Share

7. Ujian

Suara Langit menghentikan langkah Pelangi walau Langit membencinya tetap saja sebagai seorang istri Pelangi tidak mengabaikan panggilan suaminya.

Meski hatinya sakit saat sang suami memanggilnya dengan sebutan wanita penipu baginya itu lebih baik, setidaknya ada suara yang memanggil dirinya.

"Mas apa kamu membutuhkan, sesuatu?" lirih Pelangi sedetik kemudian ia tersadar jika Langit hanya bergumam.

Suara erangan Langit kembali terdengar kali ini Pelangi memberanikan diri menyentuh dahi Langit yang berkeringat alangkah terkejutnya tubuh Langit yang panas tinggi.

Dengan kesabaran Pelangi merawat Langit yang demam berulang kali Pelangi mengganti air untuk mengompres kening Langit hingga pagi menjelang. Tubuhnya yang lelah dan rasa kantuk yang menyiksanya tanpa sadar Pelangi tertidur, lengan kanannya sebagai bantal tangan kirinya berada di atas kening Langit.

Pukul enam pagi langit yang merasakan berat di keningnya berusaha untuk merabanya namun ia urungkan berganti dengan tatapan yang membuatnya terkejut. Pelangi tertidur dengan posisi yang tidak nyaman dan tangan lainya yang menjaga handuk kecil yang menempel diatas dahinya.

'Pelangi sampai kapan kamu bertahan dengan pria seperti ku? Bahkan aku sendiri sudah membentengi hatiku untuk tidak peduli padamu. Apa yang kamu lakukan tidak merubah apapun. Aku akan tetap membencimu dan kamu tahu itu. Maafkan aku Pelangi maaf,' ucapnya dalam hati.

Walau tidak tega melihat Pelangi namun hatinya menolak dengan keras. Sekuat apapun ia coba untuk peduli tetap saja jauh di lubuk hatinya begitu benci pada wanita yang berstatus sebagai istrinya. Langit telah menggariskan pernikahan neraka untuk Pelangi, wanita penipu seperti dia tidak pantas mendapatkan cinta darinya tetapi kebencian yang pantas itu yang di di terapkan oleh Langit.

Gerakan Pelangi membuat Langit menutup matanya tidak di pungkiri bahwa Pelangi memiliki paras yang begitu cantik bahkan Langit terpesona saat pandangan pertama lagi-lagi hal itu di kubur sedalam mungkin agar hatinya tidak lagi terluka untuk sekian kalinya. Terlebih mengetahui jika Pelangi telah di ta'aruf oleh pria lain dan akan menikah. Pesona yang berhasil menghadirkan benih cinta kini harus kandas dan hilang ketika ia tahu jika Pelangi adalah wanita pengganti sebagai istrinya.

"Alhamdulillah, panasnya turun." Ucapnya mengambil handuk dan wadah kecil, membawanya keluar dari kamar Langit sebelum pria yang berbaring dengan mata terpejam melihatnya di dalam kamar.

Pelangi dengan cekatan membuatkan bubur ayam dan teh hangat untuk Langit, setelah siap membawanya kedalam kamar.

"Maaf mas, aku tahu kamu tidak akan menyukai hal ini. Tapi untuk kali ini biarkan aku berada di dalam kamar, untuk saat ini biarkan aku melakukan tugasku sebagai seorang istri untuk melayani mu. Setelah ini, silakan jika kamu akan memarahiku, akan aku terima tapi setidaknya makanlah bubur ini agar perut mas Langit nyaman." Ucapnya tanpa memandang Langit yang terbaring lemah meski ia tahu jika Langit menatapnya.

"Jangan lupa untuk dimakan, mas." Lanjutnya sebelum keluar dari kamar.

"Tunggu!" Langit menatap wajah lelah pelangi garis hitam di bawah matanya adalah bukti jika semalaman Pelangi menunggunya sebelum ketiduran.

"Mas Langit menginginkan sesuatu?" Pelangi mendekati Langit. Sesat senyum indahnya menghiasi wajahnya yang cantik.

"Terima kasih." Ujar Langit tanpa menoleh kearah Pelangi.

"Untuk apa berterima kasih padaku, mas? Ini adalah kewajiban seorang wanita yang kini berstatus sebagai istri. Jangan mengatakan terima kasih sebab –" ucapan Pelangi terhenti saat suara Langit terdengar lembut namun, sarat makna.

"Obati luka di kening kamu. Jangan lupa makan, aku tidak mau kamu sakit. Agar tidak sulit untukku menyakitimu. Satu lagi jangan kamu pikir aku sudah luluh dengan kebaikan yang kamu berikan ini padaku, aku tidak akan mengubah apa pun. Kau tetap wanita yang akan kekal dalam hatiku dengan kebencian, bukan dengan cinta." Ujar Langit lirih penuh penekanan.

