Share

Bab 3 - Sebuah Penawaran

Kirana tersentak kaget dan langsung mendongak. Tatapan matanya terfokus pada tisu yang disodorkan untuknya. Ia meraih sedikit pelan, lalu menghapus bekas air matanya.

“Kamu karyawan baru di LKI, kan?” Fikri mengingat-ingat wajah yang tak asing di hadapannya itu. Beberapa kali sempat berpapasan di kantor, meski tak bertegur sapa. Ia juga pernah secara tidak langsung menyelamatkan gadis itu dari perdebatan tak berkesudahan Dzaka beberapa satu pekan lalu.

Kirana menganggukkan kepala sebagai jawaban.

“Oh, kerja di kafe itu juga?” tanyanya sambil menunjuk sebuah kafe yang beroperasi dua puluh empat jam itu. “Apa nggak capek pulang dari kantor harus bekerja lagi di kafe?”

Kirana tersenyum masam. “Capek, Pak. Tapi, mau bagaimana lagi? Saya harus melakukannya.”

“Apa gajimu di kantor tidak cukup?” Fikri menautkan kedua alisnya.

Lagi, Kirana tersenyum. “Jika hanya persoalan biaya hidup, sudah lebih dari cukup, Pak. Tapi, ada hal lain yang membuatnya jauh dari kata cukup.”

Fikri mengangguk. Tak lagi ingin bertanya lebih karena dirasa kurang pantas menanyakan hal privasi orang lain.

“Oh, ya, panggil saja, Fikri. Tidak usah pakai Pak. Dan ngomongnya pakai aku kamu aja. Terlalu formal kalau pakai saya.”

“Duh, kalau panggil nama rasanya tidak sopan, Pak. Atau Mas Fikri saja?”

Fikri tertawa mendengar penawaran gadis yang belum diketahui namanya itu. “Iya, senyaman kamu saja. Asal bukan Pak.”

“Oke. Aku Kirana, Mas.”

Sesaat, suasana mendadak hening. Tercipta kecanggungan di antara mereka.

Melihat gadis polos itu, mendadak Fikri punya ide.

Ah, ia tidak menuduh, tapi hanya menduga kalau Kirana sedang butuh uang. Tidak ada salahnya, menawarkan pekerjaan yang tak biasa itu, mungkin. Terlebih, Kirana juga sampai bela-belain bekerja dari pagi sampai malam demi, bukankah itu semua demi pundi-pundi?

Ia tiba-tiba teringat perintah Dzaka atasannya tadi siang.

“Fik, carikan seorang gadis yang bisa dibayar untuk berpura-pura menjadi calon istriku di hadapan bunda,” titah Dzaka dua hari lalu pada Fikri yang sedari tadi berdiri mematung mendengarkan keluh kesah atasannya itu.

“Jangan gegabah, Tuan. Kita harus memikirkan cara yang lebih baik.” Fikri berusaha bersikap santai.

“Tidak ada cara lain. Aku sudah habis akal memikirkannya.”

“Tapi, ini terlalu berisiko, Tuan. Kalau sampai Nyonya Andari tau, beliau akan marah besar. Jadi, pikirkan juga jangka panjang dari ide itu. Tuan bisa saja terjebak dalam sandiwara berlarut-larut.”

Fikri terus berupaya untuk mengajak Dzaka berpikir lebih jernih. Ia tidak mau melihat atasan yang dianggapnya seperti sahabat justru terperangkap ke dalam kubangan dustanya sendiri.

“Aku tidak peduli. Sekarang, aku hanya mau membawa calon istri ke hadapan bunda. Sekalipun, itu hanya pura-pura,” kekeh Dzaka. Dia bahkan merasa hidupnya sangat miris.

“Baiklah, Tuan. Aku akan usahakan secepatnya.” Fikri memilih mengakhiri perdebatannya dengan atasannya. Toh, ia sudah paling tahu bagaimana Dzaka jika keinginannya tidak dituruti. Dia akan mengamuk, bahkan kadang tak segan untuk menonjoknya.

