Share

Permohonan

Ayesha tercengang.

Tanpa sadar, dia pun mengangguk.

Pria itu pun membenarkan posisi duduk keduanya.

“Berapa usiamu?” tanya Hilbram menatap wanita itu lekat-lekat.

“Dua puluh empat, Tuan!” lirih Ayesha menahan tangis.

Hilbram tampak menghela napas. “Kenapa kau berharap aku melepaskanmu?”

Ayesha mendongak pada pria itu.

Entah mengapa, dia berharap ada rasa belas kasihan padanya.

“Pamanku terlilit hutang dan menjadikanku tebusan. Aku ini bukan wanita pelacur. Anda bisa melihatnya bukan?” tukas Ayesha dan yakin pria ini tentu bisa melihat pakaiannya.

“Kenapa dengan pakaianmu? Aku bisa membuatmu telanjang sekarang kalau aku mau!” tantang Hilbram balik.

“Kalaupun, aku melepaskanmu. Bagaimana dengan uang yang sudah aku keluarkan?”

“A-aku berjanji akan menggantinya, tapi tolong lepaskan aku!” balas Ayesha sembari berlutut.

Meski dia tentu akan kesulitan untuk mengembalikan uang itu. Tapi demi harga dirinya, dia tidak mau menyerah begitu saja.

Hilbram tersenyum miring mendengar penawaran polos dari Ayesha.

Pria itu pun menghempaskan punggungnya di sandaran kursi dan berkata, “Kalau kau bisa mengganti uang yang aku keluarkan, kenapa tidak bisa mengganti hutang-hutang pamanmu?”

“Jangan-jangan kau memang berniat menjual dirimu!” tuduh Hilbram yang entah mengapa kesal.

“T-tidak!” jawab Ayesha cepat.

“Tapi, kau sudah pernah melayani pria lain, ‘kan?” desak Hilbram.

Ada rasa tidak terima jika kenyataannya gadis ini sudah terjamah tangan pria lain.

Diperhatikannya Ayesha yang menggeleng cepat.

“Tidak, aku tidak –” ucap Ayesha spontan, “sebenarnya, apa yang Anda inginkan?”

“Kenapa masih bertanya? Aku sudah membayarmu. Jadi, malam ini kau harus melayaniku dengan baik!” ujar Hilbram mendekati Ayesha dan mengangkat dagunya agar gadis itu bisa menatapnya dengan baik.

“Aku tidak suka barang bekas, jadi kalau kau terbukti tidak perawan, aku akan mengembalikanmu ke rumah pelacuran itu!"

Ayesha melengos menghindari tatapan pria itu padanya.

Air matanya lolos.

Pilihannya sangat sulit.

Jika dia menolak melayani pria ini, maka dia akan kembali ke tempat pelacuran. Dan Tante Murni bisa saja mengurungnya selamanya di sana…..

“Kau mau aku yang melepas jilbab dan bajumu atau kau sendiri yang melakukannya?”  

Ucapan Hilbram yang tiba-tiba itu membuat Ayesha semakin terisak.

Hilbram sendiri sempat mematung.

Hatinya iba melihat Ayesha yang tampak begitu menderita. Namun, harga diri Hilbram tinggi.

Dia tidak ingin begitu saja iba pada wanita  yang sudah dibayar untuk memuaskannya itu.

Sayangnya, pikirannya itu bertentangan dengan yang dilakukan.

Alih-alih memaksa, Hilbram justru bangkit dan berlalu pergi melewati Ayesha yang masih tertunduk di lantai.

Di ruang lain, pria itu menyulut rokoknya dan memanggil Rahman, sang asisten pribadi.

“Bagaimana, Tuan?” tanya sang asisten pribadi pada sang bos muda.

“Dia nangis terus, aku tidak bisa bermain?” tukas Hilbram terlihat kecewa.

Rahman terdiam.

Dia mencoba menganalisis sikap dan perasaan Hilbram.

Apa yang terjadi pada bosnya ini, hingga sebegitu mendesaknya ingin ‘bermain’.

Hilbram bukan pria seperti itu.

