Masuk
“Nia, apa kamu udah gila ya?”
Suara Tiara terdengar melengking sampai ke telinga Aghnia hingga wanita itu tersadar dari lamunannya dan menoleh ke arah sang kakak. Wajar saja Tiara melakukan hal itu karena niat awal Aghnia yang ingin membuat es kopi malah berhasil membuat dapurnya kebanjiran akibat air dari dispenser yang tumpah ruah dari gelas lalu berakhir menjadi genangan di lantai. Dengan cepat Tiara melangkahkan kakinya mendekat ke arah sang adik karena air dari dispenser masih saja mengalir, walau ia sudah memberi peringatan kepada Aghnia tapi rasanya wanita itu belum sepenuhnya sadar akan kesalahannya. Ketika Tiara berhasil menghentikan kekacauan tersebut barulah Aghnia sadar dengan genangan air yang sudah membasahi lantai. “Aduh maaf ya Kak, aku enggak sengaja bikin dapur Kakak jadi begini.” “Iya enggak apa-apa tapi lebih baik kamu mandi terus ganti baju dulu deh,” titah Tiara yang melihat baju sang adik sudah setengah basah. “Iya Kak tapi aku beresin ini dulu ya?” tawar Aghnia. “Enggak usah biar Kakak aja, sekarang cepet mandi karena Kakak mau bicara sama kamu.” Tanpa berdebat lagi, akhirnya Aghnia masuk ke dalam kamar untuk mandi dan mengganti pakaiannya sebelum semut menggerayangi tubuhnya yang sudah terasa lengket. Sebenarnya bukan tanpa alasan Aghnia melamun lebih tepatnya wanita itu masih terkejut dengan beberapa insiden yang terjadi di rumahnya kemarin malam. Wanita itu pun memilih pergi dari rumah dan menginap di rumah sang kakak yang sudah menikah serta memiliki keluarga sendiri. *** Satu hari sebelumnya. Seorang pria paruh baya datang ke rumah dan mengakui sebagai sahabat dari mendiang kakek Thomas, kakek mereka. Dan bukan tanpa alasan beliau datang ke rumah. Lebih tepatnya kakek Haris datang ingin menagih janji mendiang Thomas yang hendak menikahkan cucu mereka. Tapi karena Tiara sudah menikah dan memiliki anak jadi Aghnia-lah yang harus menikah dengan cucu dari kakek Haris. Tentu saja Aghnia enggan menikah terlebih lagi wanita itu masih ingin hidup bebas dan tidak ingin dipaksa menikah dengan cara seperti itu. Rasanya menikah dengan cara seperti itu adalah pemikiran yang sangat kolot! Tapi hal yang mengejutkan bukan hanya itu saja melainkan ada hal besar yang selama ini tidak wanita itu ketahui. Citra baru saja masuk ke dalam kamar putrinya dan duduk bersimpuh tepat di hadapan Aghnia yang masih menangis dengan tersedu-sedu. “Mama mohon ya sama kamu tolong penuhi wasiat terakhir mendiang kakek Thomas,” pinta Citra dengan suaranya yang terdengar lirih. Aghnia berhenti menangis dan menatap kedua manik mata sang mama yang bahkan rela berlutut di hadapannya hanya demi memintanya untuk menikahi cucu kakek Haris yang bahkan tidak ia kenal sebelumnya. Terasa getir memang kala orang yang Aghnia harapkan akan melindungi dirinya malah bersikap sebaliknya yang bertentangan dengan hatinya. Hey, ayolah! Apakah ada hal lain yang sedang wanita paruh baya itu pikirkan sampai harus meminta putrinya menikah dengan orang asing? “Tapi kenapa, Ma? Kenapa harus Aghnia yang menikah dengan pria itu?” tanya Aghnia yang histeris. “Karena Tiara sudah menikah jadi kakek Haris terpaksa meminta kamu yang menggantikan menikah dengan cucunya.” Ah! Seketika Aghnia ingat kalau sang kakak sudah menikah bahkan memiliki putri berusia lima tahun bernama Namira yang kini menjadi keponakan satu-satunya yang paling wanita itu sayangi. Aghnia bahkan merasa tidak tega jika rumah tangga sang kakak hancur jika Tiara harus menikah dengan cucu dari kakek Haris. Dasar wasiat sialan! “Kalau begitu batalkan saja pernikahan ini, Ma,” mohon Aghnia dengan tangisnya yang kembali pecah. Citra berusaha memeluk tubuh putrinya yang berkali-kali menolak pelukan darinya. Atmosfer kamar itu seketika bertambah pilu dengan tangis keduanya yang seakan saling bersahutan. “Mama hanya ingin kamu membantu