Airy duduk termenung di depan meja rias dengan gelisah. Ia meremas-remas jarinya untuk meredakan kecemasan. Setelah dua hari dilakukannya operasi transplantasi, ini adalah hari dimana ia akan melepas masa lajangnya.
"Sudah dua jam lebih. Apa dia sungguh-sungguh tidak datang?" gumam Airy ketika melihat jam yang tergantung di dinding.
Mendesah pelan, Airy beringsut dari duduknya, dan keluar dari kamar tempat ia dirias oleh MUA. Setelah berjalan melewati tangga, Airy menyibak tirai jendela, dan mengintip ke luar. Di sana para tamu undangan menunggu digelarnya acara.
"Aku menduga pernikahan tidak akan terjadi," gumam Airy.
Jika seandainya benar pernikahan batal, Airy tidak menanggung malu karena tidak ada satupun yang tahu bahwa Airy menikah hari ini. Bahkan, ibu dan kakaknya juga tidak tahu. Jika ada yang harus menanggung malu, Gunawan yang merasakan itu. Sebab pria itulah yang mengadakan pesta pernikahan ini.
Airy tak sengaja menatap keberadaan Gunawan. Pria paruh baya berkacamata itu, yang sedang bersandar di dinding, dengan kaki menyilang sambil memainkan ponsel. Airy heran dengan Gunawan yang terlihat santai tanpa ada kecemasan sedikitpun di wajah yang telah keriput karena usia itu. Gunawan sedikitpun tak khawatir dengan acara yang tak tahu pasti akan dimulai.
"Pak Gunawan!" panggil Airy.
Gunawan yang masih tetap sibuk dengan ponselnya menjawab, "ada apa?"
"Apakah pernikahan ini, akan dibatalkan?" tanya Airy.
Gunawan mengerutkan kening. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Mohon maaf." Airy menangkup kan kedua telapak tangannya. "bukannya apa-apa. Tapi ini sudah lebih dari 2 jam, penghulu, dan tamu undangan menunggu. Tapi calon suami saya tidak kunjung datang."
"Pernikahan akan tetap terlaksana meskipun terlambat. Bahkan jika itu harus terjadi sampai nanti malam, cucu saya akan datang," jawab Gunawan dengan tegas.
Airy menghela napas dan memejamkan mata. "Apa yang terjadi? Pasti dia tidak menyetujui dengan pernikahan ini, maka dia kabur 'kan?"
"Kamu tenang saja, Airy. Jangan khawatir. Saya sudah mengatur semuanya. Bagaimana pun keadaannya, pernikahanmu pasti terlaksana," ujar Gunawan mencoba menenangkan.
"Tapi ..." Airy menggantung ucapannya.
"Percayalah kepada saya. Calon suami kamu, sebentar lagi akan sampai."
Setelah beberapa lama menunggu, Gunawan menampilkan senyuman sumringah. Airy yang menatapnya menjadi heran dengan sikap pria paruh baya itu. Gunawan mendekati Airy yang tengah duduk di samping jendela kaca.
"Calon suamimu sudah datang," beritahu Gunawan.
Airy menghembuskan napas lega. Setelah sekian lama menunggu ketidakpastian yang membuat hati cemas, akhirnya Airy tak jadi mengkhawatirkan kemungkinan terburuk. Calon suami Airy telah datang. Itu artinya, mereka siap untuk melakukan pernikahan.
"Kamu boleh melihat calon suami. Dia ada di kamar sebelah," kata Gunawan.
Airy bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar yang ditempati oleh calon suaminya. Ia berjalan mengekor dibelakang Gunawan. Ketika hampir sampai, Airy mendengar suara seorang pria sedang mengamuk.
"Kenapa kamu membawa saya ke tempat ini?" teriaknya.
"Apa itu dia?" gumam Airy.
"Sudah bangun kamu, Ferdinand?" tegur Gunawan yang masuk dan melihat cucu laki-lakinya.
"Kakek benar-benar sialan! Apakah kakek berniat untuk menghancurkan hidupku, menikah dengan gadis yang sama sekali tidak aku kenal?" amuk pria yang dipanggil Ferdinand itu.
