Share

Bab 2. Kembali

"Arrgh!" ringis Bara sambil memegang kepalanya.

 Sudah seminggu setelah Bara bangun dari komanya. Selama itu pula, ia melakukan serangkaian pemeriksaan di rumah sakit.

Amnesia pasca trauma. Jenis amnesia yang disimpulkan tim dokter yang menangani Bara. Menurut mereka, ini terjadi pada pasien yang mengalami cedera kepala parah. Meski demikian, ini hanya bersifat sementara dan bantuan keluarga dapat membantu proses pemulihan ingatan.

"Ada apa, Bar?" Dona terlihat khawatir saat melihat anaknya yang meringis kesakitan.

"Kepalaku sakit."

"Kamu pasti memaksakan lagi," keluh Dona dengan helaan napas berat. "Jangan terlalu memaksa diri. Biarkan ingatan itu kembali dengan alami."

Bara memang sedang berkeliling rumah mewah–kediaman dirinya bersama kedua orang tuanya. Hanya saja, pria tersebut memang berusaha keras mengingat kenangan yang ada di sana. Namun, bukan ingatan yang ia dapat, melainkan nyeri pada kepalanya.

"Aku ingin kembali mengingat semuanya."

"Papa paham, tapi jangan dipaksakan," sahut Roki–sang ayah–mendadak.

Pria itu memang hanya diam saja sejak tadi. Meski sebenarnya Roki juga khawatir dengan keadaan putranya, tetapi ia memasang wajah tegar untuk menguatkan sang istri. Padahal, pria tua Itulah yang selalu pasang badan membantu perusahaan milik Bara yang mengalami berbagai masalah selama sang anak setia dengan tidur panjangnya.

"Baik, Pa," balas Bara dengan patuh.

Melihat keheningan di antara keduanya, Dona lantas berpikir cepat. "Ya udah, ayo kita masuk! Mama akan tunjukan kamar kamu." 

Perlahan, Bara mengikuti langkah Dona untuk masuk ke dalam rumah. Banyak hal pula yang diceritakan sang Ibu, termasuk para pekerja setia mereka selama ini.

Setibanya di kamar,  langkah kaki Bara berhenti. Pandangannya jatuh pada bingkai foto di mana ada dia dan seorang wanita yang tampak mesra.

"Itu aku 'kan, Ma?"

"Iya, Bara."

"Lalu, perempuan itu siapa?"

Dona tampak ragu, tetapi dia segera menjawab sang putra, "Dia Mawar, tunangan kamu." 

Deg! 

Entah mengapa, tubuh Bara terasa kaku mendengar jawaban Dona. Meski begitu, tidak ada getaran di hati saat ia melihat perempuan bernama Mawar itu. Padahal, perempuan yang ada dalam bingkai begitu anggun. Justru, suara perempuan yang tak dikenalnya malah membuat jantungnya bergetar. 

Seketika, kepala Bara kembali terasa sakit. "Lalu, di mana tunanganku sekarang, Ma?"

Dona tampak terdiam, seperti memikirkan jawaban yang tepat untuk sang putra. Entah bagaimana menjawabnya.

Tunangan Bara itu bahkan tak pernah mengunjungi anaknya yang koma. Perempuan itu seolah hilang ditelan bumi.

 

Cukup lama, hingga membuat Bara tampak penasaran. "Ma? Aku ingin menemuinya."

Seketika Dona mendesah lirih. "Sudahlah, Bara. Jangan membahas terus mantanmu, lebih baik fokus pada kesembuhan saja."

 "Tapi, bisa saja kalau aku bertemu dengan Mawar, aku akan mengingat kembali semuanya."

 Dona menghela nafas panjang, "Itu benar, tapi mama pun tidak tahu keberadaan Mawar sekarang.”

Kedua alis Bara langsung mengerut saat mendengar jawaban Dona. "Apa karena keadaanku yang sekarang membuat Mawar tidak ingin bertemu denganku?"

 Tatapan tajam langsung dilayangkan Dona pada putranya. "Kamu ini ngomong apa? Lebih baik, kamu bersiap untuk kembali ke perusahaanmu. Siapa tahu, kamu bisa mengingat kenangan jika kamu kembali beraktivitas seperti biasa."

"Perusahaan?"

"Benar, perusahaan milikmu. Sudah saatnya kamu kembali bekerja lagi," ujar Roki secara tiba-tiba.