Dia tidak kurang wanita cantik yang sukarela menyuguhkan dirinya untuk ditidurinya. Namun, selama ini Hilbram bisa menahan dan menguasai dirinya.

Apakah ini karena Hilbram usianya sudah melewati kepala tiga?

Rahman menggelengkan kepala dengan pikirannya yang tak masuk akal.

Satu-satunya yang mungkin terjadi adalah….  

“Anda sedang jatuh cinta padanya?” tanya sang asisten itu pada akhirnya.

“Aku tidak pernah jatuh cinta,” tukas Hilbram cepat.

Rahman menarik napas panjang.

Kala pemuda seusia Hilbram sibuk pacaran dan bersenang-senang menikmati hidup, dia sudah berkecimpung memimpin perusahaan besar.

Mungkin, karena hal itulah sang bos muda tidak punya banyak pengalaman tentang wanita.

Padahal, Rahman tahu. Pria yang terkesan acuh dan dingin itu, adalah pria yang memiliki sisi lembut dan pengasih.

“Anda tidak pernah seperti ini. Tapi setelah melihat gadis itu, Anda merasa ingin sekali memilikinya, kan? Bisa jadi insting anda mengatakan bahwa gadis itulah yang selama ini anda tunggu-tunggu,” tukas Rahman menggiring perlahan Hilbram memahami dirinya sendiri.

“Anda bukan tipikal pria yang dengan mudah kasihan melihat air mata seorang wanita. Ingat betapa Anda dengan tegas membatalkan pernikahan dengan Nayra karena skandalnya dengan anggota DPRD itu? Dia dan seluruh keluarganya menangis dan memohon pengampunan. Tapi sikap anda tetap tegas. Sementara tidak pada gadis itu,” lanjutnya.

Hilbram tampak memijit keningnya. “Benar, Rahman. Dadaku bahkan merasa sesak melihatnya menangis di dalam sana,” ujarnya pada akhirnya mengaku.

Rahman menghela napas panjang. “Jika demikian, saya akan minta Taher untuk membawa paman gadis itu. Jadi, Anda bisa segera menikahinya.”

Hilbram sontak mendongak menatap pria yang 10 tahun lebih tua darinya itu.

Dia sudah menganggap Rahman lebih dari seorang asisten, tapi sebagai seorang kakak.

Seolah tahu kebingungannya, Rahman kembali berkata, “Saya menyarankan ini bukan tanpa alasan. Anda masih ingat apa yang disampaikan Nyonya Besar Safina dalam wasiatnya, bukan?”

Hilbram pun mengangguk. Dia tentu ingat bahwa seminggu setelah neneknya meninggal, seluruh keluarga besar dikumpulkan untuk mendengar wasiat itu.

Singkatnya dalam wasiat itu tertulis bahwa semua aset keluarga Al-Faruq akan dihibahkan 70% kepada yayasan sosial dan pemerintah jika dalam waktu setahun ini Hilbram belum juga menikah.

Waktu setahun sepertinya masih lama, sehingga Bram belum terlalu memikirkannya.

Namun jika Rahman menyarankan hal itu, Bram akan memikirkannya.

Toh, dia juga menyukai gadis itu, kan?

“Hanya saja, kita baru bertemu dengan gadis itu dia kali. Anda belum memahami betul tabiat dan karakternya. Juga tentang masalah hidupnya. Saya menyarankan demi kebaikan bersama dan agar selanjutnya tidak terjadi hal yang rumit di kemudian hari, maka kita buat saja sebuah perjanjian.”

“Perjanjian?”

Hilbram seolah memikirkan perkataan Rahman. Namun dia memikirkan perasaan Ayesha dan balik bertanya apakah dia akan menerima hal itu?

“Kalau dia menolak tawaran ini, artinya dia harus melaksanakan pilihan kedua: melayani Anda sebagai pelacur yang belum tentu Anda akan lepaskan begitu saja setelah tugasnya selesai. Saya rasa, dia akan memilih tawaran pertama.”

“Menarik. Kalau begitu, tolong urus sisanya,” titah Hilbram tersenyum puas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status