Home / Romansa / Istri Pura-Pura Direktur Kejam / Bab 2 - Perkara Cinta dan Restu

Share

Bab 2 - Perkara Cinta dan Restu

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2023-04-13 09:11:01

Sebenarnya, aturan perusahaan yang menekankan kedisiplinan pada karyawan, Kirana sudah tahu. Tapi, soal peraturan dilarang menjalin hubungan justru Kirana baru tahu dari rekan-rekan sesama karyawan di lift tadi.

Hanya saja, Kirana tak akan mempermasalahkan itu. Ia hanya berharap akan betah dengan karir yang digelutinya di sini. Gaji yang dia dapat dari perusahaan berkelas seperti PT Langit Karya Indonesia juga lumayan besar.

Kirana sadar, bahwa sudah menjadi tugasnya membantu perekonomian keluarga yang berantakan semenjak kepergian ayahnya, tiga bulan yang lalu. Bahkan, karena tuntutan ekonomi yang hancur membuat Kirana harus memutar otak agar bagaimana ia bisa mendapatkan uang dalam jumlah yang cukup besar. Ia bahkan terpaksa meninggalkan ibunya di Makassar bersama adik dan kakaknya. Tentu, ia tak hanya mengandalkan gaji sebagai karyawan biasa di Jakarta. Ia juga bekerja paruh waktu sebagai seorang barista di sebuah kafe.

********

Sepulang dari kantor tadi, Kirana langsung menuju kafe tempatnya bekerja.

Dia sudah mulai bekerja paruh waktu dari tiga hari yang lalu.

Beruntung, karena pemilik kafe itu mengerti kondisi Kirana, sehingga memberinya kesempatan untuk bekerja setelah pulang kantor sampai jam 12 malam.

Kirana tak keberatan dengan jam kerjanya, meski itu memang cukup butuh penyesuaian karena besoknya juga harus bekerja pagi sampai sore.

Hari ke-4 bekerja di kafe itu cukup berat.

Terlebih, ia juga kini sudah mengenali pemilik kafe yang lainnya. Bahkan, ia sempat bertemu dengannya.

Saat melamar kerja, Raya sempat mengatakan padanya kalau kafe itu dirintis bersama dengan saudaranya yang dipisahkan selama 23 tahun.

Tanpa menyebutkan nama, katanya, saudaranya itu sedang ada urusan di luar kota. 

Namun, bagaikan tersambar petir, Kirana sekarang merasakan hatinya diaduk-aduk.

Matanya memanas begitu melihat sosok yang selama ini masih dirindu, meski berusaha ia jauhi.

Sosok itu ternyata salah satu pemilik 2R Café—tempatnya bekerja sampingan untuk mendapatkan penghasilan lebih demi misi yang ia bawa dari kota asalnya.

"Kirana?"

Deg!

Ucapan pria itu membuat Kirana terkesiap. Apakah rencana Allah di balik pertemuan ini?

Kirana sudah berusaha membunuh rasa cintanya dengan pulang ke Makassar setelah lulus kuliah dan menetap di sana.

Meski, sosok terkasihnya sempat datang untuk meminang dirinya, tapi ditolak oleh keluarganya karena berbeda iman. Setelah itu, dia tak pernah lagi datang karena telah bersepakat untuk mengakhiri semuanya. Sebab, Kirana menyadari bahwa cinta yang tercipta di antara mereka adalah sebuah kesalahan.

“Kita bertemu lagi, Kirana. Cahayaku,” ucapnya lagi dengan nada lirih, “aku merindukanmu. Aku nggak sanggup dan tidak akan pernah sanggup melupakanmu.”

Kirana dapat merasakan rindu di mata pria itu.

Tangan Kirana mengepal, berusaha menafikan perasaannya.

Dengan segala pertahanan diri tersisa, Kirana pun akhirnya berbicara. “Aku tidak mau mendengar hal itu lagi, Rey. Bukankah kita sudah sepakat untuk mengakhiri semua dengan baik-baik. Kalau kamu memang mencintaiku, relakan aku karena kita berbeda.”

“Aku nggak akan pernah menukar Tuhanku denganmu, Rey!” Baru kali ini, seumur hidupnya Kirana membentak seseorang.

Apalagi, dia adalah pria yang didamba. Sosok yang selama ini tidak pernah ditepis dalam kalbu dan ingatannya.

“Aku bekerja di sini, karena aku butuh pekerjaan tambahan. Maka kumohon kita bisa profesional sebagai seorang owner dan barista. Maafkan aku, Rey.”

Tanpa sadar, air mata Kirana luruh.

