Share

6. Kesabaran Yang Terus Diuji.

Langit menendang ember yang ada di hadapannya kebencian dan kemarahannya atas apa yang di lakukan oleh Pelangi dan keluarganya telah menorehkan rasa yang sulit untuk ia terima. Terlebih melihat wajah Pelangi maka ingatannya kembali pada saat dia menjabat tangan Abah untuk menikahi Pelangi.

Langit meninggalkan Pelangi yang terdiam tanpa bisa mengucapkan satu kata pun, namun tidak hentinya dalam hati mengucap istighfar. Berulang kali Pelangi mengusap dadanya melihat sikap Langit yang semakin menjadi padanya.

"Apa pun yang kamu lakukan padaku, dengan ikhlas aku terima. Asalkan jangan di hadapan kedua orang tuaku, hatiku pasti kuat. Sekuat kamu membenciku." Lirihnya melihat pintu yang tertutup dengan kencang.

Berulang kali Pelangi mengusap wajahnya yang tidak hentinya bulir bening mengalir dari dua matanya. Tidak di pungkiri hatinya begitu sakit mendapatkan kenyataan dalam hidupnya. Bukan hanya pernikahan dengan pria yang tidak di kenalnya tetapi ada hal yang lebih mengejutkan yaitu dengan sikap arogan Langit.

Pelangi kembali dengan aktivitasnya mengabaikan rasa sakit yang ia rasakan, hingga dua jam ia telah menyelesaikan semuanya. Pelangi yang tahu benar jika suaminya pergi dan pulang sesuka hatinya dengan sabar Pelangi akan tetap menjadi istri yang baik untuk Langit.

Menghibur hatinya jika suatu saat ia mampu membuat suaminya akan jatuh hati padanya. Percaya sekeras dan bencinya Langit padanya suatu hari nanti Langit akan luluh dan memperlakukan dirinya selayaknya suami pada istrinya.

"Aku percaya padamu Ya Rabb, hati suamiku akan luluh dan menjalani rumah tangga ini sesuai syariat." Gumam Pelangi.

Waktu yang berlalu dengan cepat Pelangi yang sejak pagi berada di apartemen seorang diri. Langit yang tidak kunjung pulang membuatnya enggan untuk memejamkan matanya.

Suara detik jarum jam bagaikan irama musik yang merdu untuknya, tanpa ada suara televisi meski Pelangi di perbolehkan. Tetapi ia hanya ingin menjaga apa yang menjadi keinginan suaminya.

Membatasi gerak di apartemen milik Langit, agar tidak ada pertengkaran di antara mereka. Sebab ia tidak tahu barang apa yang boleh di sentuh dan tidak namun, Pelangi menyadari jika batas yang di izinkan adalah dapur tanpa terkecuali kamar utama.

Demi menghilangkan rasa jenuhnya Pelangi membaca Al-Qur'an agar hatinya kembali tenang tidak lupa untuk mendoakan orang-orang yang sangat ia sayangi termasuk laki-laki yang kini telah menjadi imamnya.

Meski kebencian yang di tujukan Langit padanya tetapi tidak, membuat Pelangi menyerah ia akan terus mencoba dan tetap bertahan di samping Langit apa pun yang terjadi nanti.

"Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah mudahkan semua urusan hamba. Hamba percaya di balik indahnya masa pengenalan ini, ada kebahagiaan yang telah engkau siapkan untuk hamba dan–" Pelangi menghentikan doanya meminta pada sang pemilik kehidupan untuk menjaga hatinya dan orang-orang yang sangat dua cintai. Dengan gerakan cepat Pelangi melepaskan mukena saat suara pintu terdengar terbuka secara kasar gegas Pelangi keluar setelah berganti dengan kerudungnya.

"Astaghfirullah, mas!" pekik Pelangi mendapati suaminya yang mabuk berat.

"Minggir penipu! Aku benci kamu! Menyingkir dari hadapanku! Wanita sialan. Gara-gara kamu aku harus menderita dan gara-gara kamu aku harus menjalani rumah tangga penuh dendam! Kau, adakah wanita yang seharusnya enyah dari sampingku!!" Langit mendorong kasar tubuh Pelangi hingga tersungkur kebelakang naas keningnya mengenai ujung meja kecil yang berada tidak jauh dari pintu.

"Aww," Pelangi mencoba untuk tetap tenang menahan rasa sakit yang teramat bahkan pandangannya berkurang. Sehingga tubuhnya hampir saja terjerembab ke depan.

