"Tunggu, apa kau operasi plastik? Kemana bekas lukamu?" Jessica memandang wajah Caroline yang sudah mulus tanpa satu pun bintik hitam."Tentu saja. Aku akan jadi seorang puteri, mana mungkin William membiarkan wajahku jelek?" "Hah! Kau pasti senang sekarang hidupmu jauh lebih baik. Sebenarnya ke dukun mana kau membeli jimat hingga seorang pangeran jatuh kepadamu? Sebelum ini, laki - laki sekelas Antonie pun enggan bersamamu." "Aku tidak membayar dukun manapun. Tapi apa Ibu tahu di mana letak keberuntunganku? Keberuntunganku adalah saat Casandra merebut Antonie dariku. Terimakasih sudah membebaskanku dari Antonie dan membuatku menghadiri pasar pengantin." Jessica membuang muka. Caroline bisa merasakan kebencian dalam tatapan Jessica. "Tapi itu tidak penting. William bilang dia ingin membicarakan mengenai identitas baruku. Ya, tapi itu jika Ibu tertarik dan ingin melunasi hutang kepada Nyonya Debora. Tapi jika Ibu tidak suka, kami bisa
"Menurutmu apa mereka akan tahu bahwa itu surat adopsi palsu?" Caroline bertanya dengan bimbang saat dia dan William berada dalam perjalanan pulang dari rumah Jessica. William menggeleng dengan mantap. "Secara teknis itu bukanlah surat palsu karena itu dikeluarkan secara resmi oleh kerajaan. Cetakan, kop dan stempelnya asli. Hanya saja, peristiwa adopsi itu tidak pernah ada. Dan keluarga Walter tidak akan pernah mengetahuinya." "Aku harap begitu. Casandra dan Ibu bukan tipe orang yang kritis dan tidak terlalu cerdas. Kurasa kau benar." "Sekarang tinggal menghapus namamu di database sekolah. Setelahnya, semua teman yang pernah mengenalmu hanya perlu diberitahu bahwa mereka salah orang." Caroline mengangguk. Jauh di lubuk hatinya, dia merasa sedih sosok Caroline seperti dilenyapkan begitu saja. "Boleh aku tanya satu hal?" ucapnya. "Apa?" "Jika namaku dihilangkan dari database semua sekolahku, apa itu berarti ijazahku tidak akan berlaku?" "Sebelum menjawabnya, aku ingin tahu keman
Sudah lewat tengah malam, tapi Caroline belum juga tidur. Gadis itu membolak - balikkan badannya berharap menemukan posisi yang nyaman agar dia bisa terlelap. Tapi bukan masalah kenyamanan yang membuatnya tetap terjaga melainkan jantungnya yang terus berdetak kencang. Besok akan ada makan malam antara keluarga kerajaan dengan keluarga Bellwood. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya Caroline berinteraksi langsung dengan mereka sebagai Ariana. Kendati segala persiapan telah Caroline jalani mulai dari pelajaran hidup Ariana, table manner hingga gaya bicara dan berpakaian ala Ariana, tetap saja berperan menjadi orang lain artinya berakting secara langsung terus menerus tanpa toleransi kesalahan sedikit pun. [Aku tidak bisa tidur. Aku sangat nervous] Caroline mengirim pesan kepada William. Caroline pikir William pasti sudah tidur dan baru akan merespon pesannya esok hari. Tak disangka balasan dari William masuk kurang dari satu menit kemudian. [Aku juga. Cobalah minum coklat hanga
"Carol? Carol!" William menepuk bahu Caroline yang tetap bergeming sekalipun telah dipanggil beberapa kali. Hentakan suara William dan tepukan di bahunya cukup mengagetkan dan membawanya kembali ke alam sadar. "Ya?" tanya gadis itu. "Kau melamun? Apa yang sedang kau pikirkan? Aku memanggilmu berkali - kali tapi kau tidak merespon." "Maaf, pikiranku sedang memikirkan banyak hal." "Boleh aku tahu?" "Hm... sebenarnya, aku rasa aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tua Ariana. Aku ingin tinggal di rumah mereka." "Kau ingin tinggal di rumah orang tua Ariana?""Ya." "Mengapa? Tadi kulihat kau bicara dengan Elliana. Apa yang kalian bicarakan?" "Oh, dia hanya memberiku beberapa wejangan pernikahan. Dia kelihatan seperti ibu yang sangat penyayang dan perhatian," Caroline tidak menceritakan mengenai kalungnya. Dia pikir untuk saat ini, dia akan menyimpan kalung Ariana tanpa sepe
