"Pelangi bangun, Pelangi!!"
Langit mencoba membangunkan tubuh Pelangi yang tergeletak di atas tempat tidur dengan tubuh lemah."Ya, tuhan. Semoga dia tidak apa-apa." Gumam Langit panik."Ma– mas, aku tidak apa-apa. Ini hanya–" ucapan Pelangi terhenti seiring dengan tubuhnya yang semakin lemah dan pandangannya yang mengabur."Ya, Tuhan apa yang aku lakukan. Bagaimana kalau dia mati? Bisa gawat aku!" Langit mengangkat tubuh tidak berdaya Pelangi dengan tergesa-gesa langit meninggalkan apartemen menuju rumah sakit terdekat."Dok, bagaimana dengan kondisinya?" tanya Langit ketika seorang dokter keluar dari UGD."Tubuhnya sangat lemah, sepertinya dia tidak makan sejak kemarin. Dan ada masalah dengan lambungnya jadi untuk berapa hari akan tetap dalam pantauan kami. Sebentar lagi pasien akan di pindahkan ke ruang perawatan, beruntung bapak segara membawanya ke sini jika tidak mungkin kondisinya jauh lebih parah dan lebih fatal lagi tidak tertolong."Langit mengangguk tanpa bisa menjawab perkataan wanita yang berpakaian putih. Dokter Wati berlalu dari hadapan Langit yang merutuki kebodohannya membiarkan Pelangi di apartemen tanpa ada makanan selain air putih.Seorang suster mendorong brankar menuju ruang perawatan."Saya permisi jika ada hal penting, silahkan tekan tombol di sebelah sana." Ucap suster sebelum meninggalkan ruang perawatan."Baik sus, terima kasih."Setelah kepergian suster Langit memandang wajah pucat Pelangi yang terlihat cantik walau tanpa polesan."Wajahmu begitu cantik, secantik hatimu. Tapi maaf, aku kecewa dengan semua kebohongan yang kalian ciptakan demi keuntungan kalian." Lirih Langit.Lelah menunggu Pelangi yang tertidur Langit merebahkan tubuhnya di kursi, tempat yang begitu nyaman untuknya saat ini. Namun, indahnya mimpi harus hilang saat terdengar suara langkah."Kamu mau ke mana?" Langit mendekati Pelangi yang menyeret tiang di mana berisikan cairan infus yang mengalir ke tubuhnya."Maaf, membangunkan. Saya mau ke kamar mandi."Pelangi melanjutkan lagi langkahnya, dengan cepat Langit mengambil alih memegang tangan Pelangi masuk ke dalam kamar mandi."Sudah?" tanya Langit saat Pelangi keluar."Lain kali jangan bersikap seperti ini. Aku tidak suka, atau kamu ingin memperlihatkan pada orang tua kita, iya? Supaya aku terlihat buruk di mata mereka?!" sentak Langit setelah Pelangi merebahkan tubuhnya."Bu– bukan itu mas, aku hanya tidak ingin," Pelangi menundukkan wajahnya tatapan Langit berhasil membuat tubuhnya bergetar."Lalu apa, hah?""Aku tidak mungkin keluar dari apartemen sebelum meminta ijin pada mas, maaf sudah membuat mas repot.""Kamu tahu kalau begini bikin repot, kenapa tidak hubungi aku sih! Kalau mau ngomong itu di pikir dulu. Jangan asal ngomong!""Ta– tapi, mas, aku–""Apa lagi, hah? Mau cari alasan lagi gitu!""Maaf mas, aku enggak bermaksud tapi, aku nggak tahu nomer ponsel mas Langit. Bagaimana aku bisa menghubungi mas,"Dengan keberanian yang tersisa Pelangi berusaha untuk menjelaskan pada langit bahwa semuanya terjadi bukan karena keinginannya tetapi dia tidak ingin pergi dari apartemen tanpa seizin dari suami dan lagi pula Ia pun tidak tahu nomor ponsel Langit sehingga Pelangi memilih untuk diam."Ya sudah. Lain kali kalau ada apa-apa kamu keluar saja. Tidak perlu meminta ijin padaku,"***Setelah di rawat dua hari di rumah sakit hari ini Pelangi di ijinkan untuk pulang dengan catatan untuk tidak terlambat makan. Sebab Pelangi memiliki masalah dengan lambungnya."Turun!" sentak Langit."Kita di mana, mas?" tanya Pelangi. Menyadari