Mama untuk menebus kesalahan Mama di masa lalu, Nak.” Aghnia melepaskan pelukan mereka dengan dahinya yang berkerut, seolah ada tanda tanya besar di sana. “Maksud Mama apa?” “Sebenarnya kamu bukan anak kandung papa Sofyan melainkan….” Citra memejamkan kedua matanya lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya membuangnya kembali secara perlahan. Sementara Aghnia masih berusaha mencerna ucapan sang mama yang masih setengah kalimat itu. “Bisa dibilang kamu anak hasil di luar nikah,” lanjut Citra yang membuat hati Aghnia kian sesak. Anak panah yang sempat melesat serta tertancap di hati Aghnia sudah menjadi sebuah luka yang baru saja disiram oleh air garam hingga terasa sangat perih. “Semua ini salah Mama karena dulu tidak bisa menjaga diri dengan benar sehingga kejadian nahas itu terjadi di hari di mana Mama diperkosa oleh anak pemilik perusahaan tempat Mama bekerja.” Tidak hanya Aghnia yang merasa sakit tapi Citra pun sama bahkan wanita itu harus menanggung beban tersebut bersama sang suami yang senantiasa masih tetap berada di dekatnya dalam keadaan apa pun. Berkat mendiang papa mertuanya rahasia itu tersimpan rapat sampai hari ini sehingga baik Aghnia dan juga Tiara tidak ada yang mengetahuinya. *** “Kakak sudah dengar semuanya dari papa kalau kemarin kakek Haris datang dan meminta kamu untuk menikah dengan cucunya,” kata Tiara membuka obrolan di antara mereka. Setelah bersih dan rapih, Aghnia langsung keluar dari kamar lalu menghampiri Tiara yang sudah menunggu dirinya di kitchen island. Bahkan sang kakak sudah menyediakan segelas kopi hangat untuknya. Aghnia mengangkat kepalanya lalu menatap Tiara. Wanita yang duduk di hadapan langsung menggenggam tangannya erat. “Papa bilang dia tidak akan memaksa kamu untuk menikah dengan cucu kakek Haris jika kamu tidak mau,” lanjut Tiara. “Apa?” Aghnia begitu terkejut mendengar ucapan sang kakak selanjutnya. Ada rasa haru menyelimuti hatinya karena apa yang dilakukan oleh sang papa malah berbanding terbalik dengan mamanya yang jelas-jelas masih ada hubungan darah dengannya. Tapi Aghnia tidak sepenuhnya menyalahkan sang mama karena beliau sendiri punya alasan di balik permintaannya. Hanya saja Aghnia terlihat bingung. “Iya papa, aku dan juga mas Malik akan melindungi kamu dari wasiat sialan itu,” geram Tiara. “Terima kasih, Kak.” Aghnia menggenggam tangan kakaknya sambil tersenyum tipis. Bolehkah Aghnia saat ini menangis? Karena papa dan juga kakaknya sangatlah menyayanginya dan berpikir seolah tidak pernah terjadi hal apa pun sebelumnya. Tapi Aghnia sendiri penasaran apakah kakaknya sudah tahu kalau dirinya bukan anak kandung dari sang papa? “Kak, apakah papa atau mama memberitahukan rahasia tentang aku?” Tiara mengernyitkan dahinya karena tidak mengerti dengan pertanyaan adiknya tersebut. “Ah, sepertinya kakak memang tidak tahu tentang hal itu," batin Aghnia. “Rahasia apa?” Aghnia membalasnya dengan menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. “Oh ya Kak, di mana Namira dan mas Malik karena sejak tadi aku tidak melihat mereka?” Aghnia mengedarkan pandangan ke setiap sudut rumah bergaya minimalis. “Mereka sedang lari pagi dan mungkin sebentar lagi akan pulang,” jawab Tiara. Sebenarnya Tiara memang sengaja menyuruh suaminya untuk membawa putri mereka jalan-jalan pagi di sekitar komplek perumahan agar wanita itu bisa dengan leluasa bicara dengan adiknya. Jujur saja semalam Tiara merasa sangat kesal setelah mendengar kabar mengenai adiknya tapi di sisi lain wanita itu merasa beruntung karena dirinya sudah lebih dulu bertemu dan menikah dengan pujaan hatinya. Tapi setelah ini mereka berniat mencari jalan keluar untuk membantu Aghnia agar tidak menikah dengan cucu kakek Haris, apa dulu para kakek-kakek itu pikir akan terus tinggal di zaman Siti Nurbaya ya? *** “Apa anak itu ada di sini?” tanya