Share

4. Wanita Penipu 2.

"Kamu akan merima akibat dari perbuatan kamu. Kamu akan membayar mahal atas penipuan yang kamu lakukan padaku, wanita licik!" Gumam Langit menatap Pelangi dari ekor matanya.

Waktu menunjukan pukul sembilan pagi Pelangi yang sudah bersiap untuk mengikuti sang suami ke kota.

Usai berpamitan pada Abah dan Umi mereka memasuki mobil mewah milik Langit berlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang karena jalanan yang berbelok-belok.

Perjalanan mereka yang memakan waktu empat jam tanpa jeda hanya berhenti untuk melaksanakan salat dhuhur dan makan siang setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai di ibu kota, Langit langsung membawa Pelangi ke Apartemen pribadinya.

Pelangi keluar dari mobil Langit yang mengeluarkan koper dari bagasi di bantu dengan sopir pribadinya, mereka menuju lantai lima belas mengunakan lift. Pelangi menatap bangunan Apartemen yang terlihat mewah dan modern, sampai di lantai lima belas mereka keluar langkah Pelangi begitu ringan saat berada di samping Langit hingga sampai di pintu Apartemen yang mengarah langsung ke lift memudahkan mereka untuk bepergian.

Langit menekan berapa angka pada pintu sehingga terdengar sunyi klik' pintu terbuka dengan sendirinya.

"Assalamualaikum," ucap salam Pelangi sebelum kakinya melangkah masuk kedalam.

"Wa'alaikumsalam, masuk."

Langit membawa Pelangi kearah kamarnya dan membukanya dengan lebar, saat Pelangi akan meletakkan barang miliknya suara Langit mengejutkan dirinya.

"Ini kamarku hanya kamarku. Dan kamar kamu ada di sebelah tanpa terkecuali jika orang tuaku datang maka kamu akan tinggal di kamarku! Ingat jika orang tuaku datang ke sini jika tidak maka kamar kamu kembali ke sana. Apa kau paham?" Ucap Langit penuh penekanan.

"I– iya mas–" sahut Pelangi terbata.

"Bagus! Sekarang bawa semua barang-barang kamu keluar dari kamarku, cepat!" Seru Langit.

Melihat Pelangi yang kesulitan membawa koper dengan kasar Langit mengambil alih koper milik Pelangi membawanya ke kamar tamu yang selama ini di tempati adik atau sahabatnya jika berkunjung.

"Mas Langit, mau makan apa? Aku akan membuatnya–" ujar Pelangi, walau Langit bersikap dingin padanya namun, sebagai seorang istri Pelangi melakukan kewajibannya untuk melayani Langit.

"Tidak perlu, masak apa pun! Jika kamu mau masak maka masaklah untukmu. Tapi tidak untuk ku, jangan berharap aku akan menyentuh atau memakan apa pun yang kau sentuh!" Sentak Langit.

"Jawab! Kenapa kamu hanya diam? Apa kamu tuli, hah?" lanjut Langit melihat Pelangi hanya diam.

"I– iya, mas."

"Sekali lagi aku bicara, jangan membuat kesalahan apapun selama tinggal di sini kalau tidak. Kamu akan menerima akibat dari perbuatan mu, di sini, aku yang berkuasa dan di sini pula aku bisa melakukan apa pun terhadap kamu, wanita penipu." Kata Langit dingin.

Mampu membuat hati Pelangi terasa sakit, kata yang di ucapkan Langit adalah satu dari sekian kata yang akan menguji kesabarannya. Dan Pelangi berusaha untuk menerimanya dengan ikhlas.

Langit beranjak pergi dari apartemen langkahnya terhenti berbalik kearah wanita yang menundukkan wajahnya.

"Aku tidak peduli dengan apa yang akan kamu lakukan tapi, ingat statusmu adalah istriku tapi bukan berarti kamu bisa menyentuh semua barang milikku. Lakukan apa yang kamu mau lakukan, itu tidak ada urusannya denganku. Tapi ingat jangan ikut campur urusanku!" ucap Langit dingin.

Braaaakkkk!!

Suara pintu di banting cukup keras membuat Pelangi terlonjak.

"Astaghfirullah, apakah ini sudah dimulai? Kebencian kamu terhadap aku, mas? Bismillahirrahmanirrahim, aku pasti kuat semua demi Umi dan Abah, aku sangat menyayangi kalian. Umi, Abah, doakan putrimu tetap kuat menjalani kehidupan ini hingga nyawa ini meninggalkan raganya." Lirih Pelangi.

