Share

Sebuah Pengakuan

Rara menatap foto pernikahan yang tergantung di dinding rumahnya. Dia tampak bahagia dalam foto itu. Meskipun, sebenarnya kebahagiaan itu adalah sebuah kebohongan.

Setelah menikah, papa mertuanya membelikan Rara dan Joe sebuah rumah yang sangat mewah. Meski mertua Rara sangat memanjakannya, dia menolak untuk diberi pembantu rumah tangga, karena tidak terbiasa untuk dilayani. Rara memilih mengerjakan semuanya sendiri.

Pagi ini, Rara memasak untuk sarapan. Sepertinya, Joe menyukai masakan Rara. Dia selalu tampak lahap saat makan bersama istrinya itu. Meski begitu, dia tidak pernah sekali pun memberi kalimat pujian pada Rara. Suasana Rumah selalu dingin dan tidak pernah ada percakapan di meja makan.

  “Jangan menungguku malam ini, aku pasti pulang malam karena akan mampir ke rumah Clay,” ujar Joe sambil beranjak dari kursinya untuk berangkat ke kantor.

Rara hanya mengangguk pasrah. Dia tidak bisa menghentikan Joe, karena Rara tahu, dia lah orang ketiga dalam hubungan ini. Rara belum pernah bertemu dengan sosok wanita yang sangat dicintai oleh suaminya itu. Meski sangat penasaran, Rara tidak berani bertanya tentang Clay pada Joe.

*** 

Hari ini, Rara pergi ke rumah mertuanya untuk menghabiskan waktu di sana. Dia menemani mama Joe mengobrol seharian, menyiram bunga di kebun milik mama Joe, minum teh bahkan memasak makan malam bersama. Beliau meminta Rara untuk menginap bersama joe disana, namun Rara menolak karena tadi pagi Joe bilang akan pulang larut untuk bertemu Clay.

  “Kenapa buru-buru pulang? Padahal mama ingin makan malam bersama Rara,” protes mama Joe saat Rara berpamitan untuk pulang.

  “Sudahlah, ma. Jangan mengganggu pengantin baru,” ucap papa Joe menggoda Rara sembari tertawa kecil.

  “Lain kali ya, ma. Rara takut Joe sudah menunggu di rumah,” kata Rara terpaksa berbohong pada mertuanya.

  “Baiklah. Hati-hati dijalan ya, sayang.”

Rara diantar sopir untuk pulang. Sepanjang perjalanan, Rara hanya melamun sambil menatap keluar jendela. Dia sangat penasaran, apa yang dilakukan suaminya di luar sana bersama wanita lain.

Setelah 20 menit, Rara sudah sampai di rumah. Dia segera masuk dan terkejut saat melihat Joe yang sudah duduk di ruang tengah dengan wajah dinginnya. Rara mendekat perlahan, lalu mencoba bertanya padanya.

  “Joe? Kamu tidak jadi pergi menemui Clay?”

  “Dari mana saja kamu?! Kamu pergi tanpa meminta ijin dariku, dan pulang selarut ini?!”

  “Kemarin kamu bahkan pulang lebih larut daripada ini. Ini bahkan masih pukul 7.30 malam!” protes Rara dalam hati.

  “Ah, maaf aku lupa memberitahumu. Tadi aku pergi ke rumah mama.”

  “Buatkan aku makanan! Aku sangat lapar!” perintah Joe yang masih menampakkan wajah yang dinginnya.

  “Aku tinggal menyiapkannya di meja makan, tadi aku sudah masak bersama mama.”

Rara meninggalkan Joe yang masih duduk di sofa. Meski tampak dingin, sebenarnya wajah Joe sangat tampan. Dia bahkan mampu membuat seorang gadis jatuh cinta dalam sekali tatap!

Astaga! Rara menepuk pelan keningnya karena baru saja mengakui bahwa Joe tampan.

Setelah selesai menyiapkan makanan, Rara dan Joe makan bersama. Seperti biasa, suasana sangat tenang tanpa ada percakapan.

  “Kamu tidak jadi bertemu dengan Clay?” Rara memberanikan diri untuk bertanya.

  “Tidak, ada hal yang penting harus diurus olehnya,” jawab Joe dengan wajah datar.

  “Oh, pantas saja dari tadi terlihat kesal,” gumam Rara pelan.

  “Kamu bilang apa?”

  “Ah, tidak. Aku hanya asal berbicara.”

Mereka sudah selesai makan dan Joe bergegas masuk ke kamarnya. Setelah menikah, Rara dan Joe masih tidur di kamar yang berbeda. Rara hanya menghela nafas melihat punggung Joe yang mulai menjauh dari meja makan. Joe terlihat sedang menelepon seseorang.

  “Sepertinya, itu Clay,” ucap Rara dalam hati.

