Masuk“Berhenti di situ atau aku akan berteriak, Aryan!”
Ancaman wanita itu terdengar lucu di telinga Aryan hingga pria itu sempat terkekeh sebentar. Sementara Aghnia yang belum sadar hanya bisa mengerutkan dahinya. “Apa kamu pikir dengan berteriak orang-orang akan datang lalu menyeretku keluar dari kamar ini?” Seketika Aghnia mulai paham maksud ucapan Aryan hingga merutuki dirinya yang sangat bodoh. “Astaga Aghnia, bagaimana mungkin kamu dengan berani memberikan ancaman seperti itu kepada suamimu sendiri?” “Tentu saja bisa setelah aku mengatakan kalau kamu baru saja melakukan tindak kdrt kepadaku,” jawab Aghnia asal. “Oh, ya? Kalau begitu lakukan saja sekarang atau kau ingin melakukannya setelah aku melakukan hal buruk kepadamu?” Aryan menantang wanita itu seolah tidak mau kalah hingga Aghnia merasa sangat kesal dengan sikapnya. Sungguh rasanya Aghnia sangat rindu dengan sikap Aryan yang dulu walau penuh dengan kepura-puraan. “Sudahlah, jangan bahas hal ini lagi tapi aku benar-benar ingin tahu ke depannya kamu ingin pernikahan kita seperti apa nantinya? Jujur saja, aku bingung dengan sikapmu yang mudah berubah seperti bunglon.” “Beraninya dia menyamakan aku dengan bunglon.” Aryan seakan tidak terima dengan wanita itu yang menyamakannya dengan hewan, hal itu terlihat jelas dari kepalan tangannya. Namun wajar saja Aghnia menilainya seperti itu karena memang yang terjadi sikap Aryan gampang berubah-ubah dalam sekejap. Sampai detik ini saja Aryan belum punya rencana yang jelas selain mengikuti ide gila Doni. “Aku hanya ingin kau tetap berada di sisiku sebagai istriku dan berpura-pura mencintaiku sama seperti yang aku lakukan selama ini.” Aryan sengaja menghindari kontak mata dengan Aghnia karena merasa sangat bersalah sudah melibatkan wanita itu masuk ke dalam urusan pribadinya. Benar sampai saat ini pria itu belum bisa melupakan masa lalunya yang tiba-tiba saja menghilang serta meninggalkannya begitu saja. Dan apa yang dilakukan Aryan apalagi sampai meniduri beberapa wanita adalah bentuk pelampiasan rasa sakit hatinya. Awalnya Aryan akan menjalin hubungan dengan wanita itu selama tiga hari atau paling lama seminggu, jika sudah bosan tanpa ragu pria itu akan mencari wanita lain. “Seenaknya saja dia mempermainkan perasaanku, andai aku tahu sejak awal dia tidak benar-benar mencintaiku maka aku akan melindungi hatiku untuk tidak jatuh cinta dengannya.” Aghnia mengepalkan tangannya hingga memutih, rasanya wanita itu ingin sekali meninju wajah Aryan. Hatinya saja sampai saat ini masih merasa sakit akibat ulahnya. Bukankah seharusnya Aryan meminta maaf terlebih dulu kepada Aghnia tentang hal ini ya? “Sampai kapan kita harus memainkan peran palsu itu?” tanya Aghnia yang berhasil membuat pria itu mengangkat kepalanya serta menoleh ke arahnya. “Soal itu...” Jujur sampai saat ini Aryan tidak tahu sampai kapan ingin melakukan hal tersebut. “Aku belum tahu sampai kapan tapi jika kau tidak mau kita bisa segera bercerai.” Aryan benar-benar tidak ingin membawa wanita itu terlalu jauh masuk ke dalam pusaran masalahnya tapi semua tergantung pada Aghnia nanti. Ponsel Aghnia berdering dengan menampilkan kontak nama sang mama di sana sehingga wanita itu segera menjawab panggilan tersebut dengan menjauhkan diri dari Aryan. Bahkan sampai keluar dari kamarnya. “Halo Ma, ada apa?” “Tidak apa-apa tapi sejak semalam Mama kepikiran soal kamu tapi mungkin saja karena untuk pertama kalinya kamu jauh dari Mama dan Papa.” “Apakah mungkin naluri seorang Ibu sangat kuat seperti ini hingga beliau sampai mengkhawatirkanku walau kami terpisah jauh?” Aghnia benar-benar merasa terharu dengan ikatan batin yang tercipta antara dirinya dan juga dengan