Braaaakkkk!!

Pelangi mengusap dadanya melihat sikap sang suami yang begitu dingin padanya, Bahkan saat malam pertama yang seharusnya menjadi malam yang bahagia berakhir dengan sebuah kata penipuan yang diucapkan oleh sang suami setelah mengetahui bahwa dirinya hanyalah seorang wanita yang menggantikan pengantin wanita yang seharusnya Intan. Kakaknya yang melarikan diri di hari pernikahan.

Terdengar suara barang berjatuhan dari kamar utama Pelangi mencoba untuk membantu namun urung dilakukan mengingat ucapan Langit. Dan dahinya yang terasa nyeri.

Cairan merah keluar dari dahi membuatnya semakin kesulitan untuk melihat sekeliling.

"Mas!!!" Pelangi berlari saat tubuh Langit tersungkur di lantai dengan pakaian yang basah dengan cairan muntah. Berlahan Pelangi memapah tubuh Langit dan membaringkannya di tempat tidur yang berukuran size king.

"Wanita sialan!! Kamu dan keluargamu benar-benar hebat menipuku. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa mencintaimu dan menganggap kamu sebagai istriku. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, bahwa aku tidak akan pernah menceraikan mu dengan begitu kamu hidup bersamaku dengan penuh penderita itu adalah pembalasan yang harus kamu dapatkan atas apa yang sudah kamu lakukan padaku! Argh! Kenapa aku harus terikat dengan pernikahan penuh dusta ini!" Langit tidak hentinya berteriak meski dalam keadaan mabuk, kebenciannya pada Pelangi begitu jelas dan nyata.

Bagi Pelangi apa yang dikatakan oleh Langit semuanya adalah benar dan ia pantas untuk menerima kebencian dari laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya.

Tanpa merasa jijik Pelangi mencuci semua baju milik Langit yang penuh dengan cairan muntah dan membersihkan lantai yang mengeluarkan aroma tidak sedap dari cairan bercampur makanan yang di keluarkan oleh Langit.

"Kamu mabuk, mas? Begitu bencinya kamu sama aku? Sampai kamu melakukan hal ini? Maafkan aku, mas. Aku juga tidak ingin melakukan hal ini tapi semua demi Abah dan Umi, bencilah aku sampai kapan pun tapi jangan sakiti hati kedua orang tuaku. Aku siap menanggung akibat dari perbuatan yang kakakku, mas. Aku ikhlas lahir batin." Lirih Pelangi.

Usai membersihkan lantai Pelangi meninggalkan kamar Langit setelah merapikan semua barang yang berserakan di lantai, bahkan kini aroma tidak sedap berganti dengan aroma wangi.

"Ya Allah, lindungilah suamiku dimana pun berada, lembutkan hatinya. Bukakan pintu maaf untuk orang tuaku,"

Berlahan menutup pintu kamar Langit, namun tidak pergi ke arah kamar tidurnya melainkan Pelangi menuju balkon. Melihat pekatnya malam dan dinginnya angin yang berhembus menyentuh kulitnya. Sebaris kata dan doa mengingatkan orang tuanya yang selalu mengajarkan kebaikan.

"Abah, Umi, aku rindu kalian berdua. Inikah takdir yang sudah Allah gariskan untukku, lalu untuk apa aku mengeluh? Apa yang terjadi padaku bukan karena aku suamiku buruk tetapi hatinya terluka karena kebohongan yang sudah di ciptakan oleh saudaraku. Bukankah aku juga korban di sini? Kenap hanya aku yang sakit?" Pelangi menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Prang!!!

Pelangi berlari dengan cekatan membantu langit yang kesulitan mengambil air minum.

"Tunggu sebentar mas, aku ambilkan yang baru." Tanpa menunggu jawaban dari Langit, Pelangi mengambil air hangat.

"Di minum mas,"

"Menyingkir wanita sial!!! Kau akan membuatku semakin sakit, keluar kau dari sini, aku sangat membencimu tapi aku tidak akan melepaskan kamu, sebelum kamu memilih untuk mengakhiri hidupmu!"

Tidak lama tubuh Langit tergeletak di atas tempat tidur, terdengar suara dengkuran halus. Berlahan Pelangi keluar dari kamar Langit. Kali ini ia memutuskan untuk pergi ke kamar miliknya.

"Wanita, penipu!!!!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status