Share

Menikah!

Ayesha terdiam.

Saat ini, dia tengah duduk di atas tempat tidur setelah dua orang pelayan masuk ke kamar dan meletakan beberapa perlengkapan wanita di sana.

Mereka juga menyampaikan bahwa sarapan pagi sudah tersedia.

Saat pintu tertutup, barulah Ayesha memeriksa perlengkapan yang dibawa tadi.

Hanya saja, dia benar-benar terkejut karena baju ganti yang disediakan merupakan dress panjang berikut jilbabnya.

“Baik juga dia memberikan baju ganti yang sopan,” gumamnya dalam hati.

Tapi, pikiran Ayesha terusik karena sikap aneh pria itu.

Dia sepertinya bukan pria jahat. Buktinya, pria itu membiarkan Ayesha beristirahat dengan baik tanpa menidurinya. 

Kruk!

Perut Ayesha tiba-tiba berbunyi karena lapar.

Dilihatnya sarapan yang sudah disediakan dan mulai memakannya. “Terima kasih, Allah.”

Senyum manis terlukis di wajahanya.

Ayesha tak tahu ada kejutan baru yang disiapkan Hilbram.

***

“Duduklah!”

Begitu Ayesha selesai sarapan, Hilbram tiba-tiba memanggilnya ke ruangan lain.

Anehnya, ada kelegaan di wajah pria itu hari ini. Namun, Ayesha tak berani menatapnya lama-lama.

Jadi, dia memilih duduk dengan menunduk.

Dengan harap cemas, perempuan itu menunggu apa yang akan disampaikan pria ini.

Akankah masih menagih hak untuk bisa menidurinya atau justru akan melepaskannya?

“Kita akan menikah besok!” tukas Hilbram tanpa basa-basi.

Deg!

Kepala Ayesha sontak mendongak–mencoba memastikan bahwa dia tidak salah mendengar ucapan itu.

Mengajaknya menikah besok?

Apa dia sudah gila?!

“Permisi? Anda bilang apa tadi?” tanya Ayesha mencoba memastikan.

“Besok kita menikah!” Lagi Hilbram mengulangi ucapannya.

Ayesha seketika resah. “Bagaimana Anda mengajakku menikah? Bahkan kita tidak tahu apapun tentang masing-masing,” ucapnya mencoba membuat Hilbram kembali berpikir rasional.

Menikah bukanlah hal yang bisa dibuat main-main.

“Sederhana saja, aku menyukaimu!” jujur Hilbram.

“Menyukaiku?” Ayesha membelalak. Dia masih tidak bisa menerima alasannya.

Sementara itu, Hilbram terdiam sesaat.

Ditatapnya Ayesha yang juga sedang menatapnya.

Entah mengapa, pria itu menikmati saat-saat keduanya bisa saling bertatapan pandang dan juga berbicara satu sama lain dengannya.

Dadanya berdebar kencang, padahal situasi di antara mereka masih serba canggung. Mungkin benar apa kata Rahman, dia memang sedang jatuh cinta pada gadis ini?

Hilbram menghela napas. “Aku punya alasan lain untuk menikahimu. Karenanya aku menawarkan perjanjian padamu. Kalau kau tidak bersedia, its oke! Aku tidak akan menikahimu.”

“Tapi, kau tahu kalau aku tidak mau rugi karena sudah membayarmu tinggi di rumah pelacuran itu, kan?” 

“Maksud Anda? Anda ingin mengembalikan saya ke rumah pelacuran itu?”

“Tidak mungkin aku mengembalikanmu begitu saja.”

Ayesha terdiam.

Apa pria ini masih akan menidurinya lalu mengembalikannya  ke tempat pelacuran itu?

Tiba-tiba, dirinya teringat perkataan Murni yang akan melepaskannya kalau tidak ada komplain apapun dari pria ini. Tapi, jika pria ini mengadu yang tidak-tidak pada Murni … maka Ayesha mungkin akan terjebak selamanya di sana.

“Tuan, sebenarnya, berapa Anda membayar saya dari rumah pelacuran itu?” tanya Ayesha pada akhirnya.

Dia masih berusaha memikirkan cara untuk membayar hutang-hutang pamannya berikut pria ini.

Meminjam uang di bank dan mencicilnya dengan jangka waktu yang panjang mungkin bisa menjadi alternatif.

Dia punya gaji dari sekolah tempatnya mengajar.

Entah mengapa Hilbram tersenyum miring. “Tiga ratus juta!” ucapnya santai, “Wanita itu bilang kau punya hutang sebanyak itu, karenanya dia hanya mau melepasmu dengan harga sekian.”

Ayesha membelalak. Setahunya, hutang pamannya hanya dua ratus juta dan dia dibeli 300 juta? Kenapa pria di hadapannya ini begitu berani membayar harga mahal untuknya?

“K-kenapa Anda mau membayarku semahal itu?” tanya Ayesha.

“Haha, apa menurutmu harga dirimu terlalu tinggi di angka tiga ratus juta?”

Ayesha mengepalkan tangan, menahan marah. “Saya tidak membicarakan tentang harga diriku, Tuan. Saya tentu tidak akan membandrol harga diriku. Anda seharusnya bisa melihat bahwa saya bukan wanita seperti itu. Saya seorang guru di sebuah sekolah  yang terkenal. Tidak mungkin saya sampai merendahkan diri dengan menjual harga diri.” Ayesha mencoba meminta pengertian dengan menjelaskan tentang dirinya.

Hilbram hanya mengangguk, menahan senyum. “Hmm, lalu maumu apa? Kau memintaku untuk melepasmu begitu saja?”

Ayesha kini yang berbalik bingung.

Dia masih termasuk guru baru. Gajinya sebulan saja hanya berkisar 3 jutaan. Belum  lagi untuk kebutuhan sehari-harinya. Paling besar dia hanya bisa menyimpan uang satu juta untuk mencicil hutangnya. Butuh berapa tahun lamanya dia bisa melunasinya?

Belum lagi, tiga hari ini dia tak masuk. Bisa-bisa, gajinya dipotong.

Hilbram sendiri, memahami keresahan Ayesha.

Tanpa basa-basi, ia segera menyodorkan map yang berisi perjanjian itu di meja.  “Kau seorang guru bukan? Pasti tahu pilihan mana yang paling bijak. Jadi kalau memang menurutmu tidur bersamaku sebagai seorang pelacur adalah pilihan yang tepat, aku harap setelah ini kau harus mempersiapkan dirimu.”

“Aku ini seorang pengusaha, tidak mungkin mau rugi sudah mengeluarkan ratusan juta tapi tidak dapat apa-apa!” tegas Hilbram melihat Ayesha tepat di kedua matanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status