sang mama. Tapi wanita itu memilih untuk tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi karena tidak ingin membuat beliau dan juga keluarganya yang lain merasa khawatir. “Tapi, apakah Mama mengganggu dengan menghubungimu pagi-pagi begini?” tambah Citra yang tidak ingin menggangu putrinya tepat di hari pertama Aghnia berada di rumah suaminya. “Tidak kok Ma, sebenarnya kami baru saja selesai sarapan dan sekarang aku sedang bingung harus melakukan apa.” Aghnia menggaruk dahinya yang tidak gatal sambil tersenyum tipis. Memang tidak ada rencana apa pun bahkan untuk sekedar bulan madu sampai saat ini dan Aryan tidak mengatakan hal apa pun. Lebih tepatnya mungkin hal itu juga tidak akan terjadi mengingat pria itu bukan suami nyata alias suami palsu atau hanya sebatas title saja. “Memangnya kalian tidak membahas tentang bulan madu?” “Eh—“ “Belum Ma tapi mungkin nanti aku dan Aryan akan membahasnya setelah ini,” dusta Aghnia dengan keringat dingin yang tiba-tiba saja muncul. “Ya sudah tapi di mana pun kamu berada jangan lupa untuk jaga kesehatanmu dan juga usahakan untuk memenuhi tanggung jawabmu sebagai seorang istri, Aghnia,” pesan Citra. Mendengar hal itu tentu membuat batin Aghnia semakin tersiksa mengingat apa yang sebenarnya terjadi jauh lebih menyakitkan. Namun rasanya akan lebih menyakinkan lagi jika seluruh keluarga Aghnia terutama sang mama tahu tentang semua ini. “Maafkan aku ya Ma karena sudah berbohong dengan mengatakan semuanya baik-baik saja.” “Iya, Ma.” Kedua manik mata Aghnia terlihat berkaca-kaca karena wanita itu tidak mampu menyembunyikan kesedihannya. “Oh ya Ma, bolehkah aku menagih janji Mama waktu itu mengenai identitas asli papa?” tanya Aghni untuk mengalihkan pembicaraan mereka agar tidak lagi terjebak semakin jauh dengan rasa sakit yang sedang dialaminya. Lebih tepatnya Aghnia tidak ingin jika dinding pertahanannya runtuh sehingga wanita itu kelepasan menangis dari balik telepon. Atau mungkin semakin banyak kebohongan yang diberikannya kepada sang mama. “Mama kira kamu sudah lupa tentang hal itu karena sekarang sudah ada Aryan yang menemani hidupmu,” gurau Citra. “Mana mungkin aku bisa lupa tentang hal itu karena....” Aghnia menghentikan ucapannya setelah menyadari kalau dirinya hampir saja kelepasan dengan mengatakan tujuannya menikah untuk hal tersebut. “Ya sudah tapi jika Mama sudah mengatakannya kamu hanya boleh sekedar tahu saja ya, maksud Mama adalah biarkan dia menjalani hidupnya dengan keluarganya tanpa adanya bayang-bayang tentang kita.” “Mama hanya tidak ingin kalau nantinya kamu terluka setelah mengetahui sifat asli papamu atau mungkin keluarganya yang tidak bisa menerima keberadaanmu,” lanjut Citra. “I—iya, Ma.” “Ya sudah kalau begitu nanti Mama kirimkan lewat pesan saja karena Mama tidak enak jika kamu terlalu lama bicara lewat telepon dengan Mama.” Obrolan mereka pun terputus lalu tidak lama Aghnia menerima sebuah pesan dari sang mama hingga membuat rasa penasaran tumbuh di dalam dirinya. Wanita itu bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaiannya lalu mengambil tas kecil miliknya. Sementara Aryan sempat terkejut melihat istrinya yang terlihat buru-buru ingin pergi padahal pria itu sedang menunggunya untuk kembali mengobrol. “Kau mau ke mana? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Aryan. Aghnia menghentikan langkahnya dan menatap pria yang tengah bersandar di kepala tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Wanita itu seketika ingat kalau sebelumnya mereka sedang mengobrol. “Aku ingin keluar sebentar karena ada urusan penting jadi mungkin kita akan mengobrol lagi nanti.” “Apa mau aku antar?” tawar Aryan. Lagi-lagi Aghnia menilai kalau suaminya seakan sedang memberikan perhatian serta mengkhawatirkan dirinya hingga membuat wanita itu ingin menangis detik itu juga. Seharusnya Aryan tidak bersikap demikian karena hal tersebut akan membuat luka di hatinya yang akan semakin sulit sembuh. “Tidak usah repot-repot tapi aku bisa pergi sendiri,” tolak Aghnia sambil memalingkan wajahnya dari pria itu. “Kalau kau tidak ingin aku antar sebaiknya biar sopir yang mengantar.” Tawaran Aryan kali ini membuat Aghnia benar-benar semakin kesal dengan pria itu. Sebenarnya apa sih maunya? Karena selama ini sikapnya sungguh labil seperti pemuda yang sedang mencari jati dirinya. “Tunggu, kamu jangan salah paham dulu tapi aku hanya tidak ingin jika kakek atau yang lainnya sampai menilai kalau aku tidak perhatian kepadamu,” jelas Aryan ketika mendapat tatapan sinis dari wanita itu. Apa yang dikatakan Aryan memang benar walau Aghnia kesal dengan sikapnya yang selalu berubah-ubah tapi wanita itu berusaha untuk menerima penjelasan yang diberikannya. “Baiklah, aku akan pergi dengan sopir tapi aku tidak ingin terlalu lama menunggu,” pesan Aghnia yang langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sekarang bukan hanya Aghnia yang merasa kesal dengan tingkah pria itu tapi Aryan juga merasakan yang sama kali ini. Apalagi dengan sikap Aghnia yang dianggapnya sangat tegas dan tidak suka bertele-tele. Aryan segera menghubungi sopir pribadinya untuk segera bersiap karena mungkin sebentar lagi atau bahkan saat ini wanita itu sudah menunggu di pintu utama paviliun mereka.Tepat 25 tahun yang lalu.“Selamat atas kelahiran anak pertamamu ya, Citra,” kata Pandu memberikan selamat kepada salah satu karyawannya yang juga sahabat baiknya dikenalnya sejak SMA.“Te—terima kasih, Pak Pandu.”Citra terlihat gugup sehingga enggan melakukan kontak mata dengan pria yang kini sedang duduk di kursi kebesarannya. Sebenarnya ada alasan lain kenapa wanita itu meminta sedikit waktu sang calon CEO tersebut.“Ayolah sudah berapa kali aku katakan kalau sedang berdua seperti ini jangan memanggilku dengan sebutan Pak tapi panggil namaku saja,” omel Pandu yang masih menggunakan nada lembut.“Tapi bagaimana pun kau adalah bosku dan aku harus terus menghomartimu karena aku tidak ingin besar kepala apalagi orang-orang salah paham dengan kedekatan kita,” jelas Citra yang sudah mengangkat kepalanya kembali.“Ya sudah kalau
Tapi reaksi yang diberikan Aryan adalah sebuah kekehan yang terdengar seolah sedang mengejek wanita itu. Bagi Aryan yang belum bisa move on tersebut, rasanya mustahil untuk jatuh cinta pada seseorang apalagi dalam kurun waktu satu bulan.“Kenapa kau tertawa? Apakah ada yang lucu tentang perasaanku kepadamu?”Dahi Aghnia berkerut dengan tangannya yang sudah terkepal rasanya memang menyebalkan jika perasaannya lagi-lagi dipermainkan oleh pria itu. Bodoh!Aryan melangkahkan kakinya mendekat ke arah wanita itu yang saat ini sedang menahan kesal dan kapan saja bisa melayangkan tinjunya ke wajah tampan pria itu.“Aku hargai perasaanmu yang sudah jatuh cinta kepadaku tapi aku harap tiga pernyataan cintamu tidak kau ucapkan dalam waktu dekat minimal lima bulan sekali kau katakan agar pernikahan kita tidak cepat berakhir.”Aryan mengatakan hal itu sambil tersenyum serta memegang kedua tangan wanita itu. Bukankah perlakuan pria itu terasa manis hingga mampu meredakan amarah Aghnia.“Ya anggap s