Airy mengintip dari luar untuk melihat wajah pria yang ia duga akan menjadi suaminya. Pria itu sedang duduk di kursi menggunakan pakaian kasual dan belum ada tanda-tanda akan segera melaksanakan pernikahan yang akan digelar hari ini. Airy dapat melihat wajah menggelap yang terpancar dari pria itu.
Gunawan tersenyum remeh. "Sudah Kakek katakan padamu, Ferdinand. Jangan coba-coba kabur."
"Jadi nama pria itu Ferdinand?" gumam Airy.
"Apa sebenarnya yang gadis itu berikan kepada kakek, hingga kakek ingin menikahkanku dengannya?" tanya Ferdinand dengan tajam.
"Tidak usah banyak bicara. Segeralah menikah!"
"Aku tidak mau," tolak Ferdinand.
Airy menghela napas berat. Ia sudah membayangkan jika calon suaminya tak bisa menerima dirinya sebagai calon pendamping yang telah dipilih oleh Gunawan untuk Ferdinand. Tak tahu bagaimana nanti jika Airy menjalani kehidupan rumah tangga bersama pria itu.
"Kenapa kakek selalu bersikap seenaknya sendiri mengatur kehidupanku?" murka Ferdinand dengan penuh amarah.
"Mungkin, saat ini kamu merasa bahagia karena hidup dengan dirimu sendiri. Dan mata hatimu, tertutup oleh trauma yang kamu miliki. Ketika nanti kamu menjalani pernikahanmu, kamu akan tahu apa itu artinya cinta dan ketulusan," jelas Gunawan.
"Aku tidak peduli dengan apa yang kakek katakan. Aku tidak akan menikah!" bentak Ferdinand
Namun, Gunawan tetap tenang dan tersenyum, "Kamu mungkin tidak mengerti sekarang. Tetapi, cinta itu tidak selalu datang dengan cara yang kita inginkan, Ferdinand."
Ferdinand beranjak dari hadapan Gunawan, dan hampir saja menabrak tubuh Airy jika Airy tidak segera menghindar. Karena pintu belakang yang akan dilewati olehnya telah dihadang oleh anak buah Gunawan, Ferdinand memutuskan untuk keluar melewati pintu depan. Namun, Ferdinand terpaku ketika para tamu undangan menatap dirinya.
"Kamu lihat di luar itu," ucap Gunawan, "banyak tamu undangan yang datang, dan mereka semua menunggu. Karena kamu yang tidak kunjung datang dari dua jam yang lalu, semua orang sudah berbisik-bisik negatif tentang kamu."
Ferdinand membalikkan tubuh menatap Gunawan. "Ini semua bukan salahku. Kakek yang terlalu memaksa."
"Dan hasil paksaan Kakekmu ini semua, sudah terlanjur terjadi. Apakah kamu ingin membuat malu kakekmu ini? Kamu ingin melihat kakek cepat mati karena menahan malu akibat perbuatanmu," hardik Gunawan.
Ferdinand mengetatkan rahangnya dan memejamkan mata menahan kesal. Pria itu mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya dengan erat. Niatnya untuk kabur bahkan sia-sia. Ferdinand putus asa, dan tidak punya pilihan lain sekarang.
"Baiklah. Aku akan menikah. Apakah Kakek puas?" geram Ferdinand.
Gunawan tersenyum penuh kemenangan. "Itu baru cucuku."
Setelah drama panjang yang cukup melelahkan, akhirnya pernikahan Ferdinand dan Airy resmi dilaksanakan. Setelah Ferdinand mengucapkan ijab qobul, pemasangan cincin kawin dilakukan. Tetapi Ferdinand enggan memakaikan cincin kepada wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Sehingga Airy berinisiatif memasang cincin kawin di tangannya sendiri, dan tangan Ferdinand.
"Selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian bahagia," ucap Gunawan memberikan selamat.
"Terima kasih," ucap Airy tersenyum tipis. Sedangkan Ferdinand hanya mendengus menatap tajam Airy.
Ferdinand masih terlihat tegang menahan amarah, dan jauh dari ekspresi bahagia. Dalam pandangan Airy, Ferdinand sulit menerima kenyataan bahwa ia harus menikah dengan seseorang yang kemungkinan akan hidup bersama pria itu selamanya.