Ia pun melangkah pelan dengan sekelabat bayang menghantui dan segenap rasa yang menghancurkan pertahanannya.

Selama di kafe tadi, dia masih bisa menahan gejolak hatinya yang berkecamuk. Namun, tidak setelah ia pulang kerja. Semuanya tampak kembali mengenang kisah cinta yang indah, tapi berakhir luka.

Kirana memutuskan untuk duduk di halte terlebih dahulu, menetralkan guncangan batinnya yang naif sekali dianggap sudah rela melepasnya.Dia menutup wajah dengan tangan, tubuhnya terguncang hebat karena menangis.

Pikiran-pikiran yang kalang kabut membawanya berkelana pada kisah pilu di masa lalu.

“Apakah kau mencintai putriku?” Ayahnya memandang tegas Rey yang kala itu duduk di hadapannya.

“Sungguh, aku mencintainya dengan tulus, Om. Bahkan, jika Anda mengizinkan, akan kukerahkan diriku untuk melamarnya,” jawab pria itu mantap seraya mendongakkan sedikit kepala untuk menatap lawan bicara.

Suasana mendadak berubah hening. Arman, pria yang identik dengan peci dan kumis tebal yang terkenal paham agama di kompleksnya terdiam, sesekali memejamkan mata dan meneguk salivanya dalam-dalam, dia tidak menyangka dengan kenyataan yang baru saja disuguhkan untuknya.

“Aku menghargai perasaanmu, tapi agama kami tidak membenarkan cinta berbeda iman. Haram hukumnya orang tua menikahkan putrinya yang islam dengan laki-laki yang bukan islam. Pulanglah ke rumahmu. Kalau kau memang mencintai putriku, maka jauhi dia. Biarkan dia menemukan cinta sejatinya dengan yang seiman.”

Cukup lama, obrolan mereka berlangsung, tapi hanya seputar untuk mengakhiri cerita cinta berbeda iman yang telanjur terukir di hati putrinya dan anak muda yang diketahui satu kampus dengan sang putri.

Sampai pada akhirnya, pemuda itu pamit undur diri dengan raut kekecewaan yang jelas terpatri di setiap garis wajahnya.

Ingin rasanya, Kirana yang berdiri di balik tirai dapur rumahnya itu menghampiri. Menyampaikan permintaan maaf kepada sang kekasih hati, barangkali ada perkataan orang tuanya yang mengganjal di hati. Namun, ia melihat tatapan sang bapak seperti mengawasi, membuat kakinya berat untuk melangkah.

Perempuan bermata seperti biji kacang almond itu mengalihkan langkahnya ke kamar dan menguncinya rapat-rapat. Dari jendela kamar, dia melihat kekasih hatinya masuk ke dalam mobil.

Setelah mobilnya meninggalkan halaman rumah, Kirana mendengar panggilan dari Arman dan segera menghampiri beliau. Wulan, ibunya juga sudah menunggu di ruang keluarga.

“Bapak dan Ibu mengkuliahkan kamu jauh ke luar kota bukan untuk berpacaran, Kirana, melainkan untuk menuntut ilmu. Supaya kamu bisa selamat di dunia dan juga akhiratmu. Tapi, bagaimana kamu mau selamat kalau perbuatanmu itu mendekati zina?” murka Arman.

“Sebagai anak berpendidikan tinggi, kamu harus menjadi teladan untuk adikmu, kamu memikul tugas kakakmu yang gagal dia emban. Tapi, bagaimana kamu bisa menjadi teladan kalau kau menjerumuskan dirimu ke dalam kekafiran?”

Tanpa meminta jawaban, Arman kembali bertanya, “Apa kamu mau dilaknat Allah karena perbuatanmu? Apakah kamu ingin mencemarkan kembali nama baik orang tuamu di lingkungan karena ada seorang haji yang menikahkan anaknya dengan seorang kafir?”

Layaknya tsunami yang siap menggulung bumi dan menyeret Kirana ke dalam pusarannya, Arman terus menumpahkan kemarahannya yang meluap-luap. Sementara Kirana hanya terdiam dalam tangis. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah mengendalikan diri agar emosinya tidak ikut meledak.

Sang bapak benar. Kirana salah. Dia mengaku mencintai Allah, tapi juga mencintainya. Ia benar-benar bingung dan sedih sehingga tidak bisa menahan air mata yang meleleh melewati pipi dan turun ke dagunya. Terus turun dan terus mengalir deras, semakin deras.

“Pernikahan beda agama itu dilarang oleh Allah, Kirana. Kamu tahu, tercantum dalam surah dan ayat berapa?”