Haris kepada Cakra, asisten pribadinya. Kini keduanya sedang berada di depan kamar hotel miliknya. Beliau berniat mencari cucunya yang sudah menghilang sejak kemarin sore. “Iya, Tuan.” “Kalau begitu cepat buka sekarang,” titah Haris. Cakra pun membuka pintu kamar hotel dengan kartu akses multifungsi yang bisa membuka setiap kamar di hotel tersebut jika ada keadaan darurat. Kartu itu hanya dimiliki oleh beberapa orang penting dan bukan orang sembarangan. “Aryan cepat bangun!” titah Haris dengan suaranya yang terdengar sangat lantang. Dua manusia yang berlawanan kelamin itu segera membuka matanya serta merubah posisinya menjadi duduk. Sang wanita menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sementara Aryan menutupi tubuhnya yang sama polosnya dengan bantal. “Kakek, kenapa ada di sini?” “Apakah sekarang aku tidak boleh datang ke hotel milikku sendiri? Lagi pula seharusnya kau belajar memimpin perusahaanku dengan baik bukan malah memimpin permainan bersama wanita bayaranmu ini.” Ucapan Haris terdengar sangat menohok hingga Aryan mati kutu dan terlihat semakin gugup karena harus disidak dadakan oleh sang kakek. Tubuhnya mendadak mengeluarkan keringat dingin bahkan kantuk yang sempat dirasakannya seketika menghilang. “Aryan, sekarang juga ikut Kakek pulang ke rumah.” “Ba–baik, Kakek.” “Cakra, pastikan wanita itu tidak mengandung anak dari cucuku apalagi sampai kembali menemui cucuku lagi,” titah Haris sembari melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut. Padahal Haris sangat berharap kalau Aryan dapat merubah sikap buruknya dan mulai belajar untuk mengurus semua bisnisnya kelak ketika dirinya sudah tiada. Namun yang terjadi justru sebaliknya Aryan malah berbuat seenaknya dengan bergonta-ganti teman tidur hanya untuk memenuhi panggilan hasratnya sebagai seorang pria.Tepat 25 tahun yang lalu.“Selamat atas kelahiran anak pertamamu ya, Citra,” kata Pandu memberikan selamat kepada salah satu karyawannya yang juga sahabat baiknya dikenalnya sejak SMA.“Te—terima kasih, Pak Pandu.”Citra terlihat gugup sehingga enggan melakukan kontak mata dengan pria yang kini sedang duduk di kursi kebesarannya. Sebenarnya ada alasan lain kenapa wanita itu meminta sedikit waktu sang calon CEO tersebut.“Ayolah sudah berapa kali aku katakan kalau sedang berdua seperti ini jangan memanggilku dengan sebutan Pak tapi panggil namaku saja,” omel Pandu yang masih menggunakan nada lembut.“Tapi bagaimana pun kau adalah bosku dan aku harus terus menghomartimu karena aku tidak ingin besar kepala apalagi orang-orang salah paham dengan kedekatan kita,” jelas Citra yang sudah mengangkat kepalanya kembali.“Ya sudah kalau
Tapi reaksi yang diberikan Aryan adalah sebuah kekehan yang terdengar seolah sedang mengejek wanita itu. Bagi Aryan yang belum bisa move on tersebut, rasanya mustahil untuk jatuh cinta pada seseorang apalagi dalam kurun waktu satu bulan.“Kenapa kau tertawa? Apakah ada yang lucu tentang perasaanku kepadamu?”Dahi Aghnia berkerut dengan tangannya yang sudah terkepal rasanya memang menyebalkan jika perasaannya lagi-lagi dipermainkan oleh pria itu. Bodoh!Aryan melangkahkan kakinya mendekat ke arah wanita itu yang saat ini sedang menahan kesal dan kapan saja bisa melayangkan tinjunya ke wajah tampan pria itu.“Aku hargai perasaanmu yang sudah jatuh cinta kepadaku tapi aku harap tiga pernyataan cintamu tidak kau ucapkan dalam waktu dekat minimal lima bulan sekali kau katakan agar pernikahan kita tidak cepat berakhir.”Aryan mengatakan hal itu sambil tersenyum serta memegang kedua tangan wanita itu. Bukankah perlakuan pria itu terasa manis hingga mampu meredakan amarah Aghnia.“Ya anggap s