Sementara itu, Gunawan duduk di kursi depan, menatap kedua cucunya dengan senyum puas. Baginya, pernikahan ini adalah bagian dari rencana besar yang telah ia susun dengan cermat. Meskipun Ferdinand masih merasa terpaksa, Gunawan yakin bahwa waktu akan memperbaiki segalanya.
Di sisi lain, Airy mencoba untuk menerima segala keadaan dengan lapang dada. Meskipun awalnya terjadi dengan drama yang rumit, ia berharap bahwa cinta dan pengertian akan tumbuh di antara mereka seiring berjalannya waktu.
Ferdinand melemparkan tatapan tajam kepada wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya. Tubuh Airy sedikit kaku mendapat tatapan yang menghunus jantungnya.
"Apa yang sebenarnya yang kamu janjikan kepada kakekku, sehingga kakekku memaksaku untuk menikahi kamu?"
"Jadi ... sekarang posisi kepemimpinan perusahaan, Pak Gunawan yang mengambil alih?" tanya kepala divisi keuangan pada rapat yang dipimpin oleh Gunawan.Gunawan mengangguk seraya tersenyum. "Benar. Apakah kalian tidak setuju saya kembali lagi ke sini?" Kepala divisi keuangan yang baru saja bertanya tersenyum seraya menggeleng tegas. Baginya, dan bagi semua karyawan yang bekerja di perusahaan keluarga Arlyansyah, tak akan mungkin mempermasalahkan soal siapa yang memimpin asal mereka mendapatkan hak-haknya sebagai karyawan secara adil. "Menurut kami, siapapun pemimpinnya kami tetap setuju. Karena baik Pak Gunawan maupun Pak Ferdinand sama-sama tahu bagaimana cara mengelola dan mengembangkan perusahaan ini."Gunawan melirik sekilas ke arah Ramli yang duduk tak jauh darinya. Pria paruh baya yang menggunakan tongkat itu memperhatikan semua orang yang berada di ruang rapat ini. Tak ada keberatan sedikitpun di wajah mereka mengenai pergantian CEO."Entah ini untuk sementara atau selamanya,
"Kamu itu bodoh atau bagaimana? Seharusnya, menjadi istri orang kaya, kamu pertahankan suami kamu. Bukannya malah melepaskan karena masalah sepele," hardik Ratih pada Airy. "Jadi Ibu sudah tahu kalau aku mau menceraikan suamiku? Pasti Kak Wina ya, yang memberitahu Ibu?"Airy menatap datar ibu tirinya itu. Bagaimana caranya wanita paruh baya tersebut mengetahui bahwa Airy telah menggugat cerai Ferdinand? Jika bukan dari Wina, siapa lagi?Airy tersenyum hambar. Ia belum memberi tahu Ratih tentang perceraian nya. Dan yang mengetahui itu pertama kali dari pihak keluarganya, adalah Wina.Ratih memaki putri bungsunya. "Kamu itu bodoh. Benar-benar bodoh. Apalagi yang sebenarnya kamu cari? Semua wanita di dunia ini mendambakan berada di posisi kamu. Menjadi menantu keluarga kaya dan dihormati serta di segani. kamu rela membuang posisi itu dan kembali ke tempat asalmu?""Aku hanya ingin menjalani pernikahan dengan penuh cinta. Dan adanya aku mundur dari posisiku, karena aku ingin menyelamatka
Saat ini, Airy tengah duduk berhadapan dengan Gunawan. Pria paruh baya itu mengetahui bahwa cucu menantunya memilih pergi dari rumah Ferdinand. Oleh sebab itu, Gunawan menelpon Airy untuk datang dan membahas hal penting."Apa kamu sudah yakin dengan keputusan yang kamu ambil?" tanya Gunawan.Airy mengangguk. "Saya yakin dan sangat-sangat yakin. Karena semua yang saya lakukan, sepertinya sudah tidak ada artinya lagi."Airy menghela napas sambil memandangi air mancur yang menjadi hiasan di taman belakang rumah Gunawan. Ia mencoba melepaskan kegundahan hati yang selama ini ia pendam. Rasa kecewanya yang coba ia abaikan selama 3 tahun ini, membuat luka dalam di hati wanita itu.Ferdinand tidak bisa disentuh hatinya. Pria itu tetap tak percaya pada sebuah pernikahan dan tak percaya bahwa istri yang selama ini mendampingi dalam kurun waktu 3 tahun memiliki ketulusan. Ferdinand memilih menutup mata.Apalagi setelah perbuatan licik kakak tirinya mencoba menghancurkan rumah tangganya dan berus