mereka berhenti di salah satu super market."Tempat tidur! Ini supermarket, gunanya untuk belanja. Cepat turun dan beli semua kebutuhan untuk satu bulan ke depan."Pelangi mengikuti langkah panjang Langit mengambil troli dengan cekatan Pelangi mengambil semua barang kebutuhan selama satu bulan tidak lupa untuk pribadinya. Dan itu semua sesuai perintah Langit."Tunggu! Em, kamu ambil berapa makanan ringan untukku. Kamu juga, untuk satu bulan." Ucap Langit mengingat kejadian berapa hari yang lalu membuat Langit lebih hati-hati."Baik mas,"Pelangi kembali mendorong troli memilih berapa makanan ringan untuknya dan juga untuk Langit. Di rasa sudah cukup Pelangi menunggu antrian di depan kasir.***Hari pertama setelah kepulangannya dari rumah sakit Pelangi di sibukkan dengan pekerjaan rumah, mengerjakan semua tugasnya sebagai seorang istri. Bukan, anggapan sebagai seorang istri Langit sebagaimana mestinya. Namun Pelangi hanya merasakan tapi tidak dengan Langit.Pelangi yang telah menyelesaikan tugasnya berusaha untuk membersihkan semua ruangan tanpa terkecuali kamar utama yang di tempati oleh Langit."Assalamualaikum mas, silahkan sarapan a–" Pelangi mundur saat tatapan dingin Langit mampu membuat tubuhnya bergetar."Apa tadi kamu, bilang? Makan? Sarapan? Kamu punya otak apa enggak, sih? Berapa kali aku bilang jangan membuat apa pun untukku. Aku tidak akan menyentuh apapun yang sudah kamu sentuh, paham? Kalau tidak paham maka akan aku buat tulisan kamu tempelkan di otak kamu yang bodoh itu. Supaya kamu bisa mengingat setiap, hari!!" Sentak Langit membuat tubuh Pelangi bergetar."Ma– maaf, mas aku janji tidak akan bertanya lagi. Atau menawarkan makanan apa pun pada mas Langit." Sahutnya lirih.Langit tidak peduli seberapa sakit hati Pelangi baginya, apa yang dia lakukan adalah hal yang wajar. Sebagai bentuk rasa sakit hatinya, kebencian dan kemarahannya atas apa yang di lakukan oleh Pelangi dan keluarganya telah menorehkan rasa yang sulit untuk ia terima."Kau sudah paham, sekarang?""I– iya, mas," lirih Pelangi.Langit meninggalkan Pelangi yang tertunduk lantai yang basah dan air yang sedikit tergenang akibat ulah langit yang dengan sengaja menumpahkan walau tidak terlalu banyak namun, berhasil lantai semakin licin. Husna tidak lagi menghiraukan kata yang di lontarkan oleh Langit meski bagaikan hantaman yang begitu menyakitkan.Menyadari Langit telah pergi tubuh Pelangi luruh ke lantai namun dering ponsel di kantong gamisnya menyadarkan dirinya dari lamunan.Belum sempat Pelangi mengambil ponselnya tiba-tiba suara Langit kembali terdengar."Hei!! Kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Lihat air begitu banyak yang tumpah, kenapa kamu tidak bersihkan? Cepat bersihkan!!!" Langit kembali ke kamar ponselnya yang tertinggal sehingga membuatnya kembali. Saat melewati tanpa sengaja ia melihat wajah Pelangi yang sendu.Langkahnya terhenti tanpa sengaja mendengar suara Pelangi yang tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."Assalamualaikum, Umi, Abah, apa kabar?""Wa'alaikumsalam, kabar abah dan Umi Alhamdulillah sehat. Bagaimana dengan kabar kamu di sana? Umi dan Abah harap kamu dalam keadaan sehat. Sayang, Kenapa suara kamu parau ? Apa kamu sedang menangis? Apa nak Langit memperlakukan kamu dengan baik?" Umi yang merasa jika putri bungsunya tengah menyembunyikan sesuatu berusaha untuk bertanya walau ia tahu bahwa putri bungsunya tidak akan menjawab ataupun menceritakan masalahnya."Alhamdulillah, kabarku sangat baik begitu juga dengan mas