“Apa maksudmu? Kenapa Papah ada di rumah sakit jiwa! Kau pasti salah Tuan, Papahku pasti tengah berlibur mana mungkin dia ada di rumah sakit jiwa sementara dia sehat dan tidak gila!” Nadya menyangkal dia tidak percaya bahwa Papahnya berada di rumah sakit jiwa sementara Andara tidak gila sama sekali. Bastian hanya menghela napas berat sambil menatap penuh wajah Nadya, wanita itu menggelengkan kepala dengan raut wajah tidak percaya.“Tuan, kenapa kau diam saja!” Nadya mencekal pergelangan tangan Bastian sambil menggoyangkannya, dia berharap pria itu hanya becanda.Bastian masih belum bergeming dia tidak tahu Nadya akan sesyok seperti ini padahal sebelumnya dia terlihat baik-baik saja. Maka dari itu Bastian mulai berani mengatakan yang semua cerita tentang Andara.“Nadya, Papahmu saya temukan sudah berada di rumah sakit jiwa tempatnya cukup jauh di luar kota. Kau ingat kenapa saya beberapa waktu lalu pulang larut malam? Itu saya pulang dari luar kot
Pagi telah tiba. Bastian sengaja menunggu Nadya berada di mobil karena ia telah menerima sebuah telephone dari anak buahnya yaitu Edo. Dia memberitahu bahwa keadaan Andara terlihat mulai membaik walaupun terkadang dia selalu memanggil dan menyebut Nadya. Ingatannya mulai pulih membuat Bastian sedikit agak lega. Dia bisa membawa Nadya untuk menemui Andara supaya ingatannya kembali pulih seperti sedia kala. Terlihat Nadya keluar dari dalam rumah dia terlihat sangat cantik dengan pakaian yang kemarin dia beli bersama Bastian. Hari ini Nadya menggunakan rok selutut berwarna pink dengan kameja berwarna putih, rambutnya ia urai lurus. Seperti biasa Nadya memakai make up tidak terlalu tebal dengan lipstik berwarna pink. Terkesan sangat cantik dan anggun sekali, dia sangat pintar menutupi luka di bagian wajah dan tangannya. Padahal semalam dia terlihat sangat mengenaskan, walaupun cuma di tutupi oleh make up akan tetapi rasa sakit itu tidak
Bastian segera mengeluarkan kotak obat membuat Nadya terheran-heran, lalu ia mulai mengambil beberapa yang diperlukan seperti betadine dan kapas setelah itu plester. “Jadi kamu sudah tahu bahwa dia suami orang, berapa lama kamu berpacaran dengannya?” Tanya Bastian kemudian ia mulai mendekatkan diri dan mengoleskan obat pada bagian luka di wajah Nadya. Nadya mengerang ia merasa perih dan kesakitan. Bastian tetap fokus mengobatinya secara perlahan. “Mendekatlah.” Titah Bastian pelan. “Saya berpacaran dengannya kurang lebih 5 tahun, kita sudah merencanakan pernikahan sebelum saya menikah denganmu, Tuan. Dia begitu baik bahkan dia tidak pernah sekasar sekarang. Dia mengancamku untuk memperkosaku jadi saya melawan hingga gaun yang saya pakai di robek olehnya saya di pukul berkali-kali. Dia berpikir obat yang saya minum akan bertahan lama tapi saya segera sadar karena memang saya meminum jus itu tidak terlalu banyak hanya sedikit
“Kurang ajar! Kau belum tahu siapa aku!” Emosi Bastian memuncak kedua tangannya mengepal dia tidak segan-segan memukul wajah Leon hingga babak belur. Sulut emosinya meradang dia tidak terima Nadya diperlakukan seperti itu oleh Leon. Dirinya tidak akan pernah mengampuninya karena yang Leon lakukan adalah kesalahan besar napasnya semakin memburu, tangannya tidak melepaskannya dia mengeratkan kerah leher kameja yang Leon kenakan. Sebelumnya Bastian tengah menyelidiki kasus ini dia menemukan tas slempang istrinya yang tergeletak di toilet. Dia mencoba cek cctv akan tetapi cctv itu tidak diberikan oleh pihak hotel karena mereka sudah di bayar full oleh Leon. Akan tetapi Bastian mengancam akan menurunkan rating hotel tersebut dan akan membuat berita buruk mengenai perusahaan mereka. Akhirnya pihak hotel memberikan cctv kepada Bastian dan betapa kagetnya dia melihat Nadya pingsan dan di bawa oleh seorang pelayan lalu di masukkan ke troli.
Di tengah keramaian dengan alunan musik terdengar nyaring di daun telinga, Bastian tersadar dia tidak melihat keberadaan Nadya. Ia segera pamit undur diri saat berbincang dengan beberapa pengusaha. Dia berjalan ke arah meja di mana Nadya sebelumnya ada di sana, ia celingukan ke sana kemari melihat ke arah banyak tamu undangan. Akan tetapi dia tidak mendapatkan sosok istrinya, ia mencoba untuk tetap tenang berjalan dari sudut ke sudut di tempat itu juga terdapat kolam renang. Banyak sekali tamu Bastian menyelidik satu persatu wanita yang ada di sana akan tetapi dia tidak menemukan sosok istrinya. “Di mana wanita itu! Apa dia marah telah aku tinggalkan.” Bastian bertanya-tanya. Ia berjalan ke arah luar untuk memastikan Nadya berada di sana akan tetapi suasana sangat sunyi sepi tidak ada satu orang satu pun terkecuali satpam yang menjaga keamanan. ”Ke mana dia? Apa Nadya marah karena telah saya tinggalkan.” Batin Bastian ia kembali masuk ke dalam hotel. Perasaannya sangat tergang
Leon mulai membelai wajah Nadya ia sangat berbinar melihat tunuh seksi Nadya yang kini berada di depan mata kepalanya sendiri. “Nadya, aku memang sudah menikah dan punya seorang anak dari wanita lain, tapi kita menikah dari sebuah kesalahan. Aku tidak mencintainya yang aku inginkan hanya kamu seorang, akan tetapi kamu juga berkhianat. Kau menikah dengan pria lain membuatku sangat marah.” Leon terus membelainya kemudian ia mulai mendekatkan diri untuk mencumbu Nadya. Perlahan Nadya mulai membuka mata penghilatannya sangat buram di tambah kepalanya sangat sakit sekali. “Ka-u…” “Kau sudah sadar, Nadya.” “Jangan sentuh aku Leon, kita sudah bukan siapa-siapa lagi hubunganku denganmu sudah kandas.” Nadya mulai sadarkan diri ia mencoba untuk memberontak akan tetapi kepalanya masih terasa sangat pusing di tambah tubuhnya lemah tidak berdaya. Kini Leon langsung mengekang kedua tangan Nadya menariknya ke atas oleh kedua tangannya. Matanya berbinar dia terlihat sangat puas membuat