Share

Bab 6 - Recall : Cinta Pertama Nial

"Bapak!"

Bela berlari menghambur dalam dekapan Handoko, ayahnya. Ia baru saja lepas dari Nial yang akhirnya mengijinkannya untuk datang ke rumah sakit setelah Bela menangis agar Nial menghentikan hasratnya yang membara di atas ranjang.

'Tolong, Mas Nial! Kamu bisa melakukan apapun padaku. Tapi tolong, kali ini saja biarkan aku menerima panggilan bapak!'

Bela ingat hal itu yang ia katakan pada Nial dengan air mata yang menggenang. Nial tidak tega karena mata Bela sudah seperti anak kucing yang kedinginan di tengah badai salju.

'Baiklah.'

Bela mengangkat telepon dari Handoko yang mengatakan ibunya kembali kritis. Air matanya semakin jatuh berlinang saat panggilan mereka mati.

'Pakailah baju, Bela! Aku akan mengantarmu ke rumah sakit.'

Tadinya Bela tidak percaya dengan apa yang didengarkannya dari bibir Nial. Tapi saat mata mereka bertemu, ia tahu Nial sungguh-sungguh.

Membuat Bela menurutinya dan di sinilah dia sekarang.

Memeluk Handoko dan memandang keadaan ibunya di dalam ruang ICU yang masih memakai alat bantu pernapasan. Pulse-nya terlihat stabil tapi dia diawasi oleh beberapa perawat.

"Jangan menangis!"

Handoko mengusap puncak kepala anaknya dan mengusap air mata Bela. Ia tersenyum saat melihat wajah putrinya. Tapi kemudian alisnya berkerut saat melihat luka tergores di pipinya dan sudut bibirnya yang berdarah.

"Apa yang terjadi denganmu? Tuan Nial melakukan hal buruk?"

Bela menggeleng dengan cepat.

"Tidak. Aku bertemu dengan Vida tadi dan dia menamparku sampai bibirku berdarah."

Handoko terperanjat hingga kebisuan dingin sesaat menghampiri. Iris mata tuanya bergetar dengan guratan marah yang tak ia sampaikan.

"Tapi kenapa pipimu? Kenapa ada bekas tergores di sini?"

Handoko melihat lengan Bela juga terdapat luka yang sama.

"Tuan Nial yang melakukannya?" tanyanya sekali lagi. 

"Tidak, Pak. Mas Nial justru malah menolongku."

Bela menjawab secepat mungkin agar Handoko tidak curiga. Ia melihat Nial yang datang setelah parkir dan saat ini ia berdiri di belakang ayahnya.

Mengikuti arah pandang Bela, Handoko memutar tubuhnya dan menjumpai Nial di sana. Ia menunduk memberi salam pada anak menantunya yang secara tidak langsung juga adalah anak dari bos sekaligus sahabatnya dari SMA, Hendro Abdisatya.

Sebelum hiatus bekerja karena harus merawat istrinya, Handoko adalah sopir Hendro. Bisa dibilang ia adalah orang kepercayaan Hendro.

"Jangan menundukkan kepala! Sekarang aku adalah anak Ayah, 'kan?" ucap Nial sekilas tersenyum pada Handoko.

Senyum paling hangat yang pernah dilihat Bela sejauh ini.

Seperti tahu Bela terus memandangnya, Nial membalasnya dan Bela buru-buru berpaling.

"Bagaimana keadaannya?"

Nial melangkah melewati Bela dan melihat Sasti melalui jendela di ruang ICU.

"Sekarang membaik, sebelumnya dia kritis," jawab Handoko.

"Saat dia keluar dari ICU, mintalah ruangan VIP. Jadi Ayah bisa istirahat juga."

Bela dapat mendengar ada kehangatan di dalam suara Nial meski itu dikatakan dengan wajah yang dingin dan acuh.

"Terima kasih untuk sudah memberinya pengobatan yang layak," ucap Handoko, tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Bukan masalah besar, aku hanya menepati janji untuk orang-orang yang juga menepati janjinya."

Ia mengerling sekilas pada Bela sebelum melangkah pergi dari sana. Bela hanya terus melihatnya sampai punggung bidang itu menghilang di tikungan. 

'Apa dia ingin jadi tsundere? Mengatakan hal-hal hangat tapi dengan wajah yang menyebalkan?'

Bela bertanya dalam hatinya. Tapi Handoko menghentikan monolognya saat ia mendekat dan menepuk pundak Bela yang tak kunjung merespon panggilannya yang sudah sebanyak dua kali.

"Ya, Pak?"

Handoko mendengus.

"Kamu pulanglah, Bel! Ajak Nial pulang!"

"Tapi 'kan Bela mau nungguin ibu di sini."

"Kamu besok 'kan kuliah, Nial juga harus bekerja."

"Jangan pikirkan Nial!"

"Bela ...."

Handoko mengusap punggung anak perempuannya.

"Sekarang, hidupmu bukan hanya tentang Bapak saja, tapi juga untuk Nial."