Langit kami dalam keadaan sehat walafiat. Umi, aku tidak menangis hanya saja bawang bawang ini membuat air mataku mengalir. Umi tahu bukan kalau aku tidak bisa mengupas bawang? Sepertinya aku harus belajar banyak untuk mengupasnya lebih banyak lagi Umi," Pelangi menghapus jejak air mata yang tidak hentinya mengalir walau beberapa kali ia mengusapnya. Tetap saja cairan bening itu terus mengalir."Kamu sedang memasak nak? Apa Umi sudah mengganggu kamu? Kalau begitu lanjutkan saja masaknya jangan biarkan suamimu terlalu lama menunggu kita bisa bicara lagi nanti, salam untuk nak Langit, Assalamualaikum.""Wa'alaikumsalam, akan aku sampaikan salam Umi untuk mas Langit." Pelangi menyimpan kembali ponselnya ke dalam kantong gamisnya.Melanjutkan membersihkan air yang menggenang di lantai."Minggir!!" Langit menyingkirkan ember dengan kakinya hal yang membuat Pelangi terkejut. Sebab air dalam ember kembali membasahi lantai."Kenapa? Kamu ingin protes dengan sikapku, hah? Itu tidak akan bisa. Itu sudah menjadi sejarah untukmu!!"Sosok pria yang diam-diam memperhatikan dua sejoli tengah berbahagia, setelah di karuniai seorang anak yang begitu tampan dan putri yang cantik kini gelar sarjana untuk kedua kalinya telah didapatkan. Sukses dalam rumah tangga, mendidik anak-anak dan menjaga keromantisan dengan sang suami telah ia pertahankan. Selain itu sifat dan kerja kerasnya semakin terlihat dengan jelas, ada rasa sesak di ujung sana tetapi semua telah berakhir. Berusaha melupakan dan memilih untuk mencari pendamping tetapi semua telah tertutup hatinya hanya ada satu nama dan itu selamanya."Menikahlah dengan wanita lain yang bisa membuatmu jatuh cinta. Walau hal itu mustahil tapi lakukan demi Mama." "M–ma," Rizky terkejut dengan kehadiran Ibunya yang tiba-tiba ada di sampingnya.Pria yang sejak tadi memperhatikan Langit dan Pelangi adalah Rizky pria yang sampai detik ini masih menyimpan rasa pada Pelangi meski hal itu tidak benar tetapi Rizky tidak bisa menolaknya. Menepis? Berulang kali di lakukan namun nama i
Kebahagiaan kini di rasakan oleh keluarga besar Wiratama dan juga keluarga besar di pesantren dan panti. Terlebih Umi Rahayu dan Abah Yusuf. Setelah berapa jam mereka dalam keadaan cemas dan rasa takut akan sesuatu terjadi pada Pelangi."Alhamdulillah, sayang kamu baik-baik saja. Mas takut sesuatu terjadi sama kamu, bagaimana hidup mas dan anak kita jika—""Mas bicara apa, hem? Ada Allah yang akan menjagaku dan keluarga kita. Mas, kamu sudah adzani anak kita?" tanya Pelangi. Berharap sang suami belum melakukannya tidak di pungkiri dirinya ingin melihatnya momen sang suami untuk pertama kalinya melantunkan adzan di telinga sang anak."Astaghfirullahaladzim, mas lupa dek. Maafkan mas ya, terlalu memikirkan kamu sampai abai dengan anak kita," "Ya mas, tak apa. Aku tahu posisi mas Langit,* lirihnya mengecup kening Langit. Sontak membuat pria itu seketika terdiam melihat aksi sang istri."Jangan nakal dek, kamu tahu mas harus puasa selama 40 hari? Dan kamu sekarang menguji puasa mas," uca