Setelah dipikirkan kembali akhirnya Aghnia memilih untuk menjalani pernikahannya bersama Aryan sesuai saran yang diberikan oleh Doni pagi ini. Tentu dengan harapan kalau cintanya yang tulus dan juga penuh gairah dapat membuat pria itu berubah hingga jatuh cinta kepadanya.Walau hatinya sempat sakit ketika menerima kenyataan kalau Aryan menikahinya dengan alasan lain tapi wanita itu sudah benar-benar jatuh cinta dengan segala perlakuan manis serta rasa perhatian yang diberikan pria itu sebelum Aghnia tahu kebenarannya.“Jadi, apakah kamu sudah memikirkannya? Maksudku, apakah kamu ingin bercerai atau tetap menjalani pernikahan ini?”Suara Aryan mampu mengagetkan Aghnia yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah mengganti pakaiannya. Pria itu memang langsung masuk ke kamarnya ketika melihat Aghnia yang keluar dari mobil melalui jendela yang ada di ruang kerjanya.“Apakah kau tidak bisa menunggu sebentar? Setidaknya jangan muncul tiba-tiba seperti ini karena kau hampir membuat jantung
Aghnia baru saja menginjakkan kakinya tepat di lobi perusahaan Pandawa Group. Tempat di mana papa kandungnya bekerja sebagai pemilik serta CEO perusahaan tersebut. Sebelumnya wanita itu sudah berusaha mencari tahu tentang informasi terkait pria yang bernama Pandu Pandawa di jejaring internet. Tapi tidak banyak hal yang Aghnia dapatkan sepertinya pria itu memang sangat menjaga privasinya. Namun satu hal yang wanita itu tahu kalau Pandu Pandawa adalah orang terkaya nomor satu di negara mereka jadi wajar saja tidak banyak informasi yang diketahuinya, bahkan foto wajahnya saja dengan sengaja disembunyikan. “Permisi Mbak, apakah Pak Pandu Pandawa masih bekerja di perusahaan ini?” tanya Aghnia pada resepsionis yang ada di sana. Sungguh saat ini wanita itu hanya ingin tahu bagaimana rupa sang papa dan berharap bisa melihatnya secara langsung, ya syukur-syukur bisa sekaligus mengobrol. “Maaf untuk Pak Pandu Pandawa yang dimaksud bekerja di bagian apa ya, Bu?” Resepsionis tersebut berusa
“Berhenti di situ atau aku akan berteriak, Aryan!”Ancaman wanita itu terdengar lucu di telinga Aryan hingga pria itu sempat terkekeh sebentar. Sementara Aghnia yang belum sadar hanya bisa mengerutkan dahinya.“Apa kamu pikir dengan berteriak orang-orang akan datang lalu menyeretku keluar dari kamar ini?”Seketika Aghnia mulai paham maksud ucapan Aryan hingga merutuki dirinya yang sangat bodoh. “Astaga Aghnia, bagaimana mungkin kamu dengan berani memberikan ancaman seperti itu kepada suamimu sendiri?”“Tentu saja bisa setelah aku mengatakan kalau kamu baru saja melakukan tindak kdrt kepadaku,” jawab Aghnia asal.“Oh, ya? Kalau begitu lakukan saja sekarang atau kau ingin melakukannya setelah aku melakukan hal buruk kepadamu?”Aryan menantang wanita itu seolah tidak mau kalah hingga Aghnia merasa sangat kesal dengan sikapnya. Sungguh rasanya Aghnia sangat rindu dengan sikap Aryan yang dulu walau penuh dengan kepura-puraan.“Sudahlah, jangan bahas hal ini lagi tapi aku benar-benar ingin
Pukul lima pagi pintu utama paviliun sudah terketuk dengan sangat kencang hingga membuat Aghnia segera keluar dari kamarnya untuk segera membuka pintu.“Mbak Aghnia maaf karena sudah mengganggu tapi saya terpaksa membawa Mas Aryan pulang karena tidak ingin jika kakek Haris tahu kalau Mas Aryan tidak ada di rumah semalam.”Sungguh Doni tidak ingin melakukan hal ini jika saja Aryan belum menikah karena akan lebih baik jika membawa pria yang saat ini dalam kondisi mabuk itu ke apartemen dan berbohong tentang keadaan pria itu.Rasanya Doni saat ini sedang mempertaruhkan nyawanya sendiri jika saja bertemu atau ketahuan kakek Haris. Beruntung lokasi paviliun Aryan sangat jauh dari rumah utama dan juga paviliun orang tua Aryan.“Baiklah, ayo bawa Aryan masuk ke dalam,” ajak Aghnia.Wanita itu mungkin masih kesal dengan sikap Aryan yang sebelumnya pergi begitu saja tanpa sebuah kejelasan yang pasti. Namun perlahan Aghnia mulai memahami kalau pria itu memang terjebak dengan pernikahan ini.Set







