Share

8. Undangan Makan Malam.

Hari itu hari yang membuat Pelangi mengurung diri di kamar, setelah keadaan Langit yang membaik tidak sedikit pun Langit pergi dari apartemen. Sehingga gerak Pelangi terbatas walau sebenarnya hal itu biasa namun, Langit melarangnya keluar dari kamar selama dia berada di ruang keluarga.

Pelangi menghabiskan waktunya membaca Alquran mengisi hatinya dengan mendekatkan diri pada sang pencipta agar memaafkan semua kesalahan dan pengampunan pada suaminya yang telah menyakiti hatinya dan orang tuanya, yang telah ia kecewakan.

"Pelangi!" seru Langit dari ruang makan.

Perutnya yang tiba-tiba keroncongan namun, enggan untuk menyentuh makanan yang menggunggah seleranya. Terlihat berapa menu masakan di atas meja makan. Dengan berlahan Langit menyentuh salah satu hidangan yang berhasil mencuri perhatiannya. Menu yang ia ketahui adalah tempe, sejak tadi menggodanya. Tempe yang di goreng dengan tepung bercampur irisan daun bawang makanan sederhana tatapi membuatnya tanpa sadar mengeluarkan cairan bening dari bibirnya.

"Mas Langit,"

Langit menjatuhkan tempe yang tinggal sedikit lagi masuk kedalam mulutnya.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku tidak sudi menyentuhnya, aku berusaha untuk mengambilnya yang terjatuh." Langit berlalu dari hadapan Pelangi yang hanya mengulas senyum melihat tingkah Langit.

"Mas, ada apa? Bukankah tadi mas Langit memanggilku?" tanya Pelangi.

"Bersiaplah kita pergi lima belas menit lagi!"

Pelangi terkejut dengan perintah Langit yang begitu mendadak. Bukankah mereka akan pergi sore nanti kenapa sekarang berubah pikiran.

"Kau dengar, Pelangi?" ujarnya lagi tanpa menoleh sedikitpun pada Pelangi.

"Ya, mas aku dengar. Sebentar!"

Pelangi dengan cekatan memasukan semua makanan di atas meja ke dalam kulkas. Langit yang melihatnya hanya bisa menghela napas, tidak di pungkiri Langit ingin mencicipi hidangan di atas meja. Namun, gengsinya berhasil menguasai hatinya.

***

Langit mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, walau Langit meminta Pelangi pergi sejak siang ada akhirnya jam empat sore Langit beranjak dari duduknya. Waktu yang bertepatan dengan kesibukan mengingat di jam pulang kerja sehingga kemacetan tidak dapat di hindari.

"Jangan mendekatiku saat berada di rumah orang tuaku. Lagi, apa pun yang akan kamu lakukan jangan sekali-kali kamu menyebut namaku di hadapan mereka. Kau paham? Ingat status kamu, pernikahan kita hanya di atas kertas bukan pernikahan yang sesungguhnya. Ingat, kau yang memulai semuanya maka aku yang akan mengakhiri sampai hatiku puas membuatmu, tersiksa."

"Aku paham mas. Lakukan yang ingin mas Langit lakukan In Sya Allah aku ikhlas," lirihnya menundukkan wajahnya rasa yang menyakitkan namun, ia tidak akan mengeluhkan sikap sang suami. Sudah menjadi konsekuensi atas apa yang di lakukan oleh Intan.

"M– mas, boleh kita berhenti di toko kue?" tanya Pelangi sesaat terdiam. Dengan keberanian yang tersisa meminta pada Langit untuk berhenti.

"Hum."

Langit memutar balik mobilnya kearah toko kue kesukaan ibunya yang tidak jauh dari posisinya meski terlewat.

Langit enggan untuk menunjukan kue kesukaan ibunya. Membiarkan pelangi mencari sendiri ia akan membayarnya jika sudah. Lagi-lagi ia terkejut dengan Pelangi yang memilih kue kesukaan ibunya.

"Kamu memiliki insting yang kuat, tidak. Hatimu tahu mana yang pantas dan tidak. Tidak juga, kau hanya mencari muka. Itu yang aku lihat." Gumam Langit.

"Mas bicara sesuatu?" tanya Pelangi.

"Sok tau! Siapa yang bicara? Sudah cepetan." Langit memutari rak yang tersusun aneka kue hingga dia menyadari jika Pelangi berada di kasir.

"Berapa, mbak?" tanya Langit saat melihat Pelangi berada di depan meja kasir.

"Totalnya lima ratus ribu rupiah, tapi sudah di bayar sama ibu, pak." Ujar wanita penjaga kasir menujuk pada Pelangi yang tengah merapihkan belanjaannya.

"Ya, sudah." Ucap Langit meninggalkan Pelangi yang hanya menghela napasnya melihat sikap Langit yang begitu dingin.

***

Mobil memasuki halaman rumah mewah milik keluarga Wiratama, meski telah menjadi istri Langit hatinya begitu berdebar. Sejak awal Intan adalah wanita yang diinginkan oleh keluarga Attagy Wiratama tetapi melihat sambutan hangat terlihat saat Pelangi keluar dari mobil tanpa menunggu Langit yang membukakan pintu untuknya.