"Jangan senang dulu. Aku makan bubur ini bukan berarti aku menyukainya, tapi aku hanya ingin menghargai kamu yang sudah membuatnya." Lanjutnya menyambar mangkuk berisi bubur.

"Ya, mas. Aku mengerti. Sangat mengerti dengan posisi ku di rumah ini. Kamu jangan khawatir, tapi ijinkan aku melakukan untuk melayani mu sebagai seorang istri. Sebab aku ingin keridhoan Allah." Sahut Pelangi dengan lembut .

"Terserah. Aku tidak peduli dengan semua ya v kamu lakukan, aku tidak ingin kamu melanggar aturan yang sudah aku buat. Sekarang kamu sudah tau kenapa tidak keluar? Cepat bisa-bisa kamarku tercemari oleh tangan kotor, kamu!" sentak Langit tidak peduli dengan wajah sendu di balik senyum indah Pelangi.

***

Satu bulan setelah kejadian malam itu Langit kembali dengan sikapnya yang dingin dan tidak peduli akan kehadiran Pelangi. Uang belanja bulanan yang dia dapatkan selalu ia sisihkan untuk kebutuhan yang lain selain kebutuhan dapur.

Selama satu bulan Pelangi yang tidak keluar dari apartemen membuatnya jenuh walau Umi dan Abah selalu menghubunginya sekedar berbagi kabar.

"Mas Langit, aku–" Pelangi mendekati Langit yang berdiri tidak jauh darinya.

"Ada apa? Uang yang aku kasih kurang?" tanya Langit, tetap fokus dengan benda pipih di tangannya. Tidak peduli Pelangi berdiri tidak jauh darinya.

"Em, tidak mas. Maaf aku cuma ingi. menawarkan kopi apakah –" Langit menatap wajah Pelangi yang tertunduk.

"Aku tidak sudi menyentuh atau pun makan dari tanganmu. Terlebih kopi, atau jangan-jangan kamu ingin membunuhku dengan kamu memberikan racun ke dalam kopi, iya?"

"Astaghfirullah, mas. Apakah aku begitu seburuk itu di matamu, mas?"

"Siapa tau, keluarga kamu penuh tipu daya. Jangan lupa itu!" jawab Langit tak acuh.

Pelangi berlalu dari hadapan Langit, menjauh adalah hal yang paling aman untuknya agar hati tidak lagi sakit mendengar penuturan sang suami yang semakin menjadi. Berharap sang Haliq menambahkan kesabaran yang terus di uji.

"Pelangi!"

"Ya mas, apa ada sesuatu yang mas Langit, butuhkan?" tanya Pelangi, nada suara yang tetap sama tidak ada berubah membuat Langit mengerutkan keningnya.

"Tidak. Aku cuma mau bilang sore kita ke rumah Mama." Langit mengalihkan pandangan matanya usai mengatakan hal yang sejak berapa hari ia sembunyikan dari Pelangi.

"Baik mas,"

Sore harinya sesuai permintaan Langit, Pelangi bersiap untuk pertama kalinya berkunjung ke rumah orang tua Langit sejak ia menjadi istrinya.

Pelangi mengikuti langkah Langit yang panjang tanpa berniat untuk melangkah di sampingnya. Berusaha untuk tidak membuat Langit marah atas apa yang akan ia lakukan sehingga membiarkan langit mendahuluinya.

"Duduk di depan! Aku tidak mau kalau Mama lihat kamu keluar dari belakang." ujarnya tanpa memperhatikan Pelangi duduk di samping.

Pelangi mengangguk dan berpindah di kursi depan tepat di samping Langit yang begitu acuh padanya.

Perjalanan yang membutuhkan waktu kurang dari satu jam diisi dengan kebisuan Langit yang enggan untuk memulai pembicaraan namun, ia ingin meminta Pelangi untuk Titin membeli kue kesukaan ibunya.

Tidak jauh berbeda dengan Pelangi yang sebenarnya ingin meminta pada Langit untuk berhenti di salah satu toko kue.

"Bersikap selayaknya istri saat di rumah orang tuaku. Jaga sikapmu, aku tidak akan membiarkan kamu mendekati mereka. Tidak perlu mencari simpati orang tuaku, seolah kamu adalah istri yang aku harapkan! Sampai kapan pun kamu hanyalah wanita yang penipu. Sekali penipu tetap penipu."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rafli123
Terima kasih kak, sudah mengikuti
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
geram banget liat si langit...kamu bakal menyesal se menyesal nya langit
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status