Sejujurnya, Rara mulai merasa kesal pada Clay. Bagaimanapun, Joe adalah suaminya. Sangat wajar kan, jika Rara merasakan cemburu. Namun sekali lagi, Rara tidak berani untuk protes pada Joe.

*** 

  “Mau kemana kamu, pagi-pagi begini sudah rapi?” tanya Joe yang melihat Rara sedang bersiap untuk pergi.

  “Aku mau bertemu Brian,” jawab Rara singkat tanpa menoleh.

  “Kenapa kamu bertemu Brian?”

  “Joe, aku dan Brian sudah cukup lama bersahabat. Jadi, kami tidak perlu mencari alasan hanya untuk sekedar bertemu.”

  “Tapi, sekarang kamu sudah bersuami! Tidak pantas bertemu laki-laki lain!”

  “Aku hanya bertemu Brian. Lagi pula, dia sepupumu, kan?”

  “Siapapun laki-lakinya, tidak sepantasnya kamu bertemu dengannya!”

  “Lalu bagaimana denganmu?!” bentak Rara tiba-tiba.

  “Aku?! Kenapa denganku?!”

  “Kamu bertemu kekasihmu setiap hari diluar, padahal kamu sudah beristri!”

  “Jangan berlebihan! Aku mengenalnya lebih dulu daripada kamu! Aku tidak akan berhenti menemui Clay demi wanita sepertimu!”

  “Kalau begitu, kamu pun tidak berhak melarangku untuk bertemu siapapun!”

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Rara segera keluar meninggalkan Joe yang masih mematung di meja makan. Rara bahkan tidak peduli, Joe akan memakan masakannya pagi ini atau tidak.

***

Rara sudah sampai lebih dulu di cafe tempatnya dan Brian akan bertemu. Dia terpaksa datang lebih awal, karena kesal dengan suaminya.

  “Rara!” Suara Brian memecah lamunan Rara.

  “Hai!”

  “Tumben kamu datang lebih awal?” tanya Brian sambil terkekeh.

  “Iya, aku sedang bosan di rumah.”

  “Loh? Kenapa pengantin baru bisa bosan di rumah?”

  “Kamu tidak pergi bekerja?” tanya Rara mengalihkan pembicaraan.

  “Aku sedang mengambil cuti beberapa hari. Kenapa kamu mengajakku bertemu?”

  “Brian, boleh aku berkata jujur?”

  “Tentang apa?”

  “Pernikahanku dan Joe.”

Brian menatapnya bingung, kemuadian Rara mulai menceritakan masalahnya dengan Joe. Mulai dari awal mereka bertemu hingga hari ini. Brian tampak terkejut mendengar cerita dari Rara. Bagaimana tidak, dia telah dibohongi oleh sahabatnya sendiri.

  “Rara! Apa kamu berpikir bahwa pernikahan adalah sesuatu yang bisa dilakukan dengan main-main begini?!” bentak Brian.

  “Brian, kamu tahu aku sedang kesulitan saat itu.”

  “Aku sudah menawarimu bantuan! Aku bilang akan memberimu pekerjaan, tapi kamu menolaknya!”

  “Karena aku tidak ingin menyusahkanmu, Brian. Kamu sudah banyak membantuku selama ini.”

  “Tinggalkan Joe sekarang! Aku akan membawamu pergi darinya.”

  “Tidak, Brian. Aku tidak bisa.”

  “Kenapa tidak bisa? Bukankah kamu bilang menyesalinya?”

  “Aku tidak mau mengecewakan orang tua Joe. Mereka sangat baik padaku.”

  “Rara, tolong berhenti memikirkan orang lain. Kamu juga harus bahagia,” Brian mengusap wajahnya kasar karena merasa frustasi dengan sikap Rara.

  “Aku akan menganggap ini hukuman karena telah terburu-buru mengambil keputusan.”

  “Rara... aku—“ Brian berhenti sejenak dan menatap Rara lekat, "Aku menyukaimu, Rara.”

Rara membulatkan mata, tidak percaya pada apa yang baru saja dia dengar.

  “Se-sejak kapan?” tanya Rara terbata.

  “Jauh sebelum kamu mengenal Joe.”

  “Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?”

  “Aku tidak ingin membuatmu menjauhiku.”

  “Brian, tolong jangan katakan perasaanmu terhadapku pada siapapun. Aku sudah menikah. Aku tidak ingin orang lain salah paham.”

Brian menghela nafas. Dia tidak bisa menyakahkan Rara sepenuhnya, karena orang tua Joe memang sangat baik. Mereka bahkan merawat Brian sejak orang tuanya meninggal dunia. Usia Brian dan Joe terpaut satu tahun. Joe tidak pernah menyukai adik sepupunya itu, karena merasa dia telah mencuri perhatian orang tua Joe.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status