Setelah dipikirkan kembali akhirnya Aghnia memilih untuk menjalani pernikahannya bersama Aryan sesuai saran yang diberikan oleh Doni pagi ini. Tentu dengan harapan kalau cintanya yang tulus dan juga penuh gairah dapat membuat pria itu berubah hingga jatuh cinta kepadanya.Walau hatinya sempat sakit ketika menerima kenyataan kalau Aryan menikahinya dengan alasan lain tapi wanita itu sudah benar-benar jatuh cinta dengan segala perlakuan manis serta rasa perhatian yang diberikan pria itu sebelum Aghnia tahu kebenarannya.“Jadi, apakah kamu sudah memikirkannya? Maksudku, apakah kamu ingin bercerai atau tetap menjalani pernikahan ini?”Suara Aryan mampu mengagetkan Aghnia yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah mengganti pakaiannya. Pria itu memang langsung masuk ke kamarnya ketika melihat Aghnia yang keluar dari mobil melalui jendela yang ada di ruang kerjanya.“Apakah kau tidak bisa menunggu sebentar? Setidaknya jangan muncul tiba-tiba seperti ini karena kau hampir membuat jantung
Aghnia baru saja menginjakkan kakinya tepat di lobi perusahaan Pandawa Group. Tempat di mana papa kandungnya bekerja sebagai pemilik serta CEO perusahaan tersebut. Sebelumnya wanita itu sudah berusaha mencari tahu tentang informasi terkait pria yang bernama Pandu Pandawa di jejaring internet. Tapi tidak banyak hal yang Aghnia dapatkan sepertinya pria itu memang sangat menjaga privasinya. Namun satu hal yang wanita itu tahu kalau Pandu Pandawa adalah orang terkaya nomor satu di negara mereka jadi wajar saja tidak banyak informasi yang diketahuinya, bahkan foto wajahnya saja dengan sengaja disembunyikan. “Permisi Mbak, apakah Pak Pandu Pandawa masih bekerja di perusahaan ini?” tanya Aghnia pada resepsionis yang ada di sana. Sungguh saat ini wanita itu hanya ingin tahu bagaimana rupa sang papa dan berharap bisa melihatnya secara langsung, ya syukur-syukur bisa sekaligus mengobrol. “Maaf untuk Pak Pandu Pandawa yang dimaksud bekerja di bagian apa ya, Bu?” Resepsionis tersebut berusa
“Berhenti di situ atau aku akan berteriak, Aryan!”Ancaman wanita itu terdengar lucu di telinga Aryan hingga pria itu sempat terkekeh sebentar. Sementara Aghnia yang belum sadar hanya bisa mengerutkan dahinya.“Apa kamu pikir dengan berteriak orang-orang akan datang lalu menyeretku keluar dari kamar ini?”Seketika Aghnia mulai paham maksud ucapan Aryan hingga merutuki dirinya yang sangat bodoh. “Astaga Aghnia, bagaimana mungkin kamu dengan berani memberikan ancaman seperti itu kepada suamimu sendiri?”“Tentu saja bisa setelah aku mengatakan kalau kamu baru saja melakukan tindak kdrt kepadaku,” jawab Aghnia asal.“Oh, ya? Kalau begitu lakukan saja sekarang atau kau ingin melakukannya setelah aku melakukan hal buruk kepadamu?”Aryan menantang wanita itu seolah tidak mau kalah hingga Aghnia merasa sangat kesal dengan sikapnya. Sungguh rasanya Aghnia sangat rindu dengan sikap Aryan yang dulu walau penuh dengan kepura-puraan.“Sudahlah, jangan bahas hal ini lagi tapi aku benar-benar ingin
Pukul lima pagi pintu utama paviliun sudah terketuk dengan sangat kencang hingga membuat Aghnia segera keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu.“Mbak Aghnia maaf karena sudah mengganggu tapi saya terpaksa membawa Mas Aryan pulang karena tidak ingin jika kakek Haris tahu kalau Mas Aryan tidak ada di rumah semalam.”Sungguh Doni tidak ingin melakukan hal ini jika saja Aryan belum menikah karena akan lebih baik jika membawa pria yang saat ini dalam kondisi mabuk itu ke apartemen dan berbohong tentang keadaan pria itu.Rasanya Doni saat ini sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri jika saja bertemu atau ketahuan kakek Haris. Beruntung lokasi paviliun Aryan sangat jauh dari rumah utama dan juga paviliun orang tua Aryan.“Baiklah, ayo bawa Aryan masuk ke dalam,” ajak Aghnia.Wanita itu mungkin masih kesal dengan sikap Aryan yang sebelumnya pergi begitu saja tanpa sebuah kejelasan yang pasti. Namun perlahan Aghnia mulai memahami kalau pria itu memang terjebak dengan pernikahan ini.Set







