan satu hal, yang terus menggangguku sejak kemarin. Karenanya, daripada aku tidak bisa tidur memikirkannya, aku sepertinya memang harus meminta kejelasan pada Ken langsung.“
Sebenarnya, setelah mendengar penuturan Aika tentang ‘Mantan Suami’. Aku sangat ingin segera pergi dari tempat ini. Karena aku belum siap bertemu langsung dengan pria galak itu. Namun, karena tak enak pada Kairo dan Aika, aku pun jadi tak berani pamit pergi.Istimewanya, Aika terus saja menggelayutiku dan bilang jika dia kangen ngobrol sama aku. Jadinya, ya aku mana tega meninggalkan dia hanya karena egoku semata. Ken sebenarnya sudah berusaha membantuku untuk bisa pergi segera dari sini, karena aku yakin dia pasti tahu akan ketidaknyamananku.Namun, Aika yang memang sedang sensitif karena hormon kehamilannya itu pun langsung merajuk dan merengek saat Ken mencoba membantuku untuk mencari alasan.Tak ayal, aku pun makin tak tega meninggalkannya, jadi mau tak mau mencoba bertahan sekuat mungkin tetap berad
“Karena Kean ngikutin gue. BAPAKNYA!” sahut Ken jumawa. Namun dengan senyum miris yang dapat kutangkap.Tuhan, ada apa sebenarnya dengan Ken?“Hilih!” Aika mencebik kesal, tetapi sukses membuat aku kembali menegang. Karena takut akan balasan Aika selanjutnya.Kalian tentu tahu, gadis ini kadang sangat ceplas ceplos. Karenanya aku sangat takut dia terbawa emosi dan ....“Sok bener lo, Ken. Ngaku-ngaku aja bisanya.”Deg!Tuhan, aku mohon, jangan sampai Aika keceplosan sekarang!“Kean ‘kan ....”