Share

Bab 7. Bantuan

Dona dan Roki hanya bisa mendesah lirih ketika Bara mengatakan kalau dirinya tidak ingat dengan siapa yang sudah melakukan kejahatan tersebut. Ya, meski mereka kecewa, tetapi mereka paham kalau Bara tidak mungkin mengingat dengan mudah.

"Jadi bagaimana? Kamu belum menjawab pertanyaanku." Bara menatap Indah dengan penuh harap.

Mendapatkan tatapan seperti itu, Indah ikut mendesah. Pada akhirnya ia pun menjawab dengan jujur meski rasanya berat. "Saya belum menikah, Pak."

Terang saja Bara senang mendengar itu. Ia bahkan dengan refleks memeluk Indah. "Aku senang, itu artinya kita bisa menikah."

Tubuh Indah menegang. Perlakuan Bara yang tiba-tiba membuat Indah tidak nyaman. Menyadari itu, Dona pun meminta Bara untuk melepaskan pelukannya.

"Bara, bukankah udah Mama katakan untuk tidak berbuat seenaknya kepada Indah?"

Teguran Dona membuat Bara melepaskan pelukannya dengan berat. Ada rasa nyaman saat memeluk Indah. "Aku selalu tidak bisa mengontrol diri saat bersamamu, Penyelamat hidup."

"Bara!" 

"Pa, aku hanya mengatakan yang sebenarnya." Bara membela diri.

"Tapi sikapmu membuat Indah tidak nyaman."

"Indah harus membiasakan diri karena kita akan menikah."

Bara memijat pelipisnya. "Kamu belum mendapatkan jawabannya dari Indah, kenapa langsung menyimpulkan?"

 "Lebih baik kau bersiap untuk ke kantor, Bara. Masalah pernikahan yang kamu maksud, biar kami bahas dulu."

"Tapi ...."

Bara melihat ke arah Indah sekilas lalu kembali menatap Dona. "Baiklah, aku siap-siap dulu."

"Hemm, pergilah!"

***

"Indah, maaf atas perlakuan Bara kepadamu." 

Setelah kepergian Bara ke kamar, Dona dan Roki langsung meminta maaf kepada Indah karena membawa perempuan itu ke dalam kesulitan. Indah yang tidak tahu harus menjawab apa, memilih tersenyum saja.

"Em .... masalah tadi, apa kamu bisa mempertimbangkannya?" 

"Hah?"

Indah tersentak mendengar pertanyaan Dona. Perempuan itu tidak mengira jika Dona dan Roki akan menganggap serius ucapan Bara tadi.

"Kami mengerti ini sangat sulit buat kamu, tapi ada beberapa pertimbangan yang kami lakukan sebelum mengambil keputusan." 

"Salah satunya karena kami yakin kalau kamu bisa menjaga Bara dengan baik." Roki menambahkan.

Terdiam, Indah dalam kebimbangan. Menerima Bara menjadi suaminya? Yang benar saja! Ia bahkan tidak terlalu mengenal pria itu.

"Indah, tolong pertimbangkan permintaan kami." 

"Apa kalian sudah memutuskan?" Tiba-tiba Bara datang dengan pakaian yang berbeda.

Pria tinggi nan gagah itu melangkah menghampiri lalu duduk di samping Indah. "Jadi, kapan kita akan menikah."

"Bara, menikah tidak semudah membalikan telapak tangan. Kami belum memutuskan apa pun," ujar Dona membuat Bara mendengus.

"Kenapa lama sekali? Aku sudah tidak sabar."

"Sudahlah, berhenti bicara omong kosong! Lebih baik kamu segera berangkat ke kantor." Roki berbicara dengan suara yang tinggi.

"Ini bukan omong kosong, aku benar-benar ingin menikah dengannya."

"Mama mengerti, Bara. Tapi kita bahas lain kali, berikan Indah waktu untuk memikirkannya."

Bujukan Dona membuat Bara terdiam. Ia menoleh ke arah Indah lalu menatapnya dengan tatapan dalam. "Baiklah, aku akan memberikan waktu untukmu. Tapi tidak lama, dan pastikan jawabannya mau."

Bukankah itu sebuah keputusan sepihak? Bisa-bisanya Bara mengatakan hal itu dengan mudah! Oh, Indah hanya mampu mengembuskan napas kasar.

Bara berdiri lalu mengulurkan tangan kepada Indah. "Ayo kita berangkat," ajaknya.

Indah mendongak, menatap Bara sekilas. Tanpa menerima uluran tangan Bara, Indah berdiri. Ia menoleh ke arah Dona dan Roki.

"Kami pergi dulu, Bu, Pak."

"Iya, hati-hati."

"Assalamu'alaikum."

***

"Penyelamat hidup!"

Bara memanggil Indah sambil berjalan cepat menghampiri Indah yang malah terus melangkah. Padahal mobil sudah terparkir di halaman rumah.

"Indah!"

Baru saat Bara memanggilnya dengan nama, Indah menghentikan langkah. Indah berbalik lalu bertanya, "Ada apa, Pak?"

"Kenapa malah ke sana?"

"Karena motor saya ada di depan, Pak."

"Ck! Kamu berangkat sama aku pake mobil."

Tercengang, Indah menatap Bara tidak percaya. "Lalu motor saya bagaimana, Pak?"

"Biar aku yang urus, pokoknya kamu berangkat sama aku!"

"Tapi ...."

"Jangan membantah!" sela Bara membuat Indah bungkam.

 Mendapatkan tatapan tajam dari Bara jelas membuat Indah tidak berkutit. Ia takut dengan tatapan itu. Sehingga yang bisa ia lakukan hanya menurut.

"Baik, Pak."

Segera Bara menarik lengan Indah agar tidak salah jalan lagi. "Ayo!"

"Pak, jangan dipegang," protes Indah.

"Udah, jangan protes."

"Tapi ...."

"Kita sebentar lagi menikah."

Lagi-lagi Indah tidak diizinkan untuk membantah. Bara membukakan pintu untuk Indah lalu menyuruhnya masuk. "Ayo, tunggu apa lagi?"

Dengan ragu Indah masuk ke mobil. Melihat Indah yang sudah duduk, Bara menutup pintu lalu masuk dari sisi yang lain. Dari depan Pak Tarno, sopir pribadi Bara mulai menjalankan mobilnya.

"Untuk motor biar Pak Tarno yang bawa ke kantor," ujar Bara saat melihat Indah diam saja.

 Bara tidak tahu saja kalau Indah bukan hanya sekedar memikirkan motor. Melainkan percakapannya dengan Dona dan Roki yang meminta bantuannya.

"Apa aku bisa?"

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status