Di depan pintu apartemen Langit mengusap wajahnya dengan kasar pernikahan yang semula ia ingin menolaknya. Namun, demi kedua orang tua pada akhirnya Langit menerimanya namun mereka dengan mudah mempermainkan hatinya. Rasa yang semula mengagumi kini berubah menjadi kebencian dan dendam terhadap wanita yang berada di dalam apartemen miliknya.

"Maaf aku tidak bisa mencintaimu, hati ini masih terasa sakit. Semoga kamu bersabar menunggu sampai di mana aku bisa menerima pernikahan ini, dan memaafkan semua kesalahan keluargamu dan benci ini menjadi cinta untukmu. Untuk mencapai itu kamu dan aku akan tersiksa selamanya mungkin cinta itu tidak akan pernah hadir tapi setidaknya apa yang aku rasakan kamu pun harus merasakannya." Gumam Langit bersandar di depan pintu yang tertutup rapat.

Di dalam apartemen Pelangi merapikan kamarnya walau terlihat rapi dan wangi tetapi ia ingin melakukan sesuatu agar hatinya jauh lebih tenang.

Waktu begitu cepat berlalu hari berganti namun sang suami tidak kunjung pulang sejak kepergiannya dari apartemen setelah mengantarnya di apartemen.

"Kamu kemana mas? Kenapa tidak pulang." Pelangi melangkah ke dapur sama seperti kemarin tidak ada makanan atau pun beras. Sehingga Pelangi lagi-lagi hanya air putih sebagai pengganjal perutnya yang terasa lapar.

Sementara itu Langit yang memilih tidur di kantor di kejutkan dengan kehadiran asisten pribadinya.

"Pak Langit tidak ingin pulang lagi? Atau pak Langit membutuhkan sesuatu?" tanya Anang asisten pribadi Langit.

"Jam berapa sekarang?" tanpa menjawab Langit melontarkan pertanyaan pada Anang.

"Jam Lisa sore. Apakah pak Langit tetap di sini?" lagi satu pernyataan yang sejak tadi di kunjung di jawab oleh Langit.

"Um, tidak. Aku akan tidur di sini, kamu belikan kebutuhan ku." Sahut Langit tanpa menoleh pada assitennya. Baginya apartemen adalah neraka untuknya, lebih baik dia memilih tidur di kantor tanpa harus bertemu dengan wanita yang kini tengah menunggunya.

Menunggu kedatangan Langit dalam keadaan kelaparan, dan sayangnya Langit tidak menyadarinya.

"Kenapa masih di sini? Cepatlah pergi beli kebutuhan untukku." Ucapnya tajam.

Langit kembali di sibukkan dengan berkas di mejanya deringan ponselnya ia abaikan tanpa berniat untuk mengangkatnya.

Hingga Vara sekertaris menemuinya, dengan enggan Langit mengijinkan sekertaris masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Pak Langit, maaf Nyonya Rosa meminta bapak untuk segera menghubungi beliau segera." Ucap Vara menatap pria yang fokus dengan berkas dan laptopnya yang menyala.

"Hum," sahutnya dengan gumaman.

Langit meraih ponselnya yang ia masukkan ke dalam kantong celananya. Menekan nomer sang ibu, tidak membutuhkan waktu lama sambungan terhubung terdengar suara wanita yang amat ia rindukan dan kecewa saat ini.

"Assalamualaikum, Mama." Sapa Langit.

"Wa'alaikumsalam, Mama minta maaf sudah menganggu kebersamaan kalian. Tapi, Mama ingin bertemu dengan menantu Mama. Bukankah kalian sudah sampai? Kapan kalian berkunjung ke rumah Mama? Sayang, bagaimana dengan masakan Pelangi? Mama tahu dia istri yang baik buat kamu. Dia juga jago masak lho sayang, jangan lupa ajak ke rumah Mama, Mama mau ajak makan di restoran langganan Mama." Ucap Rosa panjang lebar.

"Mama, udah dulu. Jangan ganggu dulu!"

Sambungan telepon terputus, Langit menyambar kunci di atas meja berlari keluar dengan terburu-buru mengingat Pelangi di apartemen sendiri.

"Pelangi bangun, Pelangi!!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status