"Jadi ... kamu ingin kita bercerai?" tanya Ferdinand menatap remeh Airy "Iya," jawab Airy dengan tegas. "Apa kamu sudah yakin? Kamu tidak takut kehilangan fasilitas yang selama ini diberikan oleh kakekku?" Airy menghela napas. Ferdinand seolah ingin mengejek dirinya. Setelah lama menikah, Ferdinand masih menganggap dirinya wanita materialistis. "Itu resikoku. Aku menerima berbagai risiko menikah denganmu dengan syarat tertentu. Dan kini, aku bercerai denganmu tentu saja resikonya sudah aku pikirkan," jawab Airy. Ferdinand tertawa kecil. Seolah menikah dengan dirinya adalah suatu hal yang membahayakan. Padahal menurutnya, Airy sendiri yang bersedia dan setuju terlibat dalam pernikahan ini. Alasan Airy memilih untuk bercerai karena, dirinya sudah tak mampu terus menerus bertahan di sisi Ferdinand. Gunawan terus menekan dirinya untuk berjuang mendapatkan hati Ferdinand. Namun, setelah berjalan usia 3 tahun pernikahan tak ada tanda-tanda Ferdinand membuka hatinya untuk Airy. Buka
"Jadi ... kamu ingin kita bercerai?" tanya Ferdinand menatap remeh Airy "Iya," jawab Airy dengan tegas."Apa kamu sudah yakin? Kamu tidak takut kehilangan fasilitas yang selama ini diberikan oleh kakekku?"Airy menghela napas. Ferdinand seolah ingin mengejek dirinya. Setelah lama menikah, Ferdinand masih menganggap dirinya wanita materialistis."Itu resikoku. Aku menerima berbagai risiko menikah denganmu dengan syarat tertentu. Dan kini, aku bercerai denganmu tentu saja resikonya sudah aku pikirkan," jawab Airy.Ferdinand tertawa kecil. Seolah menikah dengan dirinya adalah suatu hal yang membahayakan. Padahal menurutnya, Airy sendiri yang bersedia dan setuju terlibat dalam pernikahan ini. Alasan Airy memilih untuk bercerai karena, dirinya sudah tak mampu terus menerus bertahan di sisi Ferdinand. Gunawan terus menekan dirinya untuk berjuang mendapatkan hati Ferdinand. Namun, setelah berjalan usia 3 tahun pernikahan tak ada tanda-tanda Ferdinand membuka hatinya untuk Airy.Bukan karena
"Mas ... tolong antar aku ke rumah sakit, Mas," pinta Airy pada suaminya."Aku sibuk," jawab Ferdinand dengan ketus.Airy menahan sakit pada lambungnya karena beberapa hari stress dan tidak memperhatikan makannya. Sehingga asam lambungnya menjadi kambuh. Ketika sedang kambuh seperti saat ini biasanya ia datang ke rumah sakit ini temani oleh seseorang temannya. Namun karena ia mengalami kambuh di rumah yang minta tolong terhadap sang suami.Dan satu hal yang membuat Airy merasa lebih sakit lagi, sikap ketidakpedulian Ferdinand padanya. Seolah-olah ia adalah manusia yang tidak perlu diberi pertolongan. Jujur Airy merasa sedih akan hal itu."Sebentar aja Mas. Cuma antar ke rumah sakit. Lagi pula jarak ke rumah sakitnya kan juga sejalan sama kantor Mas. Aku nggak minta temani. Hanya minta antarkan saja," ujar Airy memohon pengertian.Ferdinand tetap diam dan tidak menggubris Airy. Ia sibuk mengemasi berkas-berkasnya untuk ia masukkan ke dalam tas dan sesegera ingin pergi dari sana. Sebelu