Fikri mengembuskan napas pelan tatkala mengingat perintah Dzaka yang seakan-akan tidak bisa dibantah.

Melihat Kirana membuat ia kepikiran sesuatu.

“Aku ingin menawarkan kamu pekerjaan, tapi jangan tersinggung. Karena ini agak sensitif sebenarnya.” Fikri memecahkan kembali keheningan di antara mereka.

“Apa itu?” tanya Kirana bingung.

“Kamu mau jadi calon istri pura-pura Tuan Dzaka?” tanya Fikri langsung to the point.

Kirana melotot kaget. Pekerjaan macam apa itu? Dia saja tidak dekat dengan Tuan Dzaka.

Jangankan dekat, bertegur sapa saja tidak pernah. Ah, Kirana ingat, ia pernah sekali memaki atasannya itu di halaman kantor karena mobilnya hampir menabrak dirinya hingga tangan dan lututnya lecet, ditambah pergelangan kakinya ikut sakit karena keseleo. Kirana hanya tahu dari mulut karyawan lain kalau yang disebut Tuan Dzaka oleh Fikri itu orangnya ini dan itu. Berpura-pura menjadi calon istrinya, bukankah sama saja mencari neraka kehidupan sendiri?

“Tuan Dzaka? Direktur utama di kantor bukan, Mas?”

Fikri mengangguk.

“Waduh … aku takut, Mas. Bagaimana mungkin aku harus berpura-pura menjadi calon istri pimpinan perusahaan? Ini terlalu berisiko untuk hidup dan pekerjaanku. Aku tidak mau nanti menjadi sorotan publik di luar sana. Menjadi bahan gunjingan karyawan lain di kantor. Citraku jadi buruk nanti, Mas,” jelas Kirana panjang lebar.

“Lagian, kenapa harus cari calon istri pura-pura? Apa Pak Dzaka sudah tidak begitu laku?”

“Jaga ucapanmu, Kirana. Tuan Dzaka akan marah jika mendengarnya.” Fikri memperingatkan.

“Maaf, Mas. Oh, ya, bukankah di kantor ada aturan yang tidak memperbolehkan orang-orangnya punya hubungan, baik itu atasan dengan karyawan ataupun karyawan dengan karyawan?” Kirana mengingat aturan aneh yang sempat didengar dari karyawan lain.

Bukannya membenarkan, Fikri malah tertawa. Dia tahu memang ada peraturan yang seperti itu, tapi bukan begitu maksudnya. Lantas, bagaimana?

“Kamu tidak pernah membaca draft tata terbit?” tanya Fikri. “Hubungan yang dimaksud tidak boleh itu yang melewati batas, yang menganggu pekerjaan, dan yang merusak citra perusahaan. Perusahaan itu tidak bisa mengendalikan perasaan pekerjanya, tapi harus meminimalisir risiko jatuhnya perusahaan karena kelakuan orang-orangnya,” tutur Fikri menanggapi kesalahpahaman Kirana. Dia tahu gadis ini tidak membaca draft tata tertib sampai selesai.

“Kalau kamu mau bekerja sama, status kalian akan dirahasiakan di media. Identitasmu juga. Pokoknya kamu akan aman. Aku juga akan melindungi kamu. Jadi, tenang saja. Tidak ada imbasnya sama sekali dengan pekerjaan kamu di perusahaan. Lagian, kamu hanya pura-pura dan tidak sedang menjalin hubungan dengan atasan, dalam kata lain kalian tidak sedang berpacaran. Bonusnya, kamu dapat bayaran yang cukup besar.”

Mendengar itu, Kirana merasa tertarik. Dia seakan mulai terobsesi dengan uang. Ya, uang. Bukankah misi yang ia bawa dari kota kelahiran ayahnya itu membutuhkan uang?

“Seandainya aku menerima, apa yang harus kulakukan dengan sandiwara itu, Mas?”

“Kamu hanya harus berpura-pura menjadi calon istri Tuan Dzaka di hadapan orang tuanya.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Karlos Alves
cerita nya enak...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status