Bela berpikir andai ayahnya tahu bagaimana kasar dan dinginnya Nial, mungkin dia sudah menyuruh Bela pergi dari rumah Nial. Tapi Bela tidak ingin mengatakannya. Cukup dia sendiri yang merasakan pahitnya hidup bersama Nial, ayahnya tidak perlu tahu.

"Bapak bisa melihat dia suka denganmu. Hanya saja dia tidak bisa mengatakannya.

'Hah? Lelaki itu? Menyukaiku? Mana mungkin! Dia saja tidak bisa melupakan istrinya, jadi bagaimana bisa dia menyukaiku? Tapi 'kan bapak melihatnya dari sudut pandang orang lain. Jadi masa sih?'

Di sisi lain, Nial meninggalkan Bela agar ia bisa bertemu dan bicara dengan Handoko.

Ia mendengar sendiri bagaimana Bela menutupi kesalahannya yang jelas-jelas menjadi penyebab utama luka yang didapat Bela karena tangannyalah yang mendorong Bela masuk ke dalam gudang dan ia kunci dari luar.

"Kenapa dia tidak mengadu saja pada Handoko kalau aku menguncinya dalam gudang? Kenapa malah melindungiku? Dia ingin menarik perhatianku?"

Nial beringsut mundur saat suara datang dari arah depan dan lepas dari pengawasannya.

"Awas! Tolong minggir!"

Seorang perawat pria mendorong brankar bersama beberapa perawat yang lain. Di atas brankar itu tergolek perempuan bersimbah darah yang bisa ditebak dia baru saja mengalami kecelakaan. Mereka mendorongnya dengan cepat memasuki ruang bedah sentral.

Nial meneruskan langkahnya yang terasa mengambang. Kakinya seperti tidak lagi menginjak bumi atau paving yang ada di depan pintu gawat darurat.

Perempuan bersimbah darah barusan telah mengingatkannya akan Catherine, mantan istrinya yang telah tiada. 

'Mas Nial! Aku akan memakai dress ini!'

Ia ingat betul hari itu Catherine berputar di depannya dengan mengenakan dress satin berwarna putih, hadiah untuk ulang tahun pernikahan mereka yang ke sepuluh.

'Apa aku cantik?' Catherine tersenyum dan ia masih berputar sekali lagi agar semua bentuk tubuhnya yang terbalut hadiah dari Nial bisa dilihat.

'Iya, kamu cantik, Sayang!'

'Mama cantik!' Suara anak laki-laki terdengar dari samping Nial, mereka duduk di tepi tempat tidur melihat Catherine yang tersenyum bahagia.

'Apa aku bilang? Kamu cocok dengan dress itu! Iya 'kan Gavin, Mama cantik 'kan memakai itu?

Anak lelaki berumur tiga tahun itu mengangguk. Dia adalah Zargavin Leo Abdisatya, anak Nial dan juga Catherine yang mereka nanti cukup lama. Setelah tujuh tahun pernikahan dan penantian, mereka baru bisa mendapatkan Gavin dalam pangkuan.

Dada Nial begitu sesak, ia duduk dengan lemas di bangku yang ada di bawah pohon di halaman rumah sakit. Dinginnya angin malam membuat gigilnya semakin parah. 

Ia masih bisa mendengar percakapan mereka hari itu bahkan setelah tiga tahun berlalu. Ingatannya mengabur lalu redup seperti layar proyektor yang dimatikan saat angin dingin melewatinya.

Kenangan akan hidup bahagianya bersama Catherine hanya berakhir sampai di situ saja. Karena yang tersisa selanjutnya adalah sebuah rasa perih yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Mas Nial!"

Nial meremas kemeja di dadanya, ia hampir tidak bisa bernapas karena suara Catherine begitu dekat di sisinya. Seperti sosoknya masih hidup dan bersamanya sampai saat ini.

"Mas Nial!"

Tubuhnya berguncang dan saat ia menoleh ke samping. Panggilan itu nyata adanya. 

....

Bela tidak tahu harus mencari Nial ke mana setelah berpamitan pulang pada Handoko. Tapi ternyata ia bisa menemukan Nial di sini. Di bawah pohon.

Duduk meringkuk seperti sedang kesakitan dan meremas kemeja di dadanya yang tertutup coat panjang warna hitam.

Saat Nial menoleh, Bela tidak menyangka bahwa cairan bening yang menggenang di kedua mata Nial itu adalah air mata.

"Mas Nial kenapa?"

Ia tahu ia lancang. Tapi ia tidak tahan saat seseorang dirundung kepedihan meski tidak ada orang lain yang peduli dengan sedih yang dia rasakan.

Nial tak menjawabnya, ia hanya terus memandang Bela hingga membuatnya duduk di sampingnya dan mengusap punggung tangannya.

Bela tidak siap!

Nial menjatuhkan kepalanya di pundaknya. Membuat Bela hanya duduk seperti patung pualam yang sedang dipahat.

"Mas Nial?"

"Akhirnya kamu datang. Aku merindukanmu, Catherine."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Christy Lino
Guncangan yg berat bwt Nial saat khilangan istri & anak yg sangat dia cintai,..semoga sceptnx dia bisa membuka hati utk mnerima & mncintai Bela dgn tulus**
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status