Tanpa berani memandang sang bapak, Kirana menjawab terbata-bata. “Al-Baqarah ayat 221, Pak.”

“Kalau sudah tahu, kenapa masih kamu langgar?!”

Kirana terisak pilu. Dia tak mampu menjawab karena sejatinya ia memang tidak punya jawaban akan hal itu.

“Jauhi dia, Kirana! Masih banyak laki-laki seiman yang lebih pantas untuk menjadi suamimu.”

Tubuh Kirana pun bergetar menahan tangis yang tumpah. Ibunya mendekat dan mendekap putrinya.

Bayang-bayang berlarian antara harapan abadi Jannah dalam naungan rido-Nya, bakti ikhlasnya pada ibu dan bapak, serta keceriaan hidup yang telah direguk bersama sang kekasih hati selama ini.

Terakhir, demi Islam di hati Kirana yang belum sempurna, tidak ada jalan lain selain harus melepas dengan rela. Kesadarannya mencabik-cabik ulu hati, menjadikan mimpi masa depan dunianya hancur berkeping bagai remahan peyek, tapi Kirana yakin bahwa Allah telah menetapkan rencana akhirat yang indah baginya karena tidak menukar Cinta Rabb dengan cinta insan yang berbeda iman.

***

Masih di tempat yang sama, pria bermata sipit itu memperhatikan seorang gadis berkostum khas barista di sebuah kafe yang saat ini tergolong sedang naik daun.

Dia memutuskan untuk memarkir mobilnya lebih dekat dan mendekati gadis itu. Entah apa masalahnya, sampai harus menangis di tempat seperti ini di jam yang sudah cukup larut.

Fikri, pemuda itu menyodorkan tisu yang ia bawa dari mobil atasannya. “Menangis di tempat seperti ini tidak akan mengubah niat jahat orang untuk merasa iba pada dirimu, Nona.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Karlos Alves
bagus ceritanya ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   END

    Pelan, Kirana membuka mata sembari menggeliat meregangkan otot-otot tubuhnya. Walau matanya masih berat terbuka, ia meraih ponsel untuk melihat jam. Sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi.Sekilas ia menoleh ke samping. Memandangi wajah suaminya yang masih tidur nyenyak dengan dengkuran halus di dekat telinganya. Tangan kekarnya pun berada di atas perut Kirana.“Sayang, bangun. Sudah subuh,” bisik Kirana. Ia menyentuh pipi suaminya. Lantas, menarik menarik pelan hidung mancung Dzaka. Tak butuh waktu lama, Dzaka bergerak karena merasa terganggu, tapi masih enggan membuka mata. Dia tetap betah pada posisinya. Justru meringkuk seolah mencari kehangatan di sisi istrinya dengan mengeratkan pelukan. “Hei ... sudah subuh, Mas. Bangun, yuk.” Lagi, Kirana menyentuh lengan suaminya. Sesekali, mencubit daging yang terasa keras itu. “Biar seperti ini dulu sebentar, Sayang. Aku masih mau menikmati waktu sama kamu. Kalau Baby Dzakir bangun, yang

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 122 - Baby Dzakir

    Baru saja, sepasang kaki Dzaka menjejaki teras, tetapi langkahnya seketika terhenti. Tubuhnya seolah beku di tempat manakala memikirkan Kirana yang tengah hamil. Perasaan bersalah pun menyeruak di hatinya. Mengingat, tadi ia tak sengaja membentak sang istri karena tengah dikuasi amarah yang hendak membalas dendam atas kematian papanya. Padahal, sejatinya balas dendam tak pernah ada dalam kamus kehidupan seorang Dzaka Hakeem.Rasa takut seolah sengaja mencekiknya. Isi kepalanya pun kian berkelana ke masa lampau, saat-saat di mana ia harus kehilangan calon buah hati karena keteledorannya sendiri.Dia tak mau, kehilangan kembali. Sungguh, ia tidak rela. Sebuah helaan napas berat terdengar darinya sembari mengingat kembali pesan-pesan Danial tadi malam. Dzaka menggeleng pelan, menyadari diri telah sangat berlebihan menyingkapi kehilangan yang mencekam batinnya. Detik kemudian, ia kembali melangkah. Bukan untuk melanjutkan misi, melainkan k

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 121 - Kehilangan yang Mencekam