Setelah malam itu pembicaraan yang membuat dirinya kembali tenang. Sang ayah memberikan wejangan padanya jika semua akan baik-baik saja. Anak dan istrinya pasti bisa melewati semua dengan tenang."Den mau berangkat sekarang? Apa tidak sebaiknya menunggu Nyonya sama neng Pelangi?" Mbok Sri meletakan kopi yang di inginkan oleh Langit.Duduk tidak jauh dari anak asuhnya yang sangat ia sayanginya."Ya sudah mbok, aku tunggu di rumah saja. Tapi kenapa aku gelisah ya Mbok? Apa sesuatu terjadi pada mereka? Mbok tau kan mereka perempuan semua." Ujar Langit gelisah."Insya Allah mereka baik-baik saja den. Ada nyonya sama Erna, mereka pasti bisa menjaga neng Pelangi," Langit mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Mbok Sri. Meski hatinya terus merasakan sebaliknya.Setelah kepergian Mbok Sri ke dapur tak berselang lama sang adik pun datang sama halnya dengan mbok Sri, Rizky pun meyakinkan dirinya bahwa Pelangi akan baik-baik saja bersama dengan ibu mereka."Abang tau, tapi entah kenapa
Kehamilan Pelangi yang semakin membesar tidak menghalangi langkahnya untuk tetap menuntut ilmu di universitas milik suaminya. Meski sikap teman-temannya canggung padanya tetapi Pelangi tetaplah Pelangi yang rendah hati ia merangkul semua temannya tanpa terkecuali laki-laki.Baginya yang terjadi berapa bukan yang lalu hanyalah sebuah kesalahanpahaman di antara mereka karena ulah seseorang yang ingin menjatuhkan dirinya. Kini hubungan Pelangi dengan yang semakin membaik.Berbeda dengan sahabat wanitanya, Evan pria yang pernah mengutarakan isi hatinya kini memilih untuk keluar dari kampus setelah terbukti jika dirinya adalah salah satu pria yang pernah singgah dalam kamar Amara. Bukan cinta yang di rasakan oleh Evan melainkan kebutuhan dan keinginan Amara yang menggebu padanya. Hatinya pada amara berbeda dengan isi hatinya lada Pelangi. Cintanya pada istri pemilik kampus tempatnya mencari ilmu memaksakan dirinya untuk pergi melanjutkan studinya di luar negeri dan mengubur cintanya pada P
"Mah, Pelangi tidak apa-apa. Hanya ketiduran terlalu lelah terlebih sekarang—" Langit menatap keluarganya yang kini berada di dalam kamarnya."Kita bicarakan di luar saja, jangan sampai kalian mengejutkan istriku yang istirahat," lanjutnya setelah terdiam sesaat.Dengan perasaan yang diliputi rasa penasaran Mereka pun akhirnya mengikuti perkataan Langit keluar tanpa ada suara kini setelah sampai di ruang keluarga. Rosa orang pertama yang mendesak Langit untuk mengatakan yang sebenarnya."Bisa sekarang kamu katakan pada Mama, Lang? Sebenarnya ada apa dengan menantu Mama? Jangan bikin Mama cemas terlebih kondisi Pelangi yang saat ini terlihat begitu lemah," "Mama istriku tidak lemah dia hanya kelelahan apa Mama tidak perhatikan bagaimana wajahnya sekarang lebih chubby?" ujarnya tersenyum mengembang.Sontak Mereka pun mengangguk membenarkan perkataan Langit."Lantas apa masalahnya?" Gustav akhirnya bersuara memperhatikan Langit yang begitu tenang namun terlihat bahwa wajahnya begitu bah
Berapa bulan kemudian kehidupan Pelangi semakin berwarna dengan keluarga dan sahabat yang selalu berada di dekatnya. Langit yang selalu memberikan cinta dan kejutan untuknya sontak berhasil menghadirkan rasa yang semakin meluluhkan hatinya.Hidupnya seakan dejavu dengan impiannya yang dulu sebelum menikah dengan Langit. Impian bahagia dengan keluarga yang harmonis dan suara tawa anak-anak mereka menghiasi rumahnya.Namun sepertinya Allah belum mempercayakan rahimnya terisi seperti keinginannya."Sayang, kamu yakin mau makan lagi? Maaf bukan mas gak suka, tapi kamu bakalan nyaman nantinya?" Langit melihat ekspresi wajah istrinya yang terlihat begitu lahap menikmati crepes yang baru di beli olehnya. Pelangi tidak terganggu dengan ucapan Langit yang tidak hentinya menggodanya. Baginya saat ini menikmati aneka rasa crepes adalah keharusan."Mas—" lirihnya, hanya melirik suaminya dan kembali melanjutkan makannya."Y–ya, sayang, kamu nikmati saja ya? Kalau kurang nanti mas pesen lagi," ucap