"Ibu, aku datang," Caroline mengetuk pintu rumah lamanya hingga beberapa kali tepat pada pukul 8 malam sesuai dengan yang Jessica minta. Jessica membuka pintu dengan segera seolah sudah menunggunya. "Aku kira kau tidak akan datang. Ternyata kau masih percaya padaku? Ayo masuk!" Caroline mengikuti di belakang Jessica. "Aku tidak punya banyak waktu. Bisakah Ibu langsung ke intinya?" Jessica mencibir. "Apa kau sudah menjalani kehidupanmu sebagai puteri hingga menjadi sangat sibuk?" "Aku punya banyak kursus dan ada PR yang harus kukerjakan juga," Caroline memilih untuk tidak menanggapi cibiran Jessica. "Baiklah. Aku akan langsung ke intinya. Tunggulah di sini. Aku akan mengambil sesuatu yang ingin kutunjukkan," Jessica beranjak menuju kamarnya meninggalkan Caroline sendirian. BUK!! Saat Caroline sedang menunggu, seseorang memukul tengkuknya dengan sangat keras. Caroline terjungkal dan kesakitan. Pu
"AARGH!" teriak Casandra dari luar ruangan. Teriakannya cukup keras, membuat Jessica membatalkan aksinya. "Casandra, ada apa?" Jessica berteriak agar Casandra mendengarnya dari dalam. Belum sempat Jessica mengecek keadaan, segerombolan pria masuk dengan paksa dengan menggebrak pintu. Jessica terperangah. Para pria itu mengenakan seragam polisi kerajaan. Di belakang mereka, Casandra dan Albert sudah dalam keadaan tertangkap dengan tangan diborgol. "Jessica Walter, Anda tertangkap basah telah melakukan penyekapan dan percobaan pembunuhan kepada Ariana Bellwood. Menyerahlah dan ikut kami ke kantor polisi untuk investigasi!" "TIDAK!" Alih - alih pasrah, Jessica justru melakukan perlawanan. Dengan cepat dia menyandera dan menodongkan pistolnya kepada Caroline. Caroline sedikit panik. Tapi, dalam hati dia percaya bahwa para polisi ini lebih kompeten daripada ibu angkatnya. Dan Caroline benar, dari arah yang tidak terdug
William melarang Caroline untuk datang ke kantor polisi. Lelaki itu bersikeras bahwa Caroline harus beristirahat. Caroline hanya bisa pasrah sekalipun sebenarnya dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. "Pokoknya, apapun kabar yang kau dengar dari polisi kau harus memberitahu aku secepatnya!" rengek Caroline sebelum William pergi tanpa dirinya. "Tentu saja. Tak perlu khawatir. Aku pasti akan mengabarimu secepatnya," jawab William meyakinkan. "Oke." Dan saat William pergi, Caroline tiba - tiba merasa kosong. Entah mengapa sekarang dirinya merasa sudah sangat terbiasa dengan kehadiran William di sisinya. Untungnya, orang tua Ariana datang ke rumah sakit pagi - pagi buta keesokan harinya sehingga Caroline tidak terus menerus kesepian. Elliana merawat Caroline dengan penuh perhatian. Dia mengupas apel, menyuapi dan membantu Caroline ke kamar mandi sekalipun sebenarnya Caroline tidak butuh bantuan untuk ke kamar mandi. [Jessica dalam keadaan baik. Tapi dia masih dalam perawatan
Caroline seketika membeku. Jantungnya seperti dihujam oleh keterkejutan yang amat sangat. Apakah Ariana sebenarnya tidak koma? Apa maksud William bahwa dia berpura - pura baik hanya untuk memanfaatkan dirinya? Pikiran Caroline diserang oleh beragam pertanyaan secara tiba - tiba. Di tengah kebimbangannya, Caroline berusaha mendekat ke sisi pintu agar dia bisa lebih jelas mendengar apa yang dikatakan oleh William. Diintipnya kamar perawatan Ariana melalui sedikit celah yang mampu dia jangkau. Ternyata gadis yang mirip dengannya itu sedang terbaring tidak sadarkan diri. Sepertinya, William bicara dengan Ariana yang masih koma. "Agak susah berpura - pura manis di depan orang yang sebenarnya sangat asing bagiku. Walaupun wajahnya sama denganmu, tetap saja dia orang lain bukan?" William melanjutkan ucapannya.Caroline berusaha bernafas sepelan mungkin. Dia tidak ingin William tahu keberadaannya sehingga dia batal mengetahui isi hati sebenarnya dari Sang Putera Mahkota. "Kau tahu Ana,