Sontak Bara dan Dona langsung menoleh ke arah sumber suara. Mata Bara bahkan melebar kala mendengar ucapan Roki. Ia merasa belum siap kembali ke perusahaan dengan keadaannya yang sekarang. Bara merasa butuh waktu untuk mempelajari semuanya kembali.

Hanya saja, ucapan dokter yang mengatakan bahwa kemampuan Bara tak hilang, membuat Roki percaya jika anaknya bisa kembali menjalankan perusahaan seperti dulu.

“Jangan khawatir. Untuk masalah pekerjaan, ada Zulfi yang akan membimbing kamu," tambah Roki.

"Zulfi? Apa dia dulu asisten pribadiku?" Bara seketika menebak dan langsung dibenarkan oleh Roki.

"Iya, jadi kamu enggak usah khawatirkan hal itu."

Bara mendesah lirih–merasa mendapatkan beban berat. Menjalankan perusahaan dengan kondisinya saat ini, sungguh membuat Bara dalam dilema sekarang.

"Ayolah, ini yang terbaik! Perusahaanmu sudah lama kau tinggal dan mengalami kerugian cukup banyak. Papa hanya bisa membantu sedikit. Kamu enggak mau perusahaan yang kamu bangun dengan kerja keras hancur seketika, kan?" Roki masih mencoba membujuk.

Terdiam beberapa saat, Bara mengetuk dagunya dengan jari. Seolah sedang memikirkan sesuatu, hingga akhirnya ia mengangguk ragu.

Riko dan Dona tersenyum lebar saat melihat Bara yang menyetujui. Refleks tangan Riko bergerak untuk menepuk pundak lebar anaknya. "Papa yakin, kamu bisa melakukannya."

"Semoga saja."

*****

Seperti ucapan dokter, Bara memang masih memiliki kemampuan dalam mengelola perusahaan. Terbukti, dia mampu mempelajari keadaan perusahaan dalam waktu singkat dan menemukan berbagai solusi yang bisa digunakan.

Kini, dengan diantar oleh Roki dan Dona, Bara pun tiba di perusahaan. Zulfi adalah yang pertama menyambut Bara turun dari mobil. Pria dengan kacamata yang menempel pada pangkal hidungnya itu menunduk hormat kepada bosnya.

"Selamat datang kembali, Tuan."

Bara yang diperlakukan seperti itu jelas sedikit risih. Meski begitu, ia tetap memperlihatkan wibawanya sebagai atasan.

"Terima kasih," ucapnya tegas.

Namun, Bara tidak menyadari ucapan sederhananya pada diri Zulfi. Asistennya itu bahkan langsung menegakkan kepalanya–menatap tidak percaya pada sosok yang ada di hadapannya. Bagaimana bisa Bara yang angkuh, kini malah mengucapkan terima kasih hanya karena sambutan? Padahal dulu ….

"Ada apa dengan wajahmu?"

Pertanyaan Bara sontak membuat Zulfi merasa canggung. Pria itu lantas berdehem pelan sebelum menjawab sang tuan, "Tidak ada apa-apa, Tuan. Kalau begitu, mari saya antarkan ke ruangan Anda."

Zulfi memberikan ruang untuk Bara berjalan masuk ke dalam lobi. Sontak, para karyawan yang melihat bosnya kembali pun segera memberikan hormat. Bahkan, bisik-bisik mereka menggelitik Indera pendengaran Bara.

"Pa, mereka membicarakanku?" bisik Bara kepada Roki yang ada di sampingnya.

"Iya, dan kamu biarkan saja. Karena kamu harus membiasakan diri untuk hal itu."

Bara pun mengangguk dan mengabaikan itu semua sesuai saran Papanya. Membiarkan para pegawai menatap Bara dengan kekaguman.

"Selamat datang kembali, Tuan." Suara para petinggi perusahaan laksana paduan suara menyambut Bara yang tiba di ruangannya. Mereka memberi hormat pada CEO mereka yang sempat merenggang nyawa dan kini kembali lagi dengan sehat. Beberapa melirik Bara dengan takut–menantikan sikap angkuh sang bos yang selalu merasa mereka tak becus.

"Terima kasih."

Ucapan Bara sontak membuat para pertinggi bereaksi hampir sama dengan Zulfi tadi. Menyadari itu, Bara merasa tidak suka. Kali ini, dia bahkan menunjukkannya dengan jelas di wajah tampannya.

"Kenapa kalian hanya diam saja?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status