    Tatapan tajam itu berubah jadi sayu. Seakan di dalam sana terdapat sebuah penyesalan yang tak berujung. Terlebih, butiran bening juga tampak menghiasai pipi yang berisi kini tinggal sedikit daging terlapisi kulit. Tenaga yang kuat juga seolah sudah terkikis. Pria itu berbaring sangat lemah laksana tiada lagi ada daya untuk bergerak lebih banyak. “Maafkan atas semua kesalahan Papa pada kalian,” ucapnya lagi disertai dengan isak pilu mencekam. “Papa sangat jahat,” imbuhnya sembari menghapus air mata. Sesekali tersenyum masam. “Kami teh sudah memaafkan kamu, Danial.” Bunda Andari angkat bicara. Ekspresinya cukup tenang bak terpancar ketulusan yang tak pernah pupus.Dzaka dan Sekar pun ikut mengangguk sekadar memberi keyakinan pada sang papa. Sesaat, Dzaka membungkuk dan menyangga badan dengan kedua tangan di ranjang Danial.“Apa perlu aku mengambil tindakan untuk pelaku penganiayaan Papa?” tanya Dzaka. Terlihat jelas d

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 120 - Maafkan Papa, Nak!

    Tangan Dzaka dan Kirana saling bertaut menyusuri koridor bangunan berdinding mayoritas putih itu. Cemas dan panik menghiasi wajah keduanya, bersama derap langkah memburu. Sampai di depan sebuah ruangan, sudah ada dua orang berkostum penjaga lapas baru saja selesai mengobrol dengan dokter. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Papa saya, Pak?” tanya Dzaka setelah sang dokter berlalu.Dua pria itu saling berpandangan sebentar.“Mohon maaf, Pak Dzaka. Sebenarnya Pak Danial sering mendapatkan tindak kekerasan dari penghuni lapas lain,” ungkap Pria bertopi hitam itu. “Beberapa penghuni lapas tau kasus Pak Danial sehingga dipenjara. Mereka tak terima dengan Pak Danial yang terlibat dalam kasus pelecehan dan perselingkuhan. Menurut mereka, tindakan itu sama sekali tak bermoral.”Dari ekspresinya, Dzaka terlihat kaget dengan pernyataan pria itu. Selama ini, tak ada tanda-tanda kekerasan ketika dia menjenguk Danial. Papanya pun seakan-akan terliha

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 119 - Papa?

    Kirana menarik napas panjang barang tiga kali. Dalam genggamannya terdapat sebuah testpack yang sengaja belum dilihat hasilnya setelah melakukan pengecekan beberapa saat lalu.Jantungnya pun berpacu dalam kecepatan tinggi, bersama perasaan was-was yang ikut serta menyeruak membuatnya bimbang akan hasil tes kehamilannya yang pertama kali pasca keguguran.Sepulang dari puncak, Kirana kerap merasa cepat lelah dan sedikit mual. Jadwal tamu bulanannya pun bahkan sudah lewat sepekan. Hal itu membuatnya penasaran sehingga memutuskan untuk membeli testpack tanpa sepengetahuan Dzaka. Ia juga tak pernah mengatakan pada suaminya tentang keadaannya akhir-akhir ini. Kirana tak mau Dzaka terlalu berharap dan akhirnya kecewa jika hasilnya tak sesuai harapan. Pelan, Kirana membuka genggaman. Ia langsung bisa melihat testpack itu sudah memiliki garis dua. Artinya, dia positif?Kirana menutup mulut, lantas tersenyum senang dalam diam. Detik kemudian, ia

  • Istri Pura-Pura Direktur Kejam   Bab 118 - Perkara Merelakan

    “Sayang, aku dengar di Villa sekitar sini, ada acara pertunangan owner-nya 2R Cafe.”Kirana yang menyandarkan dagu di bahu suaminya, lantas menoleh memandang wajah Dzaka sekilas. Ah, lebih tepatnya ia memperhatikan cambang sang suami yang tampak semakin panjang. “Oh, ya? Rey atau Raya?” tanya Kirana penasaran. “Gak tau. Mau liat?” Mata Kirana terpejam sebentar, merasakan sejuknya udara perkebunan teh yang menyapu wajahnya. “Kita gak diundang. Datang tanpa diundang, namanya tamu tak diundang.” “Ngintip aja, kamu kan doyan ngintip.” Dzaka terkekeh, bersama dengan Kirana yang mencubit perutnya. Mereka diam beberapa saat. Sama-sama merasakan angin pagi Puncak menyapa. Pandangan Dzaka pun menyapu ke segala arah. Pemandangan yang cukup indah, tetapi seseorang yang tengah memeluk pinggangnya sembari bersandar di bahu tak kala indah, baginya. “Kenapa liatin terus? Baru tau suamimu punya kegantengan spek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status