"Pelangi, sayang, kamu sudah datang? Apa kabar nak? Bagaimana, apakah Langit berbuat kasar padamu, sayang?" Rosa begitu bahagia melihat menantu kesayangannya.

"Assalamualaikum, Bu, apa kabar? Alhamdulillah kabarku baik, Alhamdulillah mas Langit adalah orang yang begitu baik Bu," sahut Pelangi membuat Rosa tersenyum menahan malu.

"Wa'alaikumsalam, nak, jangan panggil ibu. Panggil Mama, seperti Langit pada Mama. Sekarang kamu sudah menjadi istri Langit itu artinya kamu menantu Mama. Kamu kenapa kurusan? Apa kamu mengerjakan semua pekerjaan rumah seorang diri, tanpa di bantu asisten rumah tangga? Anak itu biar Mama–"

"Mama, aku baik-baik saja. Mungkin karena rindu pada Umi dan Abah, Mama jangan khawatir mas Langit memperlakukan aku dengan baik. Tidak ada kerjaan yang membuatku lelah."

"Mama percaya padamu, nak."

Rosa mengajak Pelangi sehingga mengabaikan putranya yang berdiri terpaku di tempatnya.

"Mama, aku bawa kue. Aku harap Mama menyukainya, aku enggak tahu kue apa yang Mama suka jadi aku pilih kue ini untuk Mama," ujar Pelangi memberikan baper bag berisi kue yang ia pilih di toko tadi.

"Wah!! Pelangi, kamu tahu dari mana kalau Mama suka kue bolu ini?" Rosa mengagumi sosok menantunya, betapa beruntung putranya tidak menikahi Intan yang notabenenya adalah kakak dari Pelangi.

Terlihat perbedaan antara keduanya Pelangi yang baik dan santun menutupi tubuhnya dengan pakaian yang longgar berbeda dengan Intan yang berpakaian terbuka dan haus akan pujian.

"Sebenarnya Mas Langit yang memberitahukan kalau Mama menyukai kue basah, tapi mas langit main tebak-tebakan. Dan aku pilih kue ini sebab tidak terlalu manis dan itu baik untuk kesehatan," ujar Pelangi berusaha untuk menutupi kenyataan yang terjadi.

"Anak nakal! Ya sudah ayo, kita makan malam dulu. Langit kenapa baru sekarang kamu bawa Pelangi ke sini? Bahkan kalian sudah satu bulan di sini?" kesal Rosa pada Langit yang tidak mengajak Pelangi berkunjung ke rumahnya .

"Bahkan Mama yang ingin berkunjung ke apartemen tidak diizinkan sama kamu! Kapan kalian akan menempati rumah kalian? Jangan kelamaan tinggal di apartemen, kasihan Pelangi." Rosa tidak hentinya mengingatkan putranya untuk segera menempati rumah baru mereka yang sudah disiapkan Langit sebelum menikah.

Mendapati pertanyaan yang bertubi-tubi Langit tidak peduli ia tetap melenggang mendahului Pelangi dan ibunya yang masih berbincang.

"Sebentar lagi, Mah!" ujar Langit acuh. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.

Baru akan memejamkan mata di sofa terdengar suara ibunya yang meminta Langit untuk mengajak Pelangi ke dalam kamarnya.

Berdua memasuki kamar Langit yang berada di lantai dua. Langit meninggalkan Pelangi begitu saja di dalam kamarnya. Sesaat langkahnya terhenti mantap Pelangi yang masih memindai kamarnya.

"Cepat keluar sebelum Mama datang ke sini dan memanggilmu. Karena Mama bukanlah pelayan yang akan memperlakukan kamu seperti ratu. Ingat bersikap baik bukan berarti kamu bisa melakukan apa pun terhadapku! Dan juga keluargaku!" Langit yang tidak menyukai keadaan saat ini dengan emosi yang sejak lama ia pendam tiba-tiba kembali keluar hingga tanpa sadar jarinya menunjuk tepat di wajah Pelangi.

Tanpa mampu menjawab perkataan Langit, Pelangi pun mengikutinya dari belakang untuk bergabung dengan orang tua Langit yang sudah menunggu di meja makan.

Bersamaan dengan kedatangan seseorang yang membuat tubuh Pelangi mematung.

"Assalamualaikum, Mama, Ayah, Abang, apa kabar? Dimana kakak, iparku? Aku tidak sabar berkenalan dengan wanita yang mampu meluluhkan hati Abang, ku ini!"

Pelangi terdiam tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun suara yang sangat ia kenali suara yang begitu mengusiknya berapa waktu sebelum takdirnya bersama dengan Langit. Berusaha untuk bersikap biasa walau hal itu sangat sulit untuknya.

Dipertemukan dengan takdir menerima ta'aruf sampai persiapan hingga takdir kembali menghampiri kisah mereka dengan kisah yang berbeda. Siapa sangka sapaan takdir membawanya bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya hadir dalam lingkup rumah tangganya.

"Assalamualaikum, kak."

"Ka--kamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status