Keesokan harinya.Nadya dan Bi Darmi membuat syukuran atas nama yang mereka berikan, walaupun Nadya merasa heran akan tetapi ia harus mengikuti adat istiadat mereka. Nadya memberikan nama sang buah hatinya yaitu Ghava Guntara Sunjaya. Walaupun begitu dia harus memberikan nama Bastian pada buah hatinya karena bagaimana pun sang bayi anak dari kandung Bastian.“Nama anakku Ghava, semoga menjadi anak yang berbakti, shaleh. Mamih sangat senang memiliki putra sepertimu, sehat selalu sayang.” Seru Nadya dengan wajah berbinar. “Bagus sekali namanya sangat tampan, Nadya. Bibi sangat bangga kepadamu, kamu wanita kuat dan hebat.” Ucapnya ia mengelus lembut tangan mungil Baby Ghava. Acara telah usai semua para tamu undangan sudah pulang kini mereka hanya tinggal berdua, Bi Darmi telah selesai membereskan semuanya kini ia akan istirahat. Nadya menidurkan Baby Ghava ia merasa sangat gemas sekali membuatnya sangat menyayanginya. “Setelah kamu dewasa, Mamih tidak akan melarangmu untuk mencari Pa
Satu minggu telah berlalu.Terdengar suara tangisan bayi dari dalam kamar, Nadya berusaha untuk memberikan Asi kepadanya akan tetapi sang bayi tidak menerima karena Asi yang Nadya miliki tidak kunjung keluar. Padahal satu minggu ke belakang asinya keluar cukup banyak, tapi kenapa hari ini asinya seret. Dia tidak mengerti kenapa bisa seperti ini padahal Nadya ingin memberikan yang terbaik untuk sang anak. Di tambah lagi rumahnya jauh dipesisi kota, Nadya tidak bisa keluar terlalu lama untuk membeli susu.“Apa yang terjadi?” Tanya Bi Darmi dia menghampiri ke kamar dan melihat Nadya tengah menggendong bayinya.“Bi, kenapa asinya tidak kunjung keluar! Apa yang terjadi, Bi! Kasihan bayiku nangis terus dari tadi.” Lirih Nadya. Raut wajahnya terlihat panik Nadya tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menggendongnya dan memberikan ketenangan untuknya.“Coba biar Bibi urut bagian dadamu, supaya asinya lancar keluarnya.” Bi Darmi memberikan saran di mana Nadya setuju atas apa yang Bi Darmi s
Nadya hanya diam membisu, raut wajahnya sangat sedih sekali dia tidak bisa berkata apapun selain hanya diam.“Maaf, Dok. Suami Non Nadya tidak bisa ikut hadir di sini karena banyak pekerjaan di jakarta,” ujarnya sambil melangkah mendekatinya.“Oh, baiklah kalau begitu biar saya yang melakukannya, bagaimana? Apa tidak masalah?” Tanya sang Dokter menatap ke arah Bi Darmi lalu menoleh ke arah Nadya yang tengah berbaring lemah.Nadya tersenyum dia merasa sangat senang sekali Dokter yang membantunya melahirkan mau mengadzankan putranya. “Silahkan, Dok!” Ucapnya sambil mengangguk senang.Bi Darmi turut bahagia dia mendekati Nadya kemudian mencekal lembut tangannya untuk menguatkan. Mereka berdua pun menyaksikan sang Dokter tengah mengumandangkan azdan di daun telinga mungil sang bayi. Terdengar jerit tangis tiada henti, Nadya sangat sedih campur bahagia.Air matanya tumpah ruah dia tidak bisa membendung kesedihannya, seharusnya Andara atau Bastian yang menggendong putra pertamanya akan tet
Tidak terasa waktu ke waktu dan bulan ke bulan.Hari ini kandungan Nadya sudah memasuki usia 9 bulan. Setelah mengetahui bahwa dirinya hamil Nadya memutuskan untuk merawatnya dengan baik karena walau bagaimana pun benih yang ada dalam kandungannya pun berhak hidup. Hari ini Nadya tengah kesusahan untuk berjalan pun dia tidak sanggup. Kehamilannya terlihat besar Nadya kerap kegerahan karena usianya sudah menginjak untuk melahirkan.“Non, bagaimana keadaanmu, apa kamu baik-baik saja?” Tanya Bi Darmi ia masuk ke dalam kamar dan melihat Nadya tengah berbaring posisi miring, Nadya terus mengusap-usap perutnya yang semakin besar itu. Rasanya sangat nano-nano, apalagi Nadya dia baru pertama hamil dan pengalaman pun dia belum tahu harus apa dan bagaimana.“Bi, bantu aku untuk duduk, rasanya tidak sudah tidak sanggup,” ucapnya.Pagi tadi mereka sudah mendatangi Bidan akan tetapi pembukaan yang Nadya alami masih pembukaan satu.Siang ini Nadya merasakan keluhan sakitnya luar biasa, kemungkinan
Sementara itu di rumah besar Bastian. Dia tengah duduk menyibukkan diri dengan bekerja sampai larut malam, keadaannya sangat kacau. Bastian selalu merindukan sosok Nadya, ia meratapi nasib dirinya di mana dia harus kehilangan orang yang sangat dia sayangi. Berbagai cara telah dia lakukam untuk mencari keberadaan Nadya. Namun, hasilnya tetap nih dia tidak bisa mencari keberadaannya.Pintu terbuka Serly datang dia melihat putranya tengah sibuk mengurus pekerjaan yang semakin banyak. “Bastian.” Serly duduk tepat dihadapannya akan tetapi Bastian tidak menghiraukannya, tiga bulan sebelumnya pertengkaran mereka terjadi. Serly mengetahui bahwa putranya telah membuat keputusan yang salah, sekarang dia hidup seorang diri. Padahal Serly sangat menginginkan cucu dari hubungan pernikahan putranya. Sekarang keinginannya sudah sirna, Bastian tidak lagi bersama Nadya, ia merasa kehilangan sosok menantu seperti Nadya.“Sampai kapan kamu akan seperti ini, menyibukkan diri tidak akan membuatmu mel
“Silahkan masuk.”Bi Darmi menyambut hangat kedatangan Bu Bidan yang bernama Asih, Nadya yang hanya duduk tengah menyenderkan tubuhnya pun langsung tersenyum.“Kamu terlihat pucat sekali,” ucap Bu Asih ia dudum di tepi ranjang lalu menempelkan telapak tangan pada kening Nadya.”Sebentar biar saya lepas infusannya dulu, setelah itu saya akan memeriksamu.” Ucapnya sambil meraih tangan Nadya di mana Bu Asih akan melepaskan jarum infus yang menancap di tangan mulus Nadya.“Silahkan, Bu.” Sahut Nadya dengan nada lemahnya.“Emm… kapan kejadiannya?” Tanya Bu Asih sambil melepaskan jarum suntik.“Kejadian, apa?” Tanya Nadya ia menoleh menatap heran.“Kamu salah paham, kapan terakhir kamu datang bulan? Apa kamu sudah datang bulan?” Tanya Bu Bidan.Nadya sedikit termenung dia baru sadar terakhir datang bulan itu dua minggu setelah melakukan hubungan dengan Bastian. Sontak saja Nadya sangat terkejut kedua matanya membulat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. “